“Writing requires careful thought, a great deal of planning, constant review of your work-in-progress….”
-Mike Alexander dalam Good Writing Leads to Good Testing
Rasa ingin tahu memang saaaaangat penting. Ia merupakan satu-satunya hal yang membuat kita cinta belajar.
Bagaimana tidak? Karena ingin mengetahui apa yang terjadi sebenarnya, kita pun terdorong untuk menggali informasi lebih dalam, membaca lebih banyak buku, mempertanyakan semua hal, dan tak pernah berhenti belajar.
Manfaat rasa ingin tahu dapat kita saksikan dalam keberhasilan Albert Einstein. Sang penemu teori relativitas itu mengakui bahwa kesuksesannya menemukan ide-ide besar bukan lantaran kejeniusannya, melainkan lantaran rasa ingin tahunya yang tinggi. Rasa ingin tahu itu mendorongnya untuk terus menggali informasi dan mempertanyakan semua hal. Dan, dari situ, lahirlah ide-ide besar.
Tetapi, pertanyaannya, bagaimana cara membangkitkan rasa ingin tahu? Mengapa tak semua orang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi? Mengapa rasa ingin tahu Albert Einstein berbeda dengan rasa ingin tahu rata-rata orang? Apakah karena Albert Einstein kelewat cerdas?
Hmmm, semua hal tentu ada sebabnya, tak terkecuali rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu tidak datang dari sononya. Ada sebab mengapa rasa ingin tahu seseorang tinggi, sementara rasa ingin tahu yang lain rendah.
Apa sebabnya?
Untuk mengetahuinya, langsung saja kita simak penjelasan berikut ini.
Rasa Ingin Tahu dan Information Gap
Pada tahun 1994, George Loewenstein, pakar dari Universitas Carnegie-Mellon menemukan teori Information Gap. Teori itu menyimpulkan bahwa rasa ingin tahu muncul dari adanya information gap.
Apa itu information gap?
Information gap adalah keganjilan dalam sebuah informasi. Keganjilan itu muncul karena informasi yang diterima tidak lengkap atau tidak benar.
Contohnya apa?
Anda sedang bersantai. Tiba-tiba, seorang teman menghampiri Anda dan berkata, “Tahu gak, ada lho orang yang ga pake helm, kecelakaan dan kepalanya kebentur trotoar tapi ngga kenapa-napa. Justru orang yang pake helm malah gegar otak gara-gara kebentur trotoar.”
Mendengar informasi itu, penulis jamin Anda penasaran bagaimana bisa orang yang tidak memakai helm tidak mengalami gegar otak saat kepalanya terbentur trotoar.
Apa yang membuat Anda penasaran tak lain gap dalam informasi itu. Ada yang ganjil dalam informasi tersebut. Dan, keganjilan/gap itu membangkitkan rasa ingin tahu Anda, mendorong Anda untuk menggali lebih dalam.
Nah, penyebab mengapa ada sementara orang yang punya rasa ingin tahu yang tinggi sedangkan yang lain tidak adalah information gap. Orang yang rasa ingin tahunya besar MENYADARI adanya gap dalam informasi yang diterimanya. Sebaliknya, mereka yang rasa ingin tahunya rendah TIDAK MENYADARI adanya gap dalam informasi yang mereka serap.
Teori information gap bayak digunakan dalam industri film atau fiksi. Film yang berhasil membuat penontonnya penasaran tentu jaaaauh lebih laku ketimbang film yang mudah ditebak alur ceritanya. Demikian juga, fiksi yang penuh teka-teki tentu lebih menarik ketimbang fiksi yang ceritanya biasa saja. Dan, salah satu cara membuat penonton/pembaca penasaran yaitu dengan menghadirkan gap di sela-sela cerita.
Untuk itu, industri film dan buku menuntut para sutradara dan penulis untuk menyisipkan gap di dalam karya mereka.
Strategi marketing online juga memanfaatkan teori information gap. Contoh mudahnya dapat kita jumpai pada situs-situs penyedia informasi di mana sebuah informasi sengaja disajikan dalam halaman yang berbeda-beda.
Misalnya, sebuah situs menyajikan artikel berjudul 7 Alasan Anda Harus Mewaspadai Kanker. Alasan pertama dimuat di halaman 1; Alasan ke-2 dimuat di halaman kedua; Alasan ke-3 dimuat di halaman ke-3, dan seterusnya.
Dengan setting yang seperti itu, pembaca terdorong untuk mengklik masing-masing halaman agar dapat mengetahui ketujuh alasan mewaspadai kanker.
Tahukah Anda, desain web yang seperti itu ditujukan untuk menghadirkan information gap, di mana information gap itu memicu pembaca untuk betah berlama-lama di website tersebut.
Sekarang pertanyaannya, jika information gap membangkitkan rasa ingin tahu, bagaimana cara menemukan gap dalam setiap informasi yang Anda peroleh?
Ingin tahu jawabannya? Yuk, langsung saja kita simak penjelasan berikut ini.
Menulis untuk Membangkitkan Rasa Ingin Tahu
Sebenarnya, information gap ada di mana-mana. Setiap informasi yang kita peroleh, entah dari buku, artikel, audio book, ceramah orang, semuanya senantiasa mengandung gap/celah/keganjilan. Gap bisa disebabkan karena informasi itu disampaikan secara tidak utuh, tidak sistematis, atau karena informasi itu memang tidak valid.
Tapi, seringkali, kita tidak menyadari adanya gap. Kita mengira informasi itu lengkap, benar, dan tidak perlu digali lagi. Kita merasa kita sudah memahami dan menyerap informasi itu dengan penuh. Tidak muncul rasa penasaran dalam diri kita.
Kalau begitu, lantas bagaimana cara menemukan gap dalam setiap informasi yang kita serap?
Kuncinya yaitu MENULIS!
Mengapa menulis?
Mike Alexander dalam Good Writing Leads to Good Testing menjelaskan,
“Writing requires careful thought, a great deal of planning, constant review of your work-in-progress….”
Aktivitas menulis menuntut kita untuk berpikir lebih hati-hati, menyusun perencanaan yang baik, dan secara berkala memeriksa tulisan yang sedang digarap.
Menurut pengalaman penulis sendiri, memang aktivitas menulis (artikel) membutuhkan pemikiran yang lebih hati-hati, lebih sistematis, dan detail.
Menulis mendorong bawah sadar untuk lebih hati-hati dan detail dalam berpikir. Mengapa? Tujuannya sederhana: agar pembaca nantinya tidak banyak protes, kritik, dan bertanya. Selain itu, agar pembaca setuju dengan tulisan yang ditulis.
Nah, karena menulis membuat kita berpikir detail, sistematis, dan hati-hati, kita jaaaaaauh lebih mudah menyadari adanya gap dalam pemahaman kita ketika kita menuliskan pemahaman itu dalam artikel atau bentuk tulisan lainnya.
Dan, saat kita menyadari ada gap dalam pemahaman kita, kita pun terdorong untuk menggali leeeeeebih dalam.
Jadi, untuk membangkitkan rasa ingin tahu, kita dapat menuliskan kembali informasi yang kita peroleh dari buku, artikel, dan berdiskusi. Tuliskan pemahaman Anda dalam bentuk artikel. Menulislah seolah-olah tulisan itu ditujukan untuk orang lain.
Dengan begitu, pikiran bawah sadar Anda mendorong Anda untuk lebih hati-hati, sistematis,dan detail dalam berpikir.
“Tapi, gimana mau menuliskan informasi yang saya peroleh dari membaca? Orang saya saja tak pernah membaca buku. Justru saya penasaran cara membangkitkan rasa ingin tahu, tujuannya supaya saya terus termotivasi membaca, terus termotivasi untuk belajar. Gimana mau menuliskan informasi yang saya peroleh dari membaca kalau saya saja tak pernah membaca?” demikian tanya Anda.
Heheheh.. Yup! Pertanyaan yang bagus! Bagaimana Anda menuliskan informasi yang Anda peroleh dari membaca jika Anda sendiri tak pernah membaca buku?!
Tetapi, RASA INGIN TAHU MEMANG HARUS DIPANCING atau DISENTIL. Ia tak bisa tiba-tiba datang. Anda harus memancingnya dengan teka-teki. Dan, pada hakikatnya, teka-teki adalah informasi yang disampaikan secara terpotong-potong, tidak utuh.
Jadi, bagaimana pun juga, untuk membangkitkan rasa ingin tahu, Anda perlu terlebih dulu membaca buku atau menggali informasi lewat sarana lainnya, seperti berdebat, berdiskusi, dan mendengar penjelasan orang lain. Dengan begitu, Anda memperoleh informasi (yang terpotong-potong).
Jika Anda tidak termotivasi untuk membaca buku, Anda dapat membaca artikel (atau tulisan yang lebih pendek dari buku), mendengarkan audio book, berdiskusi dengan orang lain, atau pun berdebat.
Setelah merasa paham informasi (yang Anda peroleh dari artikel, mendengar audio book, dan berdiskusi) itu di luar kepala, cobalah Anda tuangkan pemahaman Anda dalam tulisan. Biarkan pikiran bawah sadar menuntun Anda untuk berhati-hati, sistematis, dan detail dalam menulis. Dengan begitu, gap-gap dalam pemahaman Anda menyeruak, mendorong Anda untuk menggali lebih dalam dan melengkapinya dengan informasi lain.
Nah, demikianlah bagaimana membangkitkan rasa ingin tahu dengan menulis. Pengalaman menulis berbeda dengan pengalaman membaca. Menulis jaaaaaaauh lebih membuat Anda menyadari pemahaman Anda, membuat Anda sadar bahwa pemahaman Anda ada yang kurang, ada keganjilan, dan gap. Oleh karena itu, untuk membangkitkan rasa ingin tahu Anda, jangan ragu untuk menulis!
Baca juga:
Menumbuhkan Rasa Ingin Tahu pada Anak