4 Tanda Anda Seorang Workaholik

Benner-1.png

 

Beberapa waktu yang lalu, publik Indonesia dikejutkan dengan meninggalnya seorang karyawati di salah satu perusahaan di Jakarta.

Peristiwa itu membuahkan pertanyaan di dalam benak kita semua mengenai penyebab kematiannya. Ada yang memperkirakan bahwa peristiwa itu terjadi setelah yang bersangkutan mengonsumsi minuman suplemen tertentu untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya. Jadi, menurut perkiraan itu, minuman suplemen itulah yang menyebabkannya meninggal. Ada juga yang memperkirakan bahwa peristiwa itu terjadi lantaran yang bersanguktan terlalu memforsir dirinya untuk bekerja non-stop selama 30 jam. Yup! Non-stop!

Apa pun perkiraannya, yang pasti, dari fakta yang terungkap, sang karyawati itu memang meninggal setelah 30 jam bekerja secara non-stop, di mana beberapa jam sebelum meninggal, ia mengonsumsi minuman suplemen untuk menguatkan tubuhnya.

Jadi, belum jelas apakah kematiannya disebabkan oleh minuman suplemen itu ataukah karena kerja selama 30 jam tanpa istirahat.

Terlepas dari penyebab kematian sang karyawati itu, yang pasti, peristiwa itu memperingatkan kita untuk lebih memperhatikan kesehatan, khususnya kesehatan kerja.

Dari peristiwa itu, kita pun terdorong untuk bertanya, apakah cara bekerja sebagaimana yang dilakukan oleh karyawati itu (bekerja 30 non-stop) tidak memengaruhi kesehatannya. Atau, apakah sebaliknya, cara bekerja yang seperti itu sangat berbahaya karena bisa menimbulkan masalah kesehatan yang serius, termasuk kematian.

Berkaitan dengan pertanyaan itu, para pakar kesehatan menjelaskan bahwa seseorang yang bekerja lebih dari 8 jam dalam sehari berisiko menjumpai masalah kesehatan dalam tubuhnya. Para pakar itu mengungkapkan bahwa kerja lebih dari 8 jam dalam sehari dapat menyebabkan penyakit jantung.

Mengapa demikian? Karena orang yang bersangkutan mengalami stres kronis lantaran kelelahan bekerja. Dan, stres inilah yang pada ujungnya menyebabkan penyakit jantung. (http://www.forbes.com/sites/daviddisalvo/2012/09/12/why-working-more-than-8-hours-a-day-can-kill-you/).

Tetapi, jika demikian kenyataannya, lantas bagaimana jika tuntutan pekerjaan mengharuskan kita untuk bekerja lembur (lebih dari 8 jam dalam sehari)? Umumnya, lembur diperlukan hanya pada saat-saat tertentu, seperti pada saat tutup buku.

Nah, jika lembur dilakukan hanya pada waktu-waktu tertentu, tentu kita masih bisa memulihkan kondisi tubuh setelah tutup buku.

Yang menjadi masalah yaitu manakala kita bekerja lebih dari 8 jam setiap hari. Yup, SETIAP HARI! Mengapa demikian? Karena, itu artinya, waktu istirahat kita kurang.

Dalam istilah psikologi, mereka yang bekerja lebih dari 8 jam setiap hari disebut workaholik. Akan tetapi, jika definisi workaholik adalah demikian (orang yang bekerja lebih dari 8 jam setiap hari), maka tidak ada bedanya antara workaholik dengan pekerja keras. Terkadang, bidang pekerjaan seseorang menuntutnya untuk bekerja lebih dari 8 jam setiap hari. Jadi, belum tentu seseorang yang setiap harinya bekerja lebih dari 8 jam tergolong ke dalam workaholik.

Jika ditelusuri akar penyebabnya, perilaku workaholisme muncul lantaran tekanan, ketakutan, dan mindset perfeksionisme, sebagaimana yang telah penulis jelaskan dalam artikel yang berjudul Penyebab Seseorang Menjadi Workaholik. Penyebab ini bereda dengan penyebab seseorang bekerja keras.

Seorang pekerja keras menjadi pekerja keras lantaran dia memang mencintai pekerjaannya. Ia dengan sadar mendedikasikan hidupnya untuk bidang kerja yang ia tekuni. Banyak penulis/penyair dan penemu tergolong dalam kategori ini (pekerja keras). Dengan kerja kerasnya, mereka mampu menghasilkan karya-karya yang luar biasa.

Ini berbeda dengan workaholik. Jika pekerja keras cenderung produktif, workaholik justru sebaliknya: workaholisme justru menurunkan produktivitas orang yang bersangkutan. Ini dikarenakan ia bekerja keras bukan karena cinta terhadap pekerjaan, melainkan karena keterpaksaan. Ia senantiasa merasa cemas dan takut kalau-kalau ia tidak dapat menyelesaikan tugas-tugasnya di kantor dengan sempurna. Oleh karena itulah, ia selalu menghabiskan banyak waktu untuk bekerja.

Nah, bagaimana dengan Anda? Apakah Anda pekerja keras ataukah Anda seorang workaholik?

Untuk mengetahuinya, yuk, kita simak tanda-tanda workaholik berikut ini.

Selalu memikirkan pekerjaan

Dilatari oleh rasa cemas dan khawatir bahwa ia tidak dapat menyelesaikan tugas-tugasnya di kantor dengan hasil yang memuaskan, orang yang workaholik senantiasa memikirkan pekerjaannya (secara tidak sadar). Ia memikirkan tugas-tugasnya, kapan pun dan dimana pun ia berada.

Nah, jika Anda ingin mengetahui apakah Anda seorang workaholik atau tidak, tanyakan kepada diri Anda sendiri, ketika Anda hendak tidur, kira-kira apa yang terbersit di dalam otak Anda. Tanyakan juga apa yang ada di dalam pikiran Anda saat Anda melahap makanan Anda dan saat menonton TV.

Jika pikiran Anda terus-menerus melayang-layang di seputar pekerjaan, maka bisa jadi itu merupakan tanda Anda seorang workaholik.

Jika Anda seorang yang workaholik, Anda senantiasa memikirkan pekerjaan Anda, di mana pikiran-pikiran itu membuahkan kecemasan dan kekhawatiran di dalam diri Anda mengenai produktivitas Anda di kantor.

Tidak bisa berkata “tidak”

Salah satu alasan mengapa seseorang menjadi workaholik adalah ia tidak dapat/ tidak berani menolak permintaan orang lain, terutama permintaan atasan. Ia senantiasa menerima tanggung jawab apa pun yang dilimpahkan kepadanya, sekali pun sebenarnya ia kewalahan memikul tanggung jawab itu sendirian.

Mengapa demikian? Ini dikarenakan, ia khawatir kalau-kalau penolakannya atas permintaan atasan membuat atasan ragu terhadap kompetensinya. Ia takut jikalau penghargaan atasan terhadapnya hilang karena penolakan itu.

Akibat dari ketakutannya menolak permintaan atasan (permintaan yang diluar kemampuannya), ia pun terpaksa mengerjakan tugas apa pun yang dilimpahkan kepadanya, bila perlu, hingga larut malam.

Nah, jika Anda ingin mengetahui apakah Anda seorang workaholik, perikasalah kembali bagaimana hubungan Anda dengan atasan? Pernahkah Anda menolak permintaan atasan (untuk mengerjakan suatu tugas) dengan alasan Anda tidak memiliki kompetensi untuk mengerjakannya, atau dengan alasan lainnya? Atau, Anda tidak pernah sama sekali menolak permintaan atasan (untuk mengerjakan suatu tugas), padahal Anda tahu dengan pasti bahwa Anda tidak memiliki kompetensi yang memadai untuk mengerjakan tugas tersebut (yang jika Anda paksakan diri untuk mengerjakannya, maka hasilnya akan sangat buruk)?

Jika Anda temukan Anda tidak pernah menolak permintaan apa pun dari atasan, baik untuk mengerjakan tugas yang di luar kemampuan maupun tugas yang di luar tanggung jawab Anda, maka kemungkinan besar Anda menderita workaholisme.

Untuk memastikannya, telusuri ritme kerja Anda. Telusuri cara Anda bekerja. jika Anda bekerja lebih dari 8 jam setiap hari demi mengerjakan tugas-tugas yang di luar kemampuan Anda, maka bisa dipastikan Anda telah menjadi seorang workaholik.

Lebih menyukai kerja sendirian dibanding bekerja sama

Dilandasi oleh sikapnya yang senantiasa menggantungkan penghargaan dirinya atas penilaian orang lain, seseorang bisa menjadi workaholik. Mengapa? Ia ingin terlihat baik di mata orang lain. Nah, keinginan itulah yang mendorongnya (secara tidak sadar) untuk menampilkan dan membuktikan kemampuannya di hadapan orang lain.

Karena ingin diakui dan dihargai oleh orang lain, ia terdorong untuk membuktikan kemampuannya (unjuk gigi) di hadapan orang lain.

Bagaimana caranya membuktikan kemampuannya? Dengan mengerjakan semua tugas-tugasnya sendirian. Ia menolak bekerja sama dengan orang lain, bahkan saat mengerjakan tugas-tugas yang sebenarnya perlu dilakukan secara bersama. Dengan itu, ia hendak membuktikan bahwa ia jauh lebih kompeten dibanding orang lain. Ia ingin menunjukkan bahwa tanpa bantuan oang lain, ia mampu mengerjakan semuanya sendirian.

Nah, karena sikapnya yang seperti itulah, ia terjebak dalam workaholisme. Ia terpaksa bekerja lebih dari waktu yang telah ditentukan, hanya demi mengerjakan tugas-tugasnya. Seharusnya, tugas-tugas itu sudah selesai jika dikerjakan secara tim. Tetapi, karena dia bersikeras untuk mengerjakannya sendirian, maka tugas itu tidak kunjung selesai hingga ia harus lembur.

Nah, jika Anda penasaran apakah Anda workaholik atau tidak, telusuri sikap Anda di kantor terkait dengan kerja tim. Mana yang Anda pilih, kerja tim atau kerja sendiri? Apakah Anda lebih suka mencari bantuan orang lain untuk mengerjakan tugas Anda? Atau, apakah Anda menolak saat teman menwarkan bantuan kepada Anda?

Jika Anda temukan diri Anda lebih suka bekerja sendirian dan tidak suka teman mencampuri pekerjaan Anda, tanyakan pada dir Anda sendiri alasan ketidaksukaan Anda itu.

Nah, apabila Anda menemui alasan ketidaksukaan itu adalah karena anda ingin menunjukkan pada orang-orang di kantor Anda bahwa anda memiliki kemampuan yang lebih, maka kemugkinan besar anda memiliki kecenderungan workaholisme.

Untuk memastikannya, telusuri ritme kerja Anda. Apakah setiap hari Anda bekerja lebih dari 8 jam untuk mengerjakan tugas-tugas Anda sendirian?

Dulu, penulis pernah menjumpai rekan kerja yang seperti itu. Saat atasan menawarkan seorang asisten untuk membantu menegrjakan tugas-tugasnya, ia menolak tawaran itu. Hasilnya, ia terpaksa bekerja hingga pukul 23.00 untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Hampir seperti itu setiap hari.

Selalu sibuk bekerja

orang yang workaholik senantiasa bekerja saat teman-temannya sedang bersantai. Mengapa demikian? apakah karena ia terlalu mencintai pekerjaannya? Tidak! Kesibukannya bekerja tidak dilandasi oleh rasa cinta terhadap pekerjaan, melainkan oleh sifatnya yang perfeksionis.

Oleh orang lain, sebuah tugas dapat diselesaikan dalam waktu 30 menit. Tetapi, olehnya, tugas yang sama bisa dikerjakan dalam waktu yang jauh lebih lama dari 30 menit. Ini dikarenakan, ia ingin hasil kerjanya sempurna. Tidak ada kekurangan sedikit pun. Dan, karena itulah, ia bekerja lebih dari 8 jam setiap hari. Karena, standar waktu yang ia gunakan berbeda dengan standar waktu yang ditetapkan oleh perusahaan. Menurut standar perusahaan, satu macam tugas harus bisa selesai dalam waktu 30 menit, misalnya. Tetapi, menurut standarnya, tugas itu tidak dapat dikerjakan dalam waktu 30 menit. Dibutuhkan lebih banyak waktu untuk mengerjakannya. Itulah mengapa ia senantiasa sibuk bekerja saat yang lain sudah selesai mengerjakan tugas-tugas mereka.

Nah, bayangkan jika satu macam tugas dikerjakan dalam waktu 2x lebih lama dibanding standar waktu yang ditetapkan perusahaan, maka berapa lama ia mengerjakan 5 macam tugas?

Sekarang, jika Anda ingin mengetahui apakah Anda workaholik atau tidak, telusuri cara kerja Anda. Apakah Anda mengerjakan tugas A 2x lebih lama dibanding waktu yang diperlukan oleh teman Anda untuk mengerjakan tugas tersebut? jika jawabannya “ya”, maka kemungkinan besar, anda seorang workaholik.

Untuk memastikannya, telusurilah lama Anda bekerja. Jika setiap hari Anda bekerja lebih dari 8 jam untuk menyelesaikan semua tugas-tugas Anda, maka Anda adalah seorang workaholik.

Kesimpulan

Setelah menyimak uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa salah satu ciri umum workaholisme adalah kerja lebih dari 8 jam setiap hari, di mana kerja keras dan lama ini tidak menghasilkan hasil yang memuaskan. Bagi workaholik, jam kerja panjang tidak membuatnya menjadi lebih produktif. Justru sebaliknya, workaholisme justru menyebabkan produktivitas menurun. Ini dikarenakan perilaku kerja keras bukan dilandaskan pada kemampuan, melainkan pada sikap perfeksionis, keinginan untuk dihargai dan diakui, dan kecemasan terhadap posisinya di kantor.

Sekarang, bagaimana dengan Anda? Pastikan Anda bukan seorang workaholik, ya.

Benner-1.png

Rina Ulwia

Rina Ulwia mulai terjun ke dunia penulisan semenjak lulus pendidikan S1 di salah satu perguruan tinggi Islam di Jawa Tengah. Ketertarikannya dengan dunia tulis-menulis bermula ketika ia menjadi editor di salah satu penerbit buku pendidikan terkemuka di Indonesia. Semenjak itu, ia aktif menuangkan ide ke dalam tulisan. Perempuan yang hobi membaca buku ini menaruh minat pada semua bidang. Ia suka berdikusi mengenai berbagai topik. Dari filsafat hingga musik, dari ekonomi hingga sastra, semua ia diskusikan di sela-sela kesibukan kerja. Memiliki banyak pengalaman yang menguji aspek psikis dan psikologisnya membuat perempuan kelahiran 1985 ini menaruh perhatian besar pada dunia pengembangan diri. Ia bergabung dengan Aquarius Resources, event organizer yang bergerak di bidang reedukasi pengembangan diri sebagai creative writer. Baginya, berkecimpung di dunia pengembangan diri memberikan banyak manfaat. Selain dapat mengembangkan diri, ia juga dapat membantu orang lain lewat tulisan-tulisannya.

Leave a Reply

Close Menu