“Cara belajar yang efektif dengan menguji kemampuan anak? Masa sih?!” Mungkin demikian tanya Anda ketika membaca judul di atas. Anda tidak percaya bahwa ujian merupakan cara belajar yang efektif.
Benar demikian? Jika ya, maka Anda sama dengan sebagian besar orang.
Menurut sebagian besar orang, ujian/test hanya menunjukkan nilai, bukan kemampuan yang sesungguhnya. Ujian tidak menujukkan kompetensi yang sebenarnya. Dan, karena itulah, ujian/test dipandang sebelah mata.
Memang benar, kadang kala, test/ujian tidak menunjukkan kemampuan siswa yang sesungguhnya. Ini terutama sekali jika bentuk test/ujian tersebut berupa test yang pasif. Test yang pasif hanya akan membuat siswa terobsesi untuk mendapatkan nilai yang tinggi, bukan pada pemahaman yang mendalam terhadap materi.
Namun demikian, riset yang baru-baru ini diadakan oleh para pakar menemukan bahwa test/ujian merupakan cara belajar yang efektif.
Masih tidak percaya? Hmmm, sebelum memutuskan untuk percaya atau tidak percaya bahwa ujian/test merupakan salah satu cara belajar yang efektif, mari simak artikel ini hingga selesai. Temukan penjelasan lengkapnya di dalamnya.
Bagaimana Test Menjadi Cara Belajar yang Efektif?
Dulu, saat masih duduk di bangku sekolah, pernahkah Anda mengalami kejadian berikut ini:
Suatu hari, diadakan ujian kenaikan kelas di sekolah Anda. Tak ketinggalan, Anda ikut serta dalam ujian itu.
Singkat cerita, saat mengerjakan soal ujian, Anda menemukan soal yang sulit dijawab. Anda ragu memilih jawaban A, B, atau C. Otak Anda benar-benar blank, lupa cara mengerjakan soal tersebut.
Akhirnya, Anda memutuskan untuk memilih jawaban A. Anda tidak tahu pasti apakah jawaban itu benar atau salah karena Anda hanya menebak-nebak.
Sesaat setelah ujian itu berakhir, Anda bergegas membuka buku catatan Anda. Tujuannya yaitu untuk mengecek apakah jawaban Anda tadi benar.
Setelah dilihat, ternyata jawaban Anda salah. Jawaban yang benar adalah B. Alasannya bla bla bla. Nah, demi menanggapi hal tersebut, Anda pun langsung teriak, “Oiya! Harusnya caranya begini. Kalau begitu, jawabanku salah, dong!” Dan, karena hal itu pun, Anda saaangat menyesal.
Namun demikian, di balik kesalahan itu, ternyata ada sebuah hikmah: Semenjak kejadian itu, Anda menjadi lebih paham materi pelajaran yang berkaitan dengan jawaban Anda yang salah tempo hari. Ingatan Anda mengenai materi itu semakin kuat.
Nah, pernahkah Anda mengalami kejadian di atas? Penulis sering mengalaminya.
Lantas, apa hubungan kejadian di atas dengan ujian sebagai cara belajar yang efektif?
Kejadian di atas menunjukkan bagaimana ujian/test berperan dalam menguatkan ingatan kita pada materi pelajaran yang diujikan. Selain itu, kejadian di atas juga menunjukkan bahwa ujian/test berperan membuat kita lebih paham materi pelajaran yang diujikan.
Ujian/test memiliki dua esensi penting. Pertama yaitu sebagai pemicu ingatan. Kedua, sebagai pendorong siswa untuk mempelajari dan mengoreksi pemahamannya terhadap materi yang ia pelajari.
Mari kita kupas satu-persatu.
Saat siswa mengerjakan soal ujian, otaknya dipicu untuk mengingat materi pelajaran yang telah dipelajarinya.
Namun demikian, kegiatan mengingat dalam ujian berbeda dari rote learning (menghapal dengan cara menyebutkan secara berulang). Rote learning dilakukan dengan menyebutkan materi berulang-ulang, baik dalam hati maupun lewat lisan. Sementara itu, mengingat dalam ujian dilakukan dengan mencari hubungan antara materi (yang dipelajari) dengan hal lainnya.
Untuk memperjelasnya, mari simak ilustrasi berikut ini.
Anda hendak menghapal kosakata dalam bahasa Inggris, yakni “distinguish” yang artinya membedakan, “evidence” yang artinya bukti, dan “impressive” yang artinya mengesankan. Cara untuk menghapal kosakata tersebut ada dua. Yang pertama, Anda dapat menyebutkan kosakata-kosatakata itu beserta artinya secara berulang-ulang (rote learning).
Yang kedua, Anda dapat menguji pemahaman/ingatan Anda mengenai tiga kata itu dalam penerapan. Caranya, Anda dapat meminta orang lain untuk membuat soal yang berkaitan dengan tiga kata itu. Berikut ini contoh soalnya:
We are enable to…..good from evil.
Your performance was so……
His trembling was….of his fear.
Tugas Anda yakni mengisi bagian yang kosong dengan kata-kata di atas.
Nah, menyimak dua cara di atas, cara pertama merupakan cara mengingat dengan menyebut secara berulang (rote learning). Sementara itu, cara yang kedua itulah yang disebut dengan test/ujian (retrieve practice).
Menurut para pakar, retrieve practice lebih efektif ketimbang rote learning (menghapal berulang). Mengapa? Karena, retireve practice memicu otak kita untuk merangkai konsep yang baru kita pelajari dengan konsep lain yang berhubungan dengannya. Jadi, kita bukan hanya menghapal konsep itu, tetapi juga membangun ikatan antara konsep itu dengan konsep/hal lainnya. Kita merangkai konsep itu dengan konsep lainnya sehingga tercipta suatu makna. Dengan cara ini, pemahaman kita tentang konsep itu menjadi lebih kuat.
Atau, dengan kata lain, dengan retrieve practice, kita menerapkan konsep yang baru kita pelajari dalam kenyataan. Kita mempraktikkan konsep itu. Dengan demikian, kita jauh lebih mudah memahaminya.
Dan, saat kita memahami konsep itu dengan mudah, kita pun mampu mengingatnya dengan mudah. Mengapa demikian? Karena, suatu konsep lebih mudah dihapal/diingat manakala kita paham makna konsep itu.
Dalam contoh soal di atas, ketiga kosakata tersebut (evidence, impressive, distinguish) dihubungkan dengan kata-kata lainnya sedemikian sehingga membentuk kalimat utuh. Dalam contoh soal itu, kita menerapkan ketiga kata di atas dalam praktik.
Sebaliknya, dengan rote learning (menyebut secara berulang-ulang konsep yang hendak kita hapal), kita tidak membangun hubungan antara konsep itu dengan konsep lainnya. Kita memperlakukan konsep itu sebagai konsep yang terisolasi dari hal lainnya. Atau, dengan kata lain, kita tidak menerapkan konsep tersebut dalam kenyataan. Kita tidak mempraktikkan konsep tersebut.
Dengan cara ini, pemahaman mengenai konsep sukar diperoleh. Akibatnya, kita pun sulit untuk mengingatnya.
Sampai di sini, bagaimana tanggapan Anda? Apakah sudah jelas bagaimana ujian/test memicu ingatan?
Sekarang, mari kita lanjutkan ke esensi yang kedua yakni ujian memicu siswa untuk mempelajari dan mengoreksi pemahamanannya.
Pada kejadian yang telah disebutkan sebelumnya, Anda blank, lupa cara mengerjakan soal tentang materi tertentu. Akibatnya, Anda asal menjawab. Namun, setelah ujian berakhir, Anda bergegas mencocokkan soal itu dengan buku catatan Anda. Anda ingin mengetahui apakah jawaban Anda benar atau salah.
Nah, tindakan di atas (mengecek/mencocokkan jawaban dengan buku catatan) merupakan bentuk koreksi terhadap pemahaman dan ingatan Anda. Tindakan koreksi itu tentu memiliki pengaruh bagi pemahaman Anda. Dengan koreksi, Anda mengetahui letak kekeliruan Anda. Anda mengetahui adanya kekeliruan dalam pemahaman Anda.
“Answering the question…allow them to grasp the concept better and generalize it to new examples. By testing yourself, making mistakes and being corrected, you sharpen what you know about the concept,” ungkap Roddy Roediger, salah satu pakar yang mengadakan riset tentang peran test/ujian pada pemahaman siswa. Menjawab pertanyaan memungkinkan siswa untuk memahami konsep dengan lebih baik dan menerapkan konsep tersebut ke dalam contoh-contoh lainnya. Dengan menguji diri sendiri, melakukan kesalahan dan dikoreksi, Anda mempertajam apa yang Anda ketahui tentang konsep tersebut.
Sebaliknya, dengan rote learning (menghapal dengan menyebutkan materi secara berulang), Anda tidak terpicu untuk mengoreksi pemahaman Anda. Sebaliknya, sebagaimana strategi belajar lainnya selain test (seperti membaca berulang-ulang), rote learning membuat siswa terlalu percaya diri (overconfident) dan yakin bahwa mereka memahami materi yang mereka pelajari dengan sangat baik. Kepercayaan diri yang berlebihan ini tentu merugikan. Mengapa? Karena, bisa jadi, pemahaman mereka keliru atau ada yang terlewat.
Nah, demikian kiranya bagaimana ujian/test memicu siswa untuk mengoreksi pemahamannya terhadap apa yang ia pelajari.
Sampai di sini, cukup jelas, bukan peran penting ujian/test sebagai cara belajar yang efektif?
Sekarang, bagaimana bentuk test yang cocok bagi anak Anda sehingga timbul kemauannya untuk mengoreksi pemahamannya atas materi?
Untuk mengetahuinya, yuk, langsung saja kita simak penjelasan selanjutnya.
Apa Saja Bentuk Test yang Efektif?
Apa saja bentuk test yang dapat menjadi cara belajar yang efektif?
Nah, untuk menjawabnya, berikut penulis ulas penjelasan dari Roddy Roediger mengenai bentuk test yang ideal sebagai cara belajar yang efektif.
Dalam salah satu wawancara yang termuat di dalam situs blog.questionmark.com, Roediger menjelaskan bahwa bentuk test dapat berupa macam. Berikut ini beberapa di antara yang dia sebutkan.
Menulis catatan
Masih dalam wawancara yang termuat di situs blog.questionmark.com, Roediger menjelaskan bahwa siswa dapat menguji pemahamannya dengan menulis catatan/ringkasan mengenai materi yang baru dipelajarinya.
Lantas bagaimana Anda menerapkan cara itu untuk anak Anda? Anda dapat meminta anak Anda untuk menulis ringkasan mengenai apa yang baru ia pelajari dengan kata-katanya sendiri. Namun, sebelumnya, mintalah buku catatannya sedemikian sehingga ia tidak dapat menyontek. Mintalah ia untuk meringkas materi pelajarannya sebisa mungkin, mencantumkan semua hal yang ia ingat dalam ringkasan itu.
Selanjutnya, setelah selesai, periksa hasil ringkasannya. Periksa apakah pemahamannya sesuai dengan buku catatan/textbook-nya, periksa apkah ringkasannya lengkap, mencakup semua hal yang tertulis di textbook atau tidak.
Jika pemahamannya tidak sesuai dengan yang disampaikan di textbook-nya, beri tahu dia. Beri tahu letak kekurangan dan kekeliruannya.
Fill in the blank/jawaban singkat
Selain meringkas, test/ujian juga dapat dilakukan dengan mengerjakan soal dengan jawaban singkat/soal fill in the blank. Jenis soal ini memicu anak Anda untuk AKTIF berpikir.
Berbeda dengan soal pilihan ganda, soal fill in the blank mendorong anak Anda untuk mereproduksi informasi yang telah dipelajarinya. Ini artinya, anak Anda aktif berpikir mengenai jawaban yang tepat untuk soal-soal yang dikerjakannya.
Sementara itu, dalam soal pilihan ganda, anak Anda hanya dipicu untuk mengenali (recognize), bukan mereproduksi informasi. Ini artinya, ia berpikir secara PASIF mengenai jawaban untuk soal yang dikerjakannya. Mengapa demikian? Karena, anak Anda tidak perlu repot-repot memikirkan jawaban yang benar sesuai dengan logikanya. Ia hanya tinggal memilih di antara jawaban yang ada.
Nah, Anda dapat membuatkan soal fill in the blank untuk anak Anda. Sesuaikan soal dengan materi yang baru saja dipelajarinya. Jika Anda ragu untuk membuat soal sendiri, Anda dapat menggunakan buku-buku latihan soal yang ada.
Karangan/esai
Jenis soal ketiga yakni esai. Dalam esai, anak Anda diminta untuk memberikan alasan/rasionalisasi atas jawabannya. Ia didorong untuk aktif memikirkan jawaban dari soal yang ia kerjakan serta alasan mengapa ia menjawab demikian. Dengan demikian, anak Anda lebih terbiasa untuk berpikir.
Nah, demikianlah beberapa jenis test yang dapat menjadi cara belajar yang efektif. Namun demikian, dalam menerapkan test-test di atas, ada satu hal yang perlu Anda perhatikan.
Penasaran hal apa itu? Yuk, langsung saja kita simak uraiannya berikut ini.
Apa yang perlu diperhatikan?
Yang perlu diperhatikan yaitu feedback. Setiap kali Anda membuat soal untuk anak Anda, jangan lupa untuk memberikan feedback. Feedback adalah penjelasan yang memberikan alasan mengenai jawaban.
Sebagai contoh, Anda membuat soal untuk anak Anda. Jawaban untuk soal itu adalah bla bla bla. Nah, itu artinya, feedback berisi penjelasan mengapa jawabannya bla bla bla.
Mengapa feedback diperlukan? Feedback menjelaskan letak kekeliruan dan memberikan koreksi terhadap jawaban anak Anda. Dengan feedback, anak Anda dapat mengoreksi pemahamannya atas materi yang ia pelajari.
Jadi, apa pun jenis testnya, sertakan feedback pada tiap-tiap test itu.
Lumrahnya, test/ujian dianggap bukan sebagai cara belajar yang efektif, melainkan sebagai sarana untuk mengukur kemampuan siswa. Dengan anggapan ini, test sering membawa dampak yang tidak diinginkan, yakni siswa terobsesi dengan nilai ujian, bukan pada pemahaman atas materi. Siswa berfokus pada nilai ujian, bukan pada bagaimana supaya bisa memahami materi.
Hadirnya penemuan yang menyimpulkan bahwa test dapat dimanfaatkan sebagai cara belajar yang efektif merupakan kabar baik bagi Anda yang memiliki anak usia sekolah. Anda dapat membantu perkembangan belajar anak Anda dengan menguji/mengetes pemahaman mereka. Dengan memperlakukan test sebagai strategi belajar, bukan hanya sebagai pengukur kemampuan, test dapat menjadi pendorong anak untuk lebih aktif berpikir.