Pada artikel sebelumnya, kita telah membahas apa itu optimisme yang berlebihan, perilaku-perilaku yang timbul dari optimisme itu, dan dampak-dampak dari perilaku itu bagi diri kita mau pun bagi orang lain.

Dalam artikel itu, dijelaskan bahwa salah satu perilaku/sikap yang timbul dari optimisme yang berlebihan yaitu menetapkan goal yang irrasional alias tidak realistis.

Penjelasannya yakni optimisme yang berlebihan membuat orang yang bersangkutan menutup mata terhadap semua fakta negatif yang relevan mengenai situasi yang sedang dihadapinya. Nah, karena ia menutup mata dari fakta yang relevan, maka ia tidak mampu menyusun strategi yang efektif bertolak dari fakta-fakta itu. Apa yang ia lakukan untuk mencapai goal-nya tidak mempertimbangkan situasi dan kondisi yang ada. Lebih jauh, ia tidak peduli apakah goal yang ia tetapkan sesuai dengan kemampuannya (kesempatan, modal material, skill) atau tidak. Ia tidak memedulikan persyaratan yang dibutuhkan untuk mencapai goal itu. Baginya, yang penting adalah menetapkan goal/tujuan yang setinggi-tingginya.

Tentu saja, strategi yang serampangan (tidak mempertimbangkan situasi dan fakta-fakta yang ada, serta tidak mempertimbangkan persyaratan yang dibutuhkan) itu merupakan resep kegagalan yang paaaaling mujarab. Dengan strategi seperti itu, kemungkinan untuk gagal jauh lebih besar dibanding kemungkinan untuk sukses.

Nah, dalam artikel ini, kita akan mengulas bagaimana menghindari strategi yang serampangan seperti itu.

Di sini, karena strategi yang serampangan itu muncul lantaran kita mengabaikan fakta-fakta yang relevan, di mana pengabaian terhadap fakta-fakta yang relevan itu disebabkan karena kita terlalu optimis sehingga berani menetapkan goal yang irrasional/tidak realistis, maka menghindari strategi yang serampangan itu hanya bisa dilakukan dengan membuat goal kita yang tadinya belum rasional menjadi rasional. Ini artinya pula, kita mengambil aksi nyata untuk merealisasikan goal tersebut.

Lantas, bagaimana cara merasionalkan dan merealisasikan goal kita? Yuk, langsung saja kita simak uraian selengkapnya berikut ini.

Syarat

Sebagaimana disebutkan di atas, optimisme yang berlebihan membutakan mata kita terhadap fakta-fakta yang relevan dengan situasi yang sedang/akan kita hadapi. Optimisme yang berlebihan mendorong kita untuk mengabaikan fakta/kenyataan mengenai kondisi dan situasi kita, di mana dampak dari pengabaian itu yaitu, kita terlalu berani dan percaya diri menetapkan goal yang tinggi, yang bahkan mustahil dapat kita capai.

Jadi, kita berani dan percaya diri menetapkan goal yang irrasional/mustahil kita capai karena kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, kita tidak tahu keterbatasan kita.

Di sini, kita bagaikan anak kecil yang belum mengetahui bahaya binatang buas, ular, misalnya, di mana karena ketidaktahuan itu, kita berani menangkap ular tersebut dengan tangan telanjang.

Meskipun keberanian itu hebat, tetapi keberanian seperti itu sangat berbahaya. Keberanian itu dapat membunuh dan menghancurkan kita.

Dalam pengandaian itu, untuk menghindari bahaya ular, orangtua sang anak harus menginformasikan bahaya ular kepadanya supaya ia dapat menhindari bahaya tersebut. Ini artinya, sang orangtua memberitahukan informasi/fakta-fakta yang relevan mengenai ular, yakni bahwa ular memiliki gigi yang tajam, di mana dengan gigi itu, ia mampu menggigit orang hingga terluka; bahwa ular memiliki bisa yang dapat membunuh orang.

Dengan informasi/fakta yang relevan di atas, sang anak mampu memikirkan/mempertimbangkan syarat-syarat yang dibutuhkan untuk menangkap ular itu dengan aman.

Nah, sama halnya dengan pengandaian di atas, yang harus Anda lakukan pertama kali setelah Anda menetapkan sebuah goal yaitu mengetahui informasi/fakta yang relevan tentang goal tersebut, serta fakta yang relevan mengenai kondisi/posisi Anda. Dengan demikian, Anda mampu mempertimbangkan syarat-syarat yang dibutuhkan untuk mencapai goal tersebut; Anda tahu harus dari mana Anda memulai perjuangan untuk mencapai goal tersebut.

Sebagai contoh, Anda memiliki goal untuk menjadi seorang musisi. Maka, yang pertama kali harus Anda lakukan adalah mencari informasi yang relevan mengenai musisi seperti informasi mengenai skill yang dibutuhkan untuk menjadi seorang musisi, di mana Anda bisa mempelajari skill itu, berapa waktu yang dibutuhkan untuk menguasai skill itu.

Selanjutnya, setelah mengetahui informasi relevan mengenai musisi, Anda pun harus menyesuaikan kondisi/situasi Anda dengan informasi itu. Maksudnya, jika sekarang Anda belum menguasai skill yang dibutuhkan untuk menjadi musisi, tentu Anda butuh waktu yang lebih lama/banyak untuk menguasai skill itu dibanding jika Anda telah menguasai skill itu sebelumnya.

Jika Anda tidak mengetahui informasi yang relevan mengenai musisi serta mengenai posisi/kondisi Anda sekarang, maka Anda bagaikan mengejar goal itu dengan mata tertutup. Anda tidak tahu apa yang harus Anda lakukan untuk mengerjar goal itu. Anda bahkan tidak tahu apakah goal itu berada dalam jangkauan Anda atau tidak.

Secara garis besar, syarat-syarat mencapai goal yaitu kesempatan, modal material, skill, kesungguhan, dan bakat/kelebihan.

1. Kesempatan

Kita harus memiliki kesempatan/oportunity yang dibutuhkan untuk mewujudkan goal kita. Tanpa kesempatan, kita tidak akan sampai pada goal itu.

Sebagai contoh, Anda ingin menjadi musisi. Syarat menjadi musisi yaitu menguasai skill memainkan alat musik, mampu membaca not balok dan not angka, menciptakan lagu, menuliskan lagu ke dalam not balok dan not angka, dan sebagainya.

Nah, saat ini, Anda belum menguasai skill-skill itu. Untuk itu, Anda perlu belajar musik dari dasar.

Tetapi, ada kendala yang menghambat Anda yakni Anda tidak memiliki waktu yang cukup untuk mempelajari skill-skill itu.

Di sini, kurangnya waktu/kesempatan membuat goal Anda menjadi goal yang irrasional/tidak realistis.

Anda ingin menjadi musisi, tetapi tidak pernah meluangkan waktu untuk belajar not balok, tidak pernah belajar memainkan alat musik. Tentu, saja, keinginan Anda itu mustahil terwujud.

Untuk itu, untuk merealisasikan goal Anda, Anda harus meluangkan waktu untuk belajar musik. Korbankan waktu luang Anda untuk belajar.

2. Modal material

Selain skill, kita juga butuh modal material untuk mewujudkan goal kita.

Sebagai contoh, Anda ingin menjadi musisi. Seorang musisi senantiasa berkutat dengan instrumen musik.

Nah, untuk itu, untuk menjadi musisi, Anda harus memiliki perkakas-perkakas yang dibutuhkan, seperti instrumen musik.

Jika saat ini Anda belum memiliki perkakas itu, lakukan cara apa pun untuk mendapatkannya. Anda bisa meminjam instrumen musik atau membelinya.

3. Skill

Syarat selanjutnya yaitu skill. Untuk mencapai suatu goal, Anda harus memiliki skill yang memadahi untuk mencapai goal itu.

Jika saat ini Anda belum menguasai skill itu, Anda harus mempelajarinya sedemikian sehingga Anda menguasainya dengan baik.

4. Kesungguhan

Apa artinya kesempatan, modal material, dan skill jika Anda tidak bersungguh-sungguh dalam mengejar goal Anda?

Jika Anda tidak bersungguh-sungguh, maka kemungkinan yang bakal terjadi yaitu Anda akan menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Anda bukannya menggunakan kesempatan itu untuk mengejar goal Anda, melainkan justru menghabiskan kesempatan itu untuk melakukan hal lainnya.

Selain itu, jika Anda tidak bersungguh-sungguh, maka Anda niscaya mudah menyerah manakala menemui kesulitan dalam mengejar goal itu.

5. Bakat/kelebihan

Dalam buku yang berjudul The Answer, John Assaraf dan Murray Smith menjelaskan bahwa kita harus memiliki optimisme yang tinggi bahwa kita mampu menjadi apa pun yang kita inginkan; bahwa kita mampu meraih goal apa pun, sekali pun goal itu tampak mustahil kita gapai.

Tetapi, masih dalam buku yang sama, keduanya menekankan bahwa kita harus menyesuaikan goal itu dengan kelebihan/bakat alami kita. Alangkah lebih baik jika kita tidak menetapkan sebuah goal, di mana untuk meraih goal tersebut, kita harus memiliki skill yang menjadi kelemahan/kekurangan kita.

Sebagai contoh, Anda ingin menjadi seorang musisi. Untuk menjadi seorang musisi dibutuhkan kecerdasan musik. Padahal, kelemahan Anda justru terdapat pada kecerdasan musik. Secara alami, Anda memang tidak sensitif terhadap suara. Padahal, sensitivitas terhadap suara merupakan salah satu kemampuan yang wajib Anda miliki untuk menjadi musisi.

Nah, dengan kondisi Anda di atas, niscaya Anda menemui banyak kesulitan dalam meraih goal Anda (menjadi musisi). Dan, bahkan, kemungkinan terburuknya, Anda justru dapat mengacaukan semuanya.

Oleh karena itu, saat menentukan sebuah goal, Anda perlu mempertimbangkan bakat/kelebihan Anda. Tentukan goal yang pencapaiannya diperlukan skill yang menjadi bakat/kelebihan Anda. sebaliknya, hindari goal yang pencapaiannya diperlukan skill yang menjadi kelemahan/kekurangan Anda.

Jika Anda memaksakan diri untuk tetap meraih goal yang kedua (goal yang pencapaiannya dibutuhkan skill yang menjadi kelemahan Anda), kemungkinan yang bakal terjadi yaitu Anda akan mengalami kegagalan.

Bagaimana jika gagal?

Setelah menyimak uraian di atas, kita tahu bahwa kita bisa meraih goal yang tampak mustahil karena keterbatasan kita. Caranya yaitu dengan menjadikan goal itu realistis/rasional.

Nah, cara untuk merasionalkan goal yang irrasional yaitu dengan memenuhi semua persyaratan yang dibutuhkan untuk meraih goal itu. Ini artinya, kita mengambil tindakan sedemikian sehingga dapat melampaui keterbatasan kita.

Sebagai contoh, kita ingin menjadi musisi terkenal. Padahal, kita sama sekali tidak mengetahui seluk beluk dunia musik. kita tidak pernah mengenal notasi musik, tidak pernah menggunakan instrumen musik.

Nah, kesemua hal di atas merupakan keterbatasan kita. dengan keterbatasan itu, mustahil kita dapat menjadi seorang musisi yang terkenal. Untuk itu, untuk dapat menjadi musisi yang terkenal, pertama-tama kita harus terbebas dari keterbatasan itu.

Cara untuk membebaskan diri dari keterbatasan di atas yaitu dengan mengenal dunia musik, belajar musik dari dasar, belajar membuat lagu, dan memainkan alat musik.

Setelah kita terbebas dari keterbatasan di atas, barulah goal kita (menjadi musisi) menjadi goal yang realistis.

Sekarang, pertanyaannya, bagaimana jika kita gagal setelah berulang kali mencoba meraih sebuah goal? Bagaimana jika kita tetap gagal, padahal semua persyaratan untuk meraih goal itu telah kita penuhi seluruhnya?

Jika kita telah mencoba berulang kali, tetapi tetap saja gagal, maka tidak ada salahnya untuk berhenti mencoba dan beralih pada goal lainnya.

Berhenti mencoba dan beralih pada goal lain berbeda dengan menyerah. Seseorang yang menyerah tidak sungguh-sungguh mencoba meraih goal/impiannya. Ia senantiasa menyerah begitu menemui kesulitan dalam meraih goal-nya.

Yang perlu Anda ingat, saat Anda beralih ke goal lainnya, pastikan bahwa dalam mencapai goal tersebut dibutuhkan skill yang menjadi bakat/kelebihan Anda. Hindari goal yang dalam pencapaiannya dibutuhkan skill yang menjadi kelemahan Anda. Mengapa? Karena, kekurangan Anda itu niscaya mempersulit Anda dalam meraih goal tersebut.

Tidak semua impian, keinginan, dan tujuan kita bisa terpenuhi. Terkadang, kita harus rela dan menerima jika apa yang kita inginkan tidak dapat terwujud, sekalipun kita telah berusaha keras meraihnya.

Apa yang kita butuhkan adalah kemampuan untuk berpikir secara realistis, menimbang-nimbang apakah kegagalan kita disebabkan ketidakseriusan kita, atau disebabkan oleh keterbatasan kita.

Jika kita gagal karena keterbatasan kita, maka kita tidak perlu kecewa dan frustasi. Mengapa? Itu artinya, kita memang tidak dipersiapkan untuk meraih goal itu. goal itu bukan untuk kita. Kabar baiknya, di luar sana, kita dapat meraih goal apa pun yang kita inginkan, yang sesuai dengan kemampuan yang kita miliki.

Rina Ulwia
 

Rina Ulwia mulai terjun ke dunia penulisan semenjak lulus pendidikan S1 di salah satu perguruan tinggi Islam di Jawa Tengah. Ketertarikannya dengan dunia tulis-menulis bermula ketika ia menjadi editor di salah satu penerbit buku pendidikan terkemuka di Indonesia. Semenjak itu, ia aktif menuangkan ide ke dalam tulisan. Perempuan yang hobi membaca buku ini menaruh minat pada semua bidang. Ia suka berdikusi mengenai berbagai topik. Dari filsafat hingga musik, dari ekonomi hingga sastra, semua ia diskusikan di sela-sela kesibukan kerja. Memiliki banyak pengalaman yang menguji aspek psikis dan psikologisnya membuat perempuan kelahiran 1985 ini menaruh perhatian besar pada dunia pengembangan diri. Ia bergabung dengan Aquarius Resources, event organizer yang bergerak di bidang reedukasi pengembangan diri sebagai creative writer. Baginya, berkecimpung di dunia pengembangan diri memberikan banyak manfaat. Selain dapat mengembangkan diri, ia juga dapat membantu orang lain lewat tulisan-tulisannya.

>