Pada artikel sebelumnya, yang berjudul Waktunya Berhenti Berkata “Ya”, dijelaskan bahwa orang yang selalu berkata “ya” terhadap setiap permintaan orang lain mengindikasikan bahwa orang tersebut memiliki kecenderungan sosiotropi/sociotropy.

Dalam artikel itu, dijelaskan bahwa sosiotropi adalah kecenderungan di mana orang yang mengidapnya senantiasa haus akan penerimaan sosial. Seorang sosiotropik memiliki ketakutan yang berlebihan bahwa orang lain tidak bersedia menerima keberadaannya.

Dan, karena ketakutan itu, seorang sosiotropik rela melakukan apa pun demi dapat diterima oleh orang lain, sekali pun orang lain telah menerima keberadaannya.

Jika Anda seorang sositropik, maka Anda akan meng-iya-kan setiap permintaan teman-teman Anda; Anda akan cemas dan merasa bersalah manakala tidak dapat menyanggupi permintaan mereka. Bukan hanya itu, yang jauh lebih parah, Anda akan membuang kesempatan Anda untuk menjadi lebih unggul dibanding teman-teman Anda. Mengapa? Karena, Anda takut mereka iri terhadap Anda jikalau Anda mengungguli mereka. Selain itu, Anda juga akan menyetujui pendapat orang lain, sekalipun pendapat itu bertentangan dengan prinsip Anda. Ini artinya, Anda mencampakkan prinsip Anda demi membuat orang lain senang.

Jika Anda seorang sosiotropik, kesemua perilaku di atas Anda lakukan hanya demi diterima oleh lingkungan. Sekalipun sebenarnya lingkungan menerima keberadaan Anda dan tidak merasa terganggu dengan keberadaan Anda, tetap saja Anda memiliki ketakutan yang ekstrem bahwa mereka membenci Anda.

Nah, dengan melihat perilaku-perilaku yang muncul lantaran kecenderungan sosiotropi sebagaimana dijelaskan di atas, kita tahu bahwa sosiotropi membawa dampak yang negatif bagi kita. Sosiotropi membuat kita menjadi orang yang penurut, tidak memiliki keberanian, bergantung pada keinginan orang lain, dan bahkan membuang kesempatan untuk menjadi unggul. Dan, karena sositropi membawa dampak negatif, maka kita perlu melenyapkan kecenderungan itu di dalam diri kita.

Apabila saat ini Anda memiliki kecenderungan sosiotropi, apabila Anda merasa selama ini terjebak untuk selalu berkata “ya” pada setiap permintaan teman-teman Anda dan mengesampingkan keinginan Anda sendiri, apabila Anda mengorbankan kesuksesan/prestasi Anda demi menghindari konflik (menghindari rasa iri) dengan teman-teman Anda, maka sekaranglah saatnya untuk berhenti bersikap seperti itu. Sekaranglah saatnya untuk mendengarkan kata hati Anda dan berkata “tidak” pada permintaan teman-teman Anda. Sekarang saatnya mengambil kesempatan untuk mengungguli mereka.

Pertanyaannya, bagaimana cara melenyapkan kecenderungan sosiotropi dalam diri Anda? Nah, dalam artikel ini, akan dibahas beberapa cara untuk melenyapkan kecenderungan sosiotropi. Semoga hadirnya artikel ini memberikan manfaat bagi Anda.

Sekarang, yuk, langsung saja kita simak cara yang pertama, yaitu dengarkan kata hati Anda.

Dengarkan kata hati Anda

Saat seorang teman meminta Anda untuk melakukan sesuatu, jangan gegabah untuk meng-iya-kan permintaannya. Berilah waktu pada diri Anda sendiri untuk mendengarkan kata hati Anda. Tanyakan pada diri Anda apakah Anda akan membantunya karena Anda memang ingin membantu atau karena Anda takut ia marah/membenci Anda jika Anda menolak.

Jika lubuk hati Anda menjawab bahwa Anda akan membantu karena takut ia marah, maka itu pertanda Anda perlu menolak permintaannya. Dengarkan kata hati Anda. Dengarkan apa yang ia katakan. Apakah ia berkata, “Dia sudah kesekian kali memintaku. Aku sudah tidak tahan”? Apakah hati Anda berkata, “Permintaannya bertentangan dengan prinsipku”?

Pertimbangkan

Jika seorang teman meminta Anda untuk melakukan suatu hal, berilah waktu pada diri Anda untuk berpikir. Pertimbangkan apakah Anda memiliki waktu untuk mengerjakannya. Pertimbangkan pula apakah Anda mampu mengerjakannya, apakah hal itu membebani Anda atau tidak. Jangan gegabah untuk berkata “ya” pada setiap permintaan teman Anda.

Hadapi rasa takut

Cara selanjutnya yaitu, bagaimana pun juga, Anda harus melawan rasa takut Anda. Jika Anda memiliki ketakutan yang ekstrem bahwa orang lain tidak berkenan menerima Anda, maka cara terbaik yaitu melawan rasa takut itu.

Dalam psikologi, cara seperti ini disebut sebagai exposure therapy (terapi paparan). Cara ini lumrah dilakukan dalam penyembuhan fobia dan kecemasan. Dengan terapi paparan, orang yang fobia terhadap ketinggian diminta untuk membiasakan diri berada pada ketinggian tertentu, misalnya dengan membiasakan diri naik pesawat terbang.

Dengan cara itu, lama-kelamaan orang yang bersangkutan terbiasa dengan ketinggian.

Nah, dalam kasus Anda, yang memiliki ketakutan ekstrem terhadap penolakan orang lain, maka yang harus Anda lakukan yaitu membiasakan diri terhadap penolakan orang lain. Caranya yaitu dengan membiasakan diri menolak permintaan orang lain jika memang lubuk hati Anda menolak melakukan permintaan itu. Hadapi jika memang mereka marah/sinis terhadap Anda lantaran Anda menolak permintaannya. Sadari bahwa kesinisan/kemarahannya kepada Anda tidak lantaran membuat hidup Anda hancur.

Ada kabar baik saat Anda melakukan terapi di atas, yakni orang lain belum tentu kesal, marah, atau membenci Anda manakala Anda menolak menuruti permintaannya; Sebenarnya, orang lain berteman dengan Anda bukan karena Anda selalu meng-iya-kan permintaannya. Sebaliknya, mereka mau berteman dengan Anda karena memang dia mengenal Anda sebagai orang yang baik.

Mengapa penulis yakin bahwa orang lain bersedia menerima/berteman dengan Anda sekalipun Anda tidak selalu berkata “ya” pada permintaannya? Coba perhatikan di sekitar Anda. Coba perhatikan bagaimana orang-orang di lingkungan Anda (lingkungan kantor, misalnya) saling berinteraksi. Perhatikan apakah mereka selalu saling menuruti kemauan di antara mereka? Apakah mereka selalu menyetujui perkataan teman-teman mereka? Tidak, bukan?

Dalam berteman, senantiasa ada perbedaan pandangan, kesetujuan, ketidaksetujuan, penolakan (untuk melakukan keinginan orang lain), dan persetujuan (untuk melakukan keinginan orang lain). Mereka bersikap sebagaimana seharusnya: Setuju pada pandangan orang lain jika memang pandangan itu sesuai dengan prinsip mereka; Menolak pandangan orang lain jika memang pandangan itu tidak sesuai dengan prinsip mereka; Setuju melakukan permintaan orang lain jika memang sanggup dan ingin membantu; Menolak permintaan orang lain jika memang tidak sanggup melakukannya dan memang sedang tidak ingin membantu.

Dengan sikap seperti di atas, orang-orang di lingkungan Anda (lingkungan kantor) bisa saling memahami dan memaklumi jika terdapat perbedaan di antara mereka. Selain itu, mereka juga saling memahami jika di antara mereka tidak selalu bisa saling memenuhi permintaan di antara mereka.

Nah, karena Anda bagian dari mereka (Anda bagian dari komunitas kantor tersebut), maka itu artinya perlakuan mereka terhadap Anda sama dengan perlakuan mereka terhadap sesama anggota komunitas ( kantor) tersebut.

Anda adalah bagian dari komunitas kantor tempat Anda bekerja. Itu artinya, Anda menjadi teman bagi orang-orang yang bekerja di kantor itu. Tidak perlu merasa asing terhadap sesama karyawan yang bekerja di kantor tersebut. Anggaplah mereka sebagai teman, karena memang demikian keadaannya.

Dengan menyadari bahwa Anda adalah bagian dari mereka, maka Anda pun paham bahwa perlakuan mereka terhadap Anda sama dengan perlakuan mereka terhadap sesama mereka. Mereka menganggap Anda sebagai sesama mereka. Ini artinya, mereka memperlakukan Anda layaknya teman, yang kadang setuju dengan ucapan dan permintaan mereka, tetapi tak jarang juga menolak pendapat dan permintaan mereka.

Jadi, kuncinya yaitu, sadari bahwa Anda bagian dari teman-teman Anda, di mana sebagai teman, Anda tidak perlu bersikap asing dan formal/kaku terhadap mereka.

Namun demikian, yang perlu Anda perhatikan, saat menolak permintaan mereka, tolaklah sedemikian sehingga mereka tidak tersinggung dan tidak marah. Caranya, tidak perlu Anda frontal saat menolak permintaan mereka. Tolaklah permintaan mereka dengan candaan. Selain itu, Anda juga bisa menolak permintaan mereka dengan menjelaskan alasannya. Berikan alasan mengapa Anda menolak permintaan mereka.

Penulis yakin, mereka tidak akan memusuhi Anda hanya lantaran Anda menolak permintaan/tidak setuju dengan pendapat mereka.

Rina Ulwia
 

Rina Ulwia mulai terjun ke dunia penulisan semenjak lulus pendidikan S1 di salah satu perguruan tinggi Islam di Jawa Tengah. Ketertarikannya dengan dunia tulis-menulis bermula ketika ia menjadi editor di salah satu penerbit buku pendidikan terkemuka di Indonesia. Semenjak itu, ia aktif menuangkan ide ke dalam tulisan. Perempuan yang hobi membaca buku ini menaruh minat pada semua bidang. Ia suka berdikusi mengenai berbagai topik. Dari filsafat hingga musik, dari ekonomi hingga sastra, semua ia diskusikan di sela-sela kesibukan kerja. Memiliki banyak pengalaman yang menguji aspek psikis dan psikologisnya membuat perempuan kelahiran 1985 ini menaruh perhatian besar pada dunia pengembangan diri. Ia bergabung dengan Aquarius Resources, event organizer yang bergerak di bidang reedukasi pengembangan diri sebagai creative writer. Baginya, berkecimpung di dunia pengembangan diri memberikan banyak manfaat. Selain dapat mengembangkan diri, ia juga dapat membantu orang lain lewat tulisan-tulisannya.

>