“Kamu bersikap yang dewasa, dong!”
“Dewasa dikit, napa!”
Pernahkah orang lain berkata seperti di atas kepada Anda?
Jika jawabannya ya, tidak perlu bersedih dan diambil hati. Di dunia ini, baaaaaanyak sekali yang bernasib sama seperti Anda. Heheheh. Seringkali, kita jumpai orang yang meskipun sudah tidak muda lagi tetapi masih memiliki sikap kekanak-kanakan.
Nah, jika orang lain, suami misalnya menyuruh Anda untuk bersikap dewasa, itu berarti sekarang Anda juga masih memiliki sikap kekanak-kanakan.
Meskipun ucapan seperti itu tidak perlu diambil hati, Anda tetap perlu menyingkirkan sikap kekanak-kanakan Anda.
Mengapa?
Karena, sikap kekanak-kanakan justru merepotkan Anda sendiri. Ketika Anda bersikap kekanak-kanakan, emosi Anda cenderung labil. Hari ini, Anda bilang A, besoknya Anda bilang B. Selain itu, Anda juga masih gemar mengurusi atau tergangggu oleh masalah yang remeh-temeh. Anda juga memiliki pemikiran yang subjektif. Anda masih gemar melampiaskan amarah Anda.
Nah, jika memang Anda masih memiliki sikap-sikap di atas, itu artinya, Anda belum bersikap dewasa.
Lantas, apa, sih, yang dimaksud dengan kedewasaan? Apa yang dimaksud dengan bersikap dewasa?
Dalam artikel ini, penulis akan menguraikan 6 tanda seseorang sudah bersikap dewasa. Uraian ini didasarkan pada tulisan pakar psikologi Robert Firestone yang termuat dalam situs psychologytoday.com.
Semoga, uraian ini bermanfaat bagi Anda.
Baiklah, sekarang, yuk, kita mulai dari tanda yang pertama, yaitu bertindak rasional.
6 Tanda Anda sudah Bersikap Dewasa
Berikut ini 6 tanda Anda sudah bersikap dewasa menurut pakar psikologi Robert Firestone, sebagaimana termuat di dalam situs psychologytoday.com.
1. Bertindak rasional
Orang yang bersikap dewasa tidak membiarkan emosi menguasai dirinya. Berkebalikan dengan anak kecil yang belum bisa menalar, yang karenanya mengambil keputusan berdasarkan emosi, orang yang bersikap dewasa cenderung mengambil keputusan berdasarkan alasan yang rasional.
Tetapi, apa yang dimaksud dengan bertindak rasional?
Bertindak rasional berarti bertindak berdasarkan nalar dan mempertimbangkan aspek moral juga.
2. Memiliki Prioritas dan Berkomitmen Terhadapnya
Seorang yang bersikap dewasa senantiasa mengetahui apa yang penting baginya dan apa yang tidak penting.
Dari situ, ia tahu mana yang harus ia prioritaskan dan mana yang tidak. Apa yang penting menurutnya harus menjadi prioritas, sedangkan apa yang tidak penting dikesampingkan. Dan, karena tahu apa yang prioritas, ia pun bisa berkomitmen pada yang prioritas tersebut. Ia merumuskan goal berdasarkan apa yang prioritas baginya. Sementara itu, apa yang tidak prioritas dan tidak penting ia buang jauh-jauh.
Nah, jadi, apabila Anda bersikap dewasa, Anda tahu apa yang penting bagi Anda dan apa yang tidak penting bagi Anda. Selain itu, Anda juga berkomitmen pada apa yang penting dan meninggalkan apa yang tidak penting.
Berkebalikan dengan sikap di atas, orang yang masih terjebak pada sikap kenak-kanakan cenderung tidak mampu membedakan apa yang penting dari apa yang tidak penting.
Baginya, semua urusan sangat penting, bahkan urusan yang remeh-temeh seperti penilaian orang lain terhadapnya.
Sikap itu persis seperti sikap anak kecil yang menganggap penting semua hal. Amatilah anak kecil yang sedang bermain. Katakanlah, dia sedang bermain dengan gelas dan seteko air. Ia berusaha menuang air dari teko ke dalam gelas.
Baginya, hal itu (menuang air ke dalam gelas) saaaaangat penting. Sangking pentingnya, ia curahkan seluruh perhatian pada aktivitasnya itu (menuang air).
Sama halnya, apabila Anda memiliki sikap kekanak-kanakan, Anda juga menganggap semua hal penting. Apabila ada yang menghina Anda, Anda merasa perlu merespons hinaan itu hingga terjadi perang mulut. Apabila menghadapi masalah kecil, Anda membesar-besarkannya sehingga tampak seolah-olah dengan masalah itu hidup Anda terancam.
Akhirnya, energi Anda terbuang hanya untuk menanggapi hal-hal yang tidak penting. Dan, Anda pun rugi sendiri.
3. Kesetaraan dalam Hubungan
Kedewasaan berarti kebebasan/independensi. Artinya, dalam pergaulan sosial, orang yang dewasa bertindak secara independen/bebas. Ia tidak mendasarkan hubungan dengan orang lain berdasarkan ikatan tua-muda, rendah-tinggi, pintar-standar, dan kaya-miskin.
Orang yang bersikap dewasa senantiasa menganggap semua orang setara dengannya. Ia tidak memiliki rasa sungkan berlebihan pada orang yang lebih tua, lebih mapan, lebih pintar, atau lebih tinggi kedudukannya dari dirinya. Demikian juga, ia menganggap orang yang lebih muda dan lebih rendah kedudukannya darinya sebagai berkedudukan setara.
Dari kesetaraan ini, timbullah sikap integritas. Ia merasa tidak perlu bersembunyi-sembunyi melakukan hal yang menurut orang lain tidak baik. Menurutnya, ia bebas melakukan apa pun tanpa perlu takut penilaian orang lain. Ia jujur dengan perilakunya.
Selain menganggap semua orang setara, ia juga menganggap semua teman sama, tidak ada yang dia anggap sahabat dekat, tidak ada pula yang dia anggap sebagai teman sekadarnya. Semuanya ia perlakukan dengan adil. Ia tidak membedakan satu teman dengan teman lainnya. Ia tidak menspesialkan satu orang dibanding orang lainnya.
Dari situ, timbullah sikap objektif. Ia tidak memperlakukan orang lain berdasarkan sentimen pribadi, melainkan berdasarkan penilaian yang objektif.
Lantas, apa yang dimaksud dengan sentimen pribadi?
Orang yang memperlakukan orang lain berdasarkan sentimen pribadi mendasarkan sikapnya pada perasaan. Apabila ia menganggap si A sebagai sahabat karibnya, maka apa pun yang dilakukan A, sekalipun buruk ia bela. Sebaliknya, terhadap si B yang ia anggap sebagai orang asing, ia selalu berburuk sangka.
Sikap seperti itu mirip dengan sikap anak kecil terhadap teman-temannya. Perhatikanlah anak kecil ketika bermain dengan teman-temannya. Di antara teman-temannya, pasti ada satu/dua teman yang ia anggap sebagai teman dekat dan karenanya ia spesialkan.
4. Aktif
Orang yang dewasa senantiasa aktif bertindak. Ia tidak menunggu instruksi atau pun panduan dari orang lain. Ia tidak bergantung pada keputusan orang lain. Ia senantiasa menggantungkan keputusan pada inisiatifnya sendiri.
Sebagai orang yang bebas/independen, orang yang besikap dewasa tidak takut terhadap tanggung jawab hidupnya. Ia sadar sebagai manusia dewasa tidak ada orang lain yang dapat dijadikan sebagai sandaran hidup. Oleh karena itulah, ia sadar ia harus bertanggung jawab terhadap hidupnya sendiri.
5. Berpikir terbuka
Orang yang bersikap dewasa tidak menganggap persoalannya dengan orang lain sebagai persoalan yang personal. Ia tidak terganggu oleh masalah-masalah yang remeh-temeh.
Tetapi, masalah yang remeh-temeh itu yang bagaimana?
Contoh masalah yang remeh-temeh yaitu ada orang yang menghinanya. Nah, orang yang bersikap dewasa tidak peduli pada penghinaan itu. Ia tidak menganggap hinaan itu penting baginya. Karena, memang sesungguhnya hinaan itu tidaklah penting.
Contoh lainnya, apabila ia dikritik karena berbuat salah, ia tidak menganggap kritik itu sebagai hal yang personal. Sebaliknya, ia justru menerima kritik itu dengan tangan terbuka. Ia menganggap kritik itu sebgai cambuk yang mengingatkannya dari kelalaian.
6. Kontrol diri
Orang yang bersikap dewasa mampu mengontrol dirinya sendiri sedemikian sehingga tidak terjerumus pada keinginan sesaat. Ia mampu menahan godaan sesaat demi mencapai tujuan yang lebih tinggi.
Ia merupakan pribadi yng bebas, yang tidak terkekang oleh keinginan remeh-temeh.
Apabila ia memiliki goal jangka panjang untuk hidup sehat, maka ia tidak membiarkan nafsunya untuk menyantap makanan yang tidak sehat menguasai dirinya. Ia juga dapat memaksa diri (mengontrol dirinya) untuk berolahraga rutin setiap hari.
Apabila ia memiliki goal menjadi pembelajar seumur hidup, ia akan berpegang teguh pada goal itu. Ia tidak akan membiarkan dirinya tergoda menghabiskan waktu di depan TV atau bermain game. Sebaliknya, ia akan memaksa diri menggunakan waktu untuk membaca buku dan belajar.
Sikap di atas berkebalikan dengan sikap anak kecil. Seorang anak belumlah memiliki kontrol diri yang kuat. Selain itu, ia juga belum memiliki kesadaran yang penuh. Tindakan-tindakannya masih dikontrol oleh kebutuhan biologis. Apabila lapar, ia pun mencari makan. Jika tidak ada makanan, ia menangis, meminta orangtua untuk memberinya makanan. Demikian juga apabila ia ingin bermain. Ia tidak dapat mengekang keinginan itu. Bahkan, ia belum paham bagaimana cara mengekang keinginan itu.
Mengapa Seseorang Bersikap Kekanak-Kanakan?
Ketika Anda menghadapi hidup dengan sikap kekanak-kanakan, Anda merasa tidak berdaya. Anda merasa Anda selalu butuh pertolongan orang lain. Selain itu, perilaku Anda dikontrol oleh perasaan Anda. Anda juga tidak mampu membuat keputusan hidup sendiri. Anda senantiasa mendasarkan keputusan hidup pada orang lain atau lingkungan. Apabila menurut lingkungan Anda A baik, maka Anda pun mengikuti A. Apabila menurut lingkungan Anda B baik, maka Anda pun mengikuti B. Anda merasa tidak berdaya menjadi tuan bagi hidup Anda sendiri.
Anda persis seperti anak kecil. Anak kecil memang tidaklah berdaya menghadapi dunia. Hidupnya sepenuhnya bergantung pada orangtua.
Pertanyaannya, mengapa Anda tidak bisa bersikap dewasa?
Menurut Robert Firestone, seseorang bersikap kekanak-kanakan karena ia takut tumbuh dewasa. Tumbuh dewasa berarti bertanggung jawab atas hidupnya sendiri. Bersikap dewasa berarti tidak ada sandaran hidup sama sekali selain diri sendiri. Hal itu saaaangat menakutkan bagi kebanyakan orang. Dan, karena itu, mereka mempertahankan sikap kekanak-kanakan. Dengan begitu, mereka berpikir mereka bisa berlari dari kenyataan bahwa mereka sudah dewasa.
Nah, sekarang, setelah mengetahui tanda kedewasaan, penulis ingin bertanya kepada Anda: Sudahkah Anda bersikap dewasa? Beranikah Anda bertanggung jawab terhadap hidup Anda sendiri? Siapkah Anda menghadapi kerasnya hidup sendirian tanpa pertolongan orang lain?
Baca juga:
Mindset Sukses Menjalani Hidup: Sudahkah Anda Mandiri secara Emosional?
Satu Aspek yang Harus Anda Pertimbangkan sebelum Mengambil Keputusan