Salah satu penghambat produktivitas yaitu kebiasaan suka mengeluh. Anda setuju, bukan?

Sayangnya, Anda memiliki kebiasaan itu. Anda sering mengeluh saat menghadapi masalah. Hal itu menghambat proses kerja di kantor. Akibatnya, teman-teman Anda tidak suka jika harus bekerja sama dengan Anda. Mereka selalu berkata, “Ah, kerja bareng si ini lagi. Kerjanya cuma ngeluh doang tuh orang.

Anda sadar Anda gemar sekali mengeluh. Anda juga sadar teman-teman Anda menjauhi Anda lantaran kebiasaan itu. Dan, Anda pun ingin menghilangkan kebiasaan tersebut. Tetapi, tak tahu mengapa, setiap dihadapkan pada masalah, Anda banyak mengeluh.

Tahukah Anda mengapa begitu?

Itu karena, mengeluh sudah menjadi kebiasaan Anda. Kebiasaan merupakan aktivitas yang dilakukan secara otomatis, tanpa kendali. Apabila Anda memiliki kebiasaan mengeluh, maka keluhan terjadi secara otomatis ketika Anda dihadapkan pada masalah. Anda baru sadar Anda mengeluh setelah orang lain menegur Anda.

Lalu, bagaimana perasaan Anda memiliki kebiasaan suka mengeluh?

Pastinya, kebiasaan itu membuat Anda merasa buruk, bukan? Tetapi, jangan putus asa! Bukan 100% kesalahan Anda jika Anda menjadi pribadi yang gemar mengeluh. Kebiasaan itu tumbuh dalam diri Anda karena Anda memendam ketakutan yang mendalam.

Ketakutan? Ketakutan akan apa?

Ketakutan kalau-kalau hasil kerja Anda mengecewakan!

Timbul kebiasaan gemar mengeluh dalam diri Anda karena pikiran bawah sadar Anda takut hasil kerja Anda tidak sempurna dan mengecewakan orang lain/atasan. Ketakutan itu mendorong Anda untuk bersembunyi di balik alasan/excuse. Ketakutan itu mendorong Anda untuk bersembunyi di balik keluhan.

Dan, karena ketakutan itu tempatnya di alam bawah sadar, sukar untuk bisa mengendalikannya. Tetapi, jangan khawatir. Jika Anda sulit menghilangkan kebiasaan itu, masih ada harapan untuk bisa lebih produktif. Caranya, jadikan kebiasaan tersebut menjadi kebiasaan yang konstruktif. Artinya, jadikan kebiasaan suka mengeluh menjadi kebiasaan yang dapat meningkatkan produktivitas Anda.

Bagaimana caranya?

Nah, dalam artikel ini, penulis akan mengajak Anda untuk mengupas beberapa cara mengubah kebiasaan suka mengeluh menjadi kebiasaan yang konstruktif. Untuk itu, jangan ke mana-mana. Simak artikel ini hingga selesai dan ambil manfaatnya yang WOW!

Sekarang, mari kita kupas cara yang pertama, yaitu mencari solusi.

1. Bukan sekadar mengeluh, tetapi mencari solusi

Seringkali, mengeluh menjadi sikap yang tidak produktif karena Anda sekadar mengeluh; Tujuan mengeluh bukan untuk mencari penyebab masalah, tetapi untuk bersembunyi dari kegagalan/kesalahan.

Nah, agar mengeluh menjadi kebiasaan yang konstruktif, rubahlah tujuan Anda. Mengeluhlah dengan tujuan mencari solusi, bukan untuk bersembunyi dari kesalahan.

Bagaimana contohnya?

Contoh:

Pekerjaan Anda menysaratkan Anda untuk menggunakan internet. Nah, suatu hari, deadline sudah di depan mata. Tetapi, pekerjaan Anda belum selesai. Ketika ditanya atasan, Anda mengeluh bahwa pekerjaan Anda belum selesai akibat gangguan internet. Anda mengeluh jaringan internet di kantor Anda sangat lelet.

Nah, agar keluhan itu produktif, jadikan keluhan itu sebagai titik mula mencari solusi. Anda dapat berpikir bahwa jika masalahnya adalah internet yang lelet, maka Anda dapat mengusulkan pihak manajemen untuk mengganti jasa internet yang lain.

2. Mengeluh pada orang yang tepat

Pernahkah Anda menyaksikan orang yang suka mengeluh soal jaringan internet yang lelet di media sosial?

Tentu pernah dan bahkan sering, bukan? Heheheh.

Lantas, menurut Anda, tepatkah mereka mengeluh di media tersebut?

Penulis berani bertaruh Anda menjawab, “Tentu saja tidak tepat!”.

Yup! Jawaban Anda itu tepat! Mengeluh internet lelet di media sosial tidak akan membawa solusi. Mengapa? Karena, keluhan itu tidak didengar oleh pihak yang memberikan jasa internet. Keluhan itu menjadi keluhan yang sia-sia.

Lalu, bagaimana agar keluhan tidak sia-sia? Mengeluhlah pada pihak yang tepat. Jika masalahnya adalah internet lelet, maka mengeluhlah pada pihak penyedia jasa internet, bukan pada semua orang di media sosial. Dengan begitu, si penyedia jasa dapat memperbaiki kualitas layanannya.

Dari contoh di atas, apa yang dapat Anda simpulkan?

Yup! Tepat! Agar mengeluh tidak sia-sia, Anda harus mengeluh pada pihak yang mampu menyelesaikan masalah Anda. Jika kinerja rekan kerja Anda menjadi sumber masalah, maka mengeluhlah padanya. Katakan bahwa apa yang dikerjakannya membuat tugas Anda terhambat. Dengan begitu, ia dapat memperbaiki kinerjanya. Pada akhirnya, ketika kinerjanya baik, maka tugas Anda pun lancar.

3. Negasikan keluhan

Apa yang membuat Anda mengeluh? Apa yang membuat Anda mengeluh yaitu rintangan/masalah yang menghambat kerja Anda. Anda terlalu berfokus pada rintangan/masalah itu sehingga lupa dengan hal-hal positif yang dapat Anda jadikan sebagai pijakan untuk mencapai goal.

Nah, karena Anda hanya melihat masalah/rintangan, Anda pun mengira goal Anda tidak dapat tercapai karena rintangan itu. Akhirnya, sikap tersebut turut memperparah diri Anda. Anda semakin terjerumus pada keluhan hingga akhirnya menyerah.

Lantas, bagaimana cara agar Anda tidak hanya berfokus pada rintangan? Negasikan keluhan Anda.

Bagaimana caranya?

Lihatlah sisi positif dari masalah yang Anda hadapi. Jika tidak ada sisi positifnya, lihatlah sekitar. Merenunglah sejenak. Carilah hal positif yang mampu mengantarkan Anda pada goal.

Contoh, Anda mengeluh jaringan internet lelet hingga menghambat proses kerja Anda. Anda pun berkata, “Jaringan lelet nih. Kerjaan jadi kacau. Huh!”

Untuk menegasikannya, tambahkan kalimat “tetapi…” di ujung keluhan Anda di atas menjadi:

Jaringan lelet nih. Kerjaan jadi kacau. Huh! Tetapi, tidak apa-apa. Sekarang lebih baik saya menegrjakan tugas yang tidak memerlukan jaringan internet dalam pengerjaannya.”

Atau, jika misalnya Anda mengalami kesulitan mengerjakan tugas, dan mengeluh susah, Anda dapat menegasikan kesusahan/kesulitan itu. caranya sama, dengan menambahkan kalimat “tetapi…” di ujung keluhan Anda.

Contoh: “Susah sekali mengerjakan tugas ini. Tetapi, saya bisa mengerjakannya pelan-pelan sambil meminta saran dari atasan.”

4. Ubah keluhan menjadi pertanyaan

Saat Anda mengeluh, ubahlah keluhan itu menjadi pertanyaan yang menggiring Anda pada solusi.

Contoh: Anda mengeluh susah saat mengerjakan tugas. Menurut Anda, tugas itu sangat berat.

Nah, agar keluhan Anda konstruktif, Anda dapat mengubahnya menjadi pertanyaan. Tanyakan pada diri Anda, “Apa yang membuat tugas ini susah?”

Dari pertanyaan itu, Anda tergerak untuk mencari penyebab yang menjadi sumber masalah. Akhirnya, setelah mengetahui penyebabnya, Anda pun dapat menangatasinya.

mengeluh

Contoh lain, Anda mengeluh ribet ketika mengerjakan tugas. Anda berkata, “Ribet banget nih!”

Ubah keluhan itu menjadi pertanyaan, “Bagaimana supaya tidak ribet?”

Dari pertanyaan itu, Anda pun terdorong untuk mencari solusi supaya tidak ribet.

5. Berfokus pada apa yang dapat Anda kontrol

Seringkali, orang mengeluh tentang cuaca, kemacetan di jalan, panasnya temperatur, atau hal-hal lain yang tidak dapat dikontrol. Tentu saja, keluhan seperti itu hanya membuang tenaga.

Mengapa? Karena, bagaimana pun juga kita tidak dapat mengontrolnya. Ia di luar kendali kita.

Contoh, Anda terlambat masuk kerja. ketika sampai kantor, Anda pun mengeluh, “Sial! Gara-gara macet, nih, jadi telat.

Nah, apakah dengan mengeluh lantas Anda menemukan solusi? Bagaimana pun juga, Anda tetap terlambat, bukan? Untuk itu, lebih baik berfokus pada apa yang dapat Anda kontrol. Jika masalahnya adalah kemacetan di jalan, Anda dapat beralih ke sepeda motor yang jauh lebih cepat dibanding mobil. Atau, Anda juga dapat beralih pada kereta api yang tidak terjebak macet.

6. Hindari perfeksionisme

Seringkali, Anda mengeluh karena Anda melihat sudah tidak ada harapan di depan; Anda melihat semuanya sudah hancur dan Anda tak dapat mencapai goal Anda.

Nah, agar keluhan menjadi keluhan yang konstruktif, rubahlah cara pandang Anda. Hindari sikap perfeksionis. Meskipun masalah/rintangan menggagalkan rencana Anda, bukan berarti rencana itu tidak bisa diperbaiki atau dilanjutkan. Terkadang, Anda masih dapat menjalankan rencana itu dengan cara/alur yang agak berbeda.

7. Menunjuk masalah, bukan individu

Ketika dihadapkan pada masalah, tunjuklah masalah itu sebagai biang kerok kegagalan Anda. Hindari menunjuk orang lain sebagai sumber kegagalan.

Mengapa? Karena, yang membuat orang itu salah bukanlah pribadinya, melainkan masalah yang ditimbulkannya. Alangkah lebih baik mengajaknya bicara, mengkritiknya, atau memberitahu letak kesalahannya. Dengan begitu, ia dapat memperbaiki kesalahan tersebut.

Mengeluh merupakan sikap yang destruktif. Ia dapat menghambat produktivitas kerja. saat mengeluh, seringkali keluhan itu datang dari rasa takut akan hasil yang mengecewakan. Keluhan yang seperti itu hanya bertujuan untuk bersembunyi dari kegagalan/kesalahan. Dan, karena itu, keluhan seperti itu destruktif.

Tetapi, Anda masih dapat menggunakan kebiasaan mengeluh untuk mencapai tujuan Anda. caranya seperti yang dipaparkan di atas.

Sekarang saatnya Anda untuk mencoba cara di atas. semoga, cara di atas dapat membantu Anda mengubah kebiasaan mengeluh menjadi kebiasaan yang produktif.

Rina Ulwia
 

Rina Ulwia mulai terjun ke dunia penulisan semenjak lulus pendidikan S1 di salah satu perguruan tinggi Islam di Jawa Tengah. Ketertarikannya dengan dunia tulis-menulis bermula ketika ia menjadi editor di salah satu penerbit buku pendidikan terkemuka di Indonesia. Semenjak itu, ia aktif menuangkan ide ke dalam tulisan. Perempuan yang hobi membaca buku ini menaruh minat pada semua bidang. Ia suka berdikusi mengenai berbagai topik. Dari filsafat hingga musik, dari ekonomi hingga sastra, semua ia diskusikan di sela-sela kesibukan kerja. Memiliki banyak pengalaman yang menguji aspek psikis dan psikologisnya membuat perempuan kelahiran 1985 ini menaruh perhatian besar pada dunia pengembangan diri. Ia bergabung dengan Aquarius Resources, event organizer yang bergerak di bidang reedukasi pengembangan diri sebagai creative writer. Baginya, berkecimpung di dunia pengembangan diri memberikan banyak manfaat. Selain dapat mengembangkan diri, ia juga dapat membantu orang lain lewat tulisan-tulisannya.

>