Benner-4.pnj

 

Kapan terkahir kali Anda berkumpul dan bercengkerama dengan keluarga Anda? Kapan terkahir kali Anda duduk di kursi sambil menikmati kopi dan buku? Dan, kapan pula terakhir kali Anda melakukan kegiatan yang sangat Anda sukai? Jika jawabannya satu, dua, tiga, atau lebih dari tiga tahun yang lalu, Anda patut curiga.

Mengapa? Karena, jangan-jangan, Anda telah menjadi seorang workaholik. Salah satu indikasi bahwa Anda seorang workaholik yaitu Anda senantiasa menghabiskan lebih banyak waktu di tempat kerja dibandingkan di rumah. Atau, jika tidak, Anda lebih sering menghabiskan waktu untuk mengurusi pekerjaan dibanding hal-hal lain, sekali pun sedang berada di rumah, di mana hal itu terjadi hampir setiap hari dalam hidup Anda.

Dalam artikel yang berjudul 4 Tanda Anda seorang Workaholik, telah penulis jelaskan tanda-tanda workaholik. Dalam artikel itu, beberapa tanda orang yang workaholik yaitu senantiasa memikirkan pekerjaan di mana pun ia berada, selalu sibuk bekerja di saat yang lain sedang santai (di kantor), tidak bisa berkata “tidak” untuk menerima tanggung jawab yang di luar batas kemampuannya, dan lebih menyukai kerja sendirian daripada kerja tim.

Selain 4 hal itu, masih ada tanda lain yang mengindikasikan bahwa seseorang merupakan workaholik, salah satunya yaitu senantiasa menetapkan standar kesuksesan yang tidak realistis (tidak sesuai dengan kemampuan).

Nah, jika Anda baru saja menyadari bahwa sudah sangat lama sekali Anda tidak berkumpul dengan keluarga, tidak melakukan kegemaran Anda di rumah, serta tidak melakukan kegiatan untuk mengembangkan diri Anda (seperti belajar sesuatu yang baru dan membaca buku) dan justru lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja, maka itu merupakan indikasi bahwa Anda seorang workaholik.

Untuk memastikannya, periksa dan telusuri cara Anda bekerja di kantor. Telusuri apakah Anda jarang menolak permintaan atasan untuk mengerjakan tugas-tugas yang bukan tanggung jawab Anda, yang dengan demikian, Anda terpaksa menghabiskan waktu ekstra untuk mengerjakan tugas-tugas itu. Periksa apakah Anda lebih menyukai kerja sendirian dibanding kerja tim. Periksa pula apakah Anda menetapkan standar kesuksesan tidak realistis, yang menyebabkan Anda terjebak pada jam kerja yang panjang (untuk mencapai standar itu) dan membuat Anda stres berkepanjangan.

Jika Anda menemukan cara Anda bekerja sebagaimana yang disebutkan di atas, maka kemungkinan besar Anda seorang yang workaholik. Cara kerja sebagaimana yang disebutkan di atas merupakan konsekuensi dari sikap perfeksionis dan tidak percaya dengan kemampuan diri sendiri. Dan, sikap perfeksionis serta ketidakpercayaan diri ini merupakan akar penyebab workaholisme.

Orang yang perfeksionis, misalnya, karena sikap perfeksionisnya, ia pun senantiasa mengerjakan tugas secara sangat hati-hati. Ia perhatikan setiap detail tugasnya.

Sebenarnya, sikap seperti itu positif. Tetapi, jika orang yang bersangkutan justru terhanyut pada detail dan lupa pada gambaran besar tugas itu, maka ia hanya menghabiskan waktu untuk detail-detail yang tidak terlalu penting. Akibatnya, ia terpaksa bekerja lebih lama demi menyelesaikan tugas-tugasnya.

Nah, jika hal itu terjadi setiap hari, maka ia pun akan menjadi seorang workaholik, yang terjebak pada jam kerja yang panjang lantaran sikap perfeksionisnya.

Contoh kedua yaitu seorang workaholik yang menjadi workaholik lantaran ketidakpercayaan terhadap kemampuannya sendiri. Karena tidak percaya diri terhadap kemampuannya, ia pun terdorong (secara tidak sadar) untuk membuktikan kepada semua orang bahwa ia mampu.

Mengapa demikian? Orang yang tidak percaya diri senantiasa menggantungkan penghargaan dan pengakuan atas kemampuannya pada penilaian orang lain. Dia akan merasa berharga jika orang lain menghargainya. Jika orang lain tidak menghargainya, maka ia pun tidak dapat menghargai dirinya sendiri.

Nah, karena terdorong oleh keinginan untuk dihargai dan diakui, secara tidak sadar ia pun bersikap seolah ia mampu melakukan semuanya, sendirian. Ia bersikap seolah ia mampu mengemban tugas berat, yang sejatinya bukanlah tanggung jawabnya semata, misalnya.

Saat atasan memintanya untuk mengerjakan tugas yang di luar batas kemampuannya, ia tidak mempertimbangkan apakah ia sanggup mengerjakan tugas itu atau tidak. Ia senantiasa bersikap impulsif (tidak berpikir terlebih dulu, langsung memutuskan) menerima permintaan itu. Akibatnya, ia pun terjebak pada jam kerja yang panjang untuk menyelesaikan tugas itu. Dan, karena sebenarnya ia belum siap mengerjakan tugas itu, hasil kerjanya pun tidak maksimal.

Jika Anda meyakini bahwa Anda telah menjadi seorang workaholik, yang menghabiskan banyak waktu untuk bekerja hingga mengesampingkan kehidupan pribadi Anda, tidak ada salahnya mencari cara untuk melenyapkan kecenderungan workaholisme Anda.

Nah, artikel ini mengulas beberapa cara yang dapat Anda terapkan untuk mengatasi workaholisme. Semoga, artikel ini bermanfaat bagi Anda.

Sekarang, untuk mengetahui apa saja cara itu, mari kita simak ulasan selengkapnya berikut ini.

Goal yang realistis

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, salah satu penyebab seseorang menjadi workaholik yaitu ia menentukan standar yang terlalu tinggi, yang tidak sesuai dengan kemampuannya.

Lantas, mengapa ia menentukan standar yang terlalu tinggi? Karena, ia ingin menunjukkan kepada orang lain bahwa ia mampu. Ia ingin orang lain mengakui dirinya.

Nah, salah satu cara yang dapat ia lakukan untuk mendapat pengakuan dari orang lain adalah dengan mengerjakan tugas dan tanggung jawab yang berat, yang rekan kerjanya tidak dapat lakukan (yang padahal, ia sendiri pun tidak dapat melakukannya).

Karena sikapnya itulah (menetapkan standar yang terlalu tinggi), ia terpaksa bekerja keras demi menyelesaikan tugas yang dipercayakan kepadanya. Dan, sejak saat itu, ia pun terjebak pada workaholisme.

Untuk itu, untuk melenyapkan kecenderungan workaholisme lantaran standar kesuksesan yang terlalu tinggi, ia pun harus mengevaluasi kembali standar kesuksesannya itu. Ia harus menyesuaikan standar kesuksesannya dengan kemampuannya. Jika sekarang ia belum mampu mengerjakan tugas A lantaran kurangnya pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan tugas itu, maka ia harus banyak belajar mengenai cara mengerjakan tugas itu.

Lantas, bagaimana dengan Anda? Apakah Anda menjadi workaholik lantaran Anda menetapkan standar yang tinggi? Apakah Anda selalu berkata “ya” atas setiap permintaan atasan Anda untuk mengerjakan tugas-tugas yang di luar kemampuan Anda?

Jika jawabannya, “ya”, mulai sekarang, belajarlah untuk mempertimbangkan segala sesuatunya sebelum Anda menerima permintaan atasan Anda. Pertimbangkan apakah Anda mampu mengerjakannya ataukah tidak. Pertimbangkan apa saja yang Anda perlukan untuk mengerjakan tugas itu: Apakah Anda perlu asisten untuk membantu Anda? Berapa lama waktu yang Anda butuhkan untuk mengerjakan tugas itu? Bagaimana jika Anda menemui kesulitan?

Singkatnya, tentukan standar/ goal yang realistis. Goal yang realistis adalah goal yang dengan kemampuan Anda saat ini, Anda dapat mencapainya dalam waktu yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

Misalnya, atasan meminta Anda untuk mengerjakan tugas A dalam waktu 1 jam. Maka, yang perlu Anda lakukan pertama yaitu mempertimbangkan apakah menurut Anda pribadi Anda mampu mengerjakan tugas itu dalam waktu 1 jam. Jika menurut pertimbangan Anda, Anda mampu mengerjakan tugas itu, maka kerjakan tugas itu. Mengapa? Karena mengerjakan tugas itu dalam waktu 1 jam adalah sesuai dengan kemampuan Anda; Mengerjakan tugas itu dalam waktu 1 jam merupakan goal yang realistis bagi Anda.

Berbeda halnya jika, misalnya, setelah mempertimbangkan segala sesuatunya, Anda simpulkan bahwa Anda tidak sanggup mengerjakan tugas itu dalam waktu satu jam, maka Anda pun dapat bernegosisasi dengan atasan Anda. Anda dapat meminta kelonggaran waktu atau bantuan rekan kerja Anda untuk mengerjakan tugas itu.

Prioritas

Untuk menghindari sikap perfeksionis yang membuat Anda menjadi workaholik, tentukan prioritas. Tentukan tugas-tugas apa saja yang prioritas dan tugas-tugas apa saja yang tidak prioritas. Berfokuslah pada tugas-tugas yang prioritas. Curahkan lebih banyak waktu untuk mengerjakan tugas-tugas itu daripada tugas-tugas yang tidak prioritas.

Jika tugas itu sudah selesai, barulah Anda lanjutkan untuk menyelesaikan tugas yang tidak prioritas.

Dengan cara di atas, waktu Anda tidak terbuang untuk mengerjakan tugas yang tidak prioritas.

Ketahui job deskripsi Anda

Seperti yang telah penulis jelaskan sebelumnya, salah satu penyebab Anda menjadi workaholik yakni Anda tidak bisa berkata “tidak” atas permintaan atasan Anda. Saat Anda diminta untuk mengerjakan tugas A, Anda menurut. Saat Anda belum selesai mengerjakan tugas, A, datang tugas B dan Anda menerimanya begitu saja, tanpa pertimbangan. Saat Anda mengerjakan tugas B, datang tugas C, yang kata atasan, harus Anda selesaikan segera.

Nah, untuk menghindari tugas menumpuk di meja Anda, tidak ada salahnya untuk memeriksa kembali gambaran kerja (job description) Anda sesuai dengan yang tercantum di dalam surat perjanjian kerja/ surat perintah kerja yang telah Anda sepakati bersama manajemen perusahaan tempat Anda bekerja.

Jika atasan Anda meminta Anda mengerjakan tugas yang tidak sesuai dengan job description yang tercantum di dalam surat perintah kerja (SPK) Anda, jangan ragu untuk berkata “tidak” atas permintaannya. Jelaskan mengapa Anda menolak permintaannya.

Penolakan atas permintaan atasan merupakan salah satu hak karyawan jika memang tugas yang diberikan kepadanya tidak sesuai dengan surat perjanjian/ surat perintah kerjanya, kecuali jika tugas tersebut merupakan bagian integral dari posisi Anda di kantor, sekalipun tugas itu tidak disebutkan dalam surat perjanjian. Hal ini telah diatur dalam udang-undang ketenagakerjaan. Jadi, Anda tidak perlu takut untuk mengomunikasikannya dengan atasan Anda.

Itulah pentingnya menjalin komunikasi dengan atasan Anda. Intinya, saat atasan memberikan tugas kepada Anda, komunikasikan terlebih dulu kepadanya. Pertimbangkan dan pikirkan dalam-dalam sebelum Anda bersedia untuk mengerjakan tugas itu. Jangan ragu untuk berkata “tidak” jika memang pada kenyataannya, Anda tidak sanggup mengerjakan tugas itu karena di luar kompetensi Anda.

Yang perlu Anda ketahui, menolak mengerjakan suatu tugas bukan hanya demi kebaikan Anda sendiri. Saat Anda menolak mengerjakan tugas yang tidak sesuai dengan kompetensi Anda, sejatinya Anda telah menyelamatkan perusahaan.

Bayangkan jika Anda sama sekali tidak mengetahui cara mengerjakan tugas A, karena tugas itu memang bukan bidang yang Anda geluti selama ini, dan bukan pula bagian dari job description Anda, tetapi tiba-tiba atasan meminta Anda untuk mengerjakannya. Apa yang bakal terjadi? Yang bakal terjadi yaitu, sesuai dengan ungkapan berikut: “Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.”

Perbandingan

Salah satu penyebab seseorang menjadi workaholik yaitu ketidakpercayaan terhadap kemampuannya sendiri, di mana ketidakpercayaan diri ini mendorongnya untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa ia mampu: mampu mengerjakan tugas apa pun yang diberikan kepadanya; mampu mengerjakan semua tugas sendirian.

Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda menjadi workaholik lantaran dorongan di atas? Apakah Anda menjadi workaholik lantaran dorongan untuk membuktikan kemampuan Anda? Jika ya, maka tidak ada salahnya untuk mengatasi workaholisme Anda dengan membuat diri Anda menjadi lebih percaya pada kemampuan Anda sendiri. Saat Anda percaya pada kemampuan Anda sendiri, maka Anda pun (secara tidak sadar) merasa tidak perlu membuktikan pada orang lain bahwa Anda mampu.

Nah, salah satu cara untuk membuat Anda menjadi lebih percaya diri pada kemampuan Anda yaitu dengan membandingkan diri Anda dengan diri Anda sendiri. Bandingkan diri Anda saat ini dengan diri Anda beberapa tahun yang lalu.

Jika Anda menemukan bahwa Anda yang dahulu lebih kompeten dibanding diri Anda yang sekarang, temuan itu akan memberikan motivasi kepada Anda Anda bahwa Anda sebenarnya orang yang kompeten, hanya kurang belajar saja. Dengan begitu, Anda pun akan lebih percaya diri, sebab Anda tahu bahwa Anda mampu, asalkan terus-menerus belajar.

Demikian juga, saat Anda menemukan bahwa Anda yang sekarang jauh lebih kompeten dibanding Anda yang dulu, temuan itu akan membuat Anda optimis dengan kemampuan Anda.

Hal yang perlu diperhatikan, Anda tidak perlu membandingkan diri Anda dengan rekan kerja Anda. Berpeganglah pada prinsip bahwa masing-masing orang memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing. Mungkin Anda lemah dalam suatu hal, tetapi lebih dalam hal lain. Demikian juga sebaliknya, teman Anda lebih dalam satu hal, tetapi lemah dalam hal lain.

Ketahui kelemahan dan kelebihan Anda

Cara yang selanjutnya yaitu mengetahui kelebihan dan kelemahan Anda.

Dengan mengetahui kelemahan dan kelebihan Anda, Anda pun tahu kapan harus berkata “ya” dan kapan harus berkata “tidak”. Katakan “ya” jika tugas yang diberikan kepada Anda adalah tugas yang sesuai dengan kelebihan Anda.

Sebaliknya, katakan “tidak” jika tugas yang diberikan kepada Anda adalah tugas yang, untuk menyelesaikannya, dibutuhkan keterampilan yang menjadi kelemahan Anda. Atau, jika Anda wajib mengerjakan tugas itu, jangan ragu untuk meminta bantuan orang lain.

Demikian beberapa cara yang dapat Anda lakukan untuk mengatasi perilaku workaholisme. Semoga cara-cara tersebut bermanfaat bagi Anda.

Akhir kata, selamat berkarya.

Benner-4.pnj

Rina Ulwia
 

Rina Ulwia mulai terjun ke dunia penulisan semenjak lulus pendidikan S1 di salah satu perguruan tinggi Islam di Jawa Tengah. Ketertarikannya dengan dunia tulis-menulis bermula ketika ia menjadi editor di salah satu penerbit buku pendidikan terkemuka di Indonesia. Semenjak itu, ia aktif menuangkan ide ke dalam tulisan. Perempuan yang hobi membaca buku ini menaruh minat pada semua bidang. Ia suka berdikusi mengenai berbagai topik. Dari filsafat hingga musik, dari ekonomi hingga sastra, semua ia diskusikan di sela-sela kesibukan kerja. Memiliki banyak pengalaman yang menguji aspek psikis dan psikologisnya membuat perempuan kelahiran 1985 ini menaruh perhatian besar pada dunia pengembangan diri. Ia bergabung dengan Aquarius Resources, event organizer yang bergerak di bidang reedukasi pengembangan diri sebagai creative writer. Baginya, berkecimpung di dunia pengembangan diri memberikan banyak manfaat. Selain dapat mengembangkan diri, ia juga dapat membantu orang lain lewat tulisan-tulisannya.

>