A: “Masa, sih, kepakan sayap kupu-kupu di Tokyo bisa menyebabkan tornado di Amerika?”

B: “Itu ada penjelasannya. Istilahnyaaa…apa, ya? Duh, lupa. Mmm, itu lho… Iiiih, apa, ya?”

A: “Apa? Teori quantum?”

B: “Bukaaan! Itu lho… Aaarrrrh! Yang kebetulan-kebetulan itu lho.”

C: “Necessity expresses itself through accident.”

B: “Naaah, itu dia. Necessity expresses itself through accident. Keniscayaan mengekspresikan diri lewat kebetulan.”

C: “Yup! Jadi, memang sudah niscaya di saat tertentu di Amerika terjadi tornado. Tetapi, terjadinya tornado itu sekilas tampak dipicu oleh kepakan sayap kupu-kupu di Tokyo. Kalau tak ada kupu-kupu, tornadonya tetap terjadi, lewat kebetulan lainnya. Itu karena tornadonya memang niscaya terjadi.”

Tahukah Anda tentang apa percakapan di atas? Yup! Benar! Tentang butterfly effect, efek kupu-kupu. Tetapi, bukan itu yang akan kita bahas di sini. Di sini, kita akan membahas si B yang susah payah mengingat teori hubungan antara keniscayaan dan kebetulan. Dalam percakapan itu, tampak jelas si B berusaha keras mengingat teori itu, tetapi ia kewalahan.

Nah, pernahkah Anda mengalami apa yang dialami si B? Anda ingin mengungkapkan sesuatu. Anda ingin mengungkapkan apa yang sudah Anda pelajari sebelumnya. Tetapi, rasanya lidah Anda tertahan. Otak blank. Walhasil, Anda hanya bisa bilang, “Mmm, itu lho, yang itu….”

Memang, lupa merupakan penyakit yang paaaaling menjengkelkan. Bagaimana tidak? Karena lupa, Anda pun berusaha mengingat sekuat tenaga, mengerahkan seluruh pikiran. Tetapi, tetap saja, hasilnya nol. Hal itu membuat Anda gregetan. Rasanya seperti ada yang mengganjal di hati!

Mungkin, Anda akan bilang, “Haduuuuh, maklum. Sudah tua. Gampang pikun.”

Mulai sekarang, jangan biarkan diri Anda terus mempercayai hal itu. Memang, usia memengaruhi daya ingat. Tetapi, bagi Anda yang gemar belajar, gemar membaca buku, dan masih aktif berpikir, kepercayaan itu hanyalah mitos. Mitos itu tidak berlaku bagi Anda. Otak yang tua dapat kembali muda dengan terus belajar, berpikir, dan berkarya, seperti yang Anda lakukan sampai sekarang 😀

Jadi, biang kerok kepikunan Anda bukanlah usia.

Kalau bukan karena usia, lantas karena apa, dong?

Untuk mengetahuinya, mari simak penjelasan berikut.

Hubungan antara Bahasa dan Ingatan

Anda sering lupa bukan karena usia, melainkan karena bahasa! Demikian kata para pakar.

Bagaimana penjelasannya?

Seperti yang sering kita alami, terkadang, lebih nyaman mengungkapkan sesuatu dengan bahasa tertentu. Sebagai contoh, apabila Anda bertutur dengan bahasa Indonesia dan Jawa, mungkin akan lebih mantap mengungkapkan kata “tiba-tiba,” dengan “ujug-ujug, mak bedunduk”; Akan lebih nyaman mengungkapkan kata “Setiap kesuksesan membutuhkan pengorbanan” dengan “Jer basuki mowo beo”.

Demikian juga, apabila Anda seorang penutur bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, mungkin akan lebih nyaman mengungkapkan “Buah jatuh tak jauh dari pohonnya” dengan “Like father, likse son”; Akan lebih nyaman mengungkapkan “Keniscayaan mengekspresikan diri lewat kebetulan” dengan “Necessity expresses itself through accident”.

Anda setuju, bukan?

cara mengingat dengan cepat

Nah, mengingat sesuatu hampir sama dengan mengungkapkan sesuatu. TERKADANG, MEMORI TERTENTU LEBIH MUDAH DIINGAT DENGAN BAHASA TERTENTU. Misal, jika Anda penutur bahasa Indonesia dan Inggris, Anda akan lebih cepat mengingat memori-memori tertentu dalam bahasa Inggris ketimbang dalam bahasa Indonesia. Demikian sebaliknya, ada memori-memori tertentu yang lebih mudah diingat dengan bahasa Indonesia ketimbang dengan bahasa Inggris.

Kok bisa begitu?

Menurut para pakar, hal itu disebabkan karena Anda mengenal memori-memori itu dengan menggunakan bahasa tertentu. Contoh, Anda lebih mudah mengingat ungkapan “Buah jatuh tak jauh dari pohonnya” dengan peribahasa Inggris “Like father, like son”. Itu mengindikasikan, Anda sering mendengar peribahasa itu dalam bahasa Inggris, bukan dalam bahasa Indonesia. Penulis lebih mudah mengingat teori hubungan antara keniscayaan dan kebetulan dengan bahasa Indonesia karena penulis sering menjumpai orang menyebut teori itu dalam bahasa Indonesia, bukan dalam bahasa Inggris.

Hubungan antara Bahasa dan Ingatan Menurut para Pakar

Lantas, dari mana para pakar menjumpai kesimpulan di atas?

Seorang pakar dari Northwestern University Veronica Marian, bersama dengan pakar kognitif terkenal Ulrich Neisser mengadakan sebuah penelitian tentang hubungan antara bahasa dan ingatan. Dalam penelitian itu, mereka mewawancarai sejumlah partisipan yang bertutur dengan 2 bahasa dalam kesehariannya: bahasa Inggris dan bahasa Rusia.

Wawancara tersebut dibagi dalam dua sesi: sesi bahasa Inggris dan sesi bahasa Rusia.

Dalam kedua sesi wawancara itu, mereka diminta untuk menggambarkan pengalaman mereka yang berkaitan dengan musim panas, ulang tahun, dan tetangga. Selanjutnya, setelah wawancara selesai, mereka diminta untuk menyebutkan bahasa yang digunakan ketika pengalaman/peristiwa itu berlangsung.

Hasilnya, ternyata, dalam sesi wawancara dengan bahasa Inggris, mereka lebih banyak menyebutkan/mengingat pengalaman yang di dalamnya bahasa Inggris digunakan. Demikian sebaliknya, dalam sesi wawancara dengan bahasa Rusia, mereka lebih banyak menyebutkan/menginat pengalaman yang di dalamnya bahasa Rusia digunakan.

Dari penelitian itu, Marian dan Neisser menyimpulkan bahwa BAHASA TERTENTU DAPAT DIGUNAKAN UNTUK MEMANCING INGATAN TERTENTU, yakni ingatan/memori yang di dalamnya kita menggunakan/mendengar bahasa tersebut. Jadi, apabila Anda sering mendengar orang mengucapkan pribahasa “Buah jatuh tak jauh dari pohonnya” dengan bahasa Inggris “Like father, like son”, maka Anda lebih mudah mengingat peribahasa itu dengan cara memancingnya dengan bahasa Inggris. Apabila Anda sering mendengar orang membicarakan teori hubungan antara keniscayaan dan kebetulan dalam bahasa Indonesia, maka Anda lebih mudah mengingat teori itu dengan cara memancingnya dengan bahasa Indonesia.

Bahasa: Cara Mengingat dengan Cepat

Dari kesimpulan di atas, kita tahu bahwa bahasa merupakan salah satu cara mengingat dengan cepat. Apabila Anda seorang penutur 2 bahasa (atau lebih), Inggris dan Indonesia, misalnya, Anda dapat menggunakan dua bahasa itu untuk mengingat sesuatu. Atau, sekalipun Anda bukan penutur 2 bahasa (atau lebih), Anda masih dapat menggunakan bahasa sebagai cara mengingat dengan cepat. Syaratnya, Anda sering mendengar, menonton, dan membaca buku-buku bahasa lainnya, selain bahasa Indonesia.

Sekarang, bagaimana cara menggunakan bahasa untuk mengingat sesuatu?

Simak ilustrasi berikut.

Anda sedang mengobrol dengan teman Anda soal pikiran-pikiran yang menyimpang.

Teman: “Salah satu bentuk pikiran yang menyimpang itu apa?”

Anda: “Pikiran yang menyimpang? Maksudnya?”

Teman: “Pikiran yang melenceng. Itu, lho…Pikiran yang ga sesuai….”

Nah, dalam situasi itu, Anda dapat meminta teman Anda untuk menyebutkan istilah “pikiran yang menyimpang” dalam bahasa Inggris. Harapannya, dengan bahasa itu, Anda tahu apa yang dimaksudkannya dengan “pikiran menyimpang”.

Anda: “Coba Anda terjemahkan ‘pikiran yang menyimpang’ dalam bahasa Inggris.

Teman: “Distorted thinking.”

Anda: “Oalaaaah… Maksud Anda distorted thinking? Contoh distorted thinking banyak. Berpikir hitam-putih, jumping to conclusion, labelisasi, stereotip.”

Dalam percakapan itu, Anda bingung ketika teman Anda menyebut istilah “pikiran yang menyimpang”. Anda tak tahu apa maksud istilah itu. Tetapi, setelah istilah itu diterjemahkan dalam bahasa Inggris, Anda paham maksudnya. Hal itu mengindikasikan, Anda lebih sering mendengar orang menyebut istilah itu dalam bahasa Inggris ketimbang dalam bahasa Indonesia.

Bagaimana? Mudah, bukan, menggunakan bahasa untuk mengingat sesuatu? Bahasa merupakan salah satu cara mengingat sesuatu dengan mudah. Mengapa begitu? Karena, ingatan kita tentang suatu hal/peristiwa berkaitan dengan bahasa tertentu. Berita asing disiarkan dalam bahasa Inggris. Oleh karena itu, Anda lebih mudah mengingat isi berita tersebut dengan memancingnya dengan bahasa Inggris. Sebaliknya, berita dalam negeri disampaikan dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu, Anda lebih mudah mengingatnya dengan memancingnya dengan bahasa Indonesia. Kira-kira, seperti itu ilustrasinya.

Sumber: psychologytoday.com

Baca juga:

Ingin Banyak Ide Kreatif seperti Thomas Alva Edison? Ini Dia Rahasianya!

Bagaimana Mengingat Isi Bacaan dengan Mudah?

Kunci Sukses Membangun Kebiasaan Membaca Buku

Rina Ulwia
 

Rina Ulwia mulai terjun ke dunia penulisan semenjak lulus pendidikan S1 di salah satu perguruan tinggi Islam di Jawa Tengah. Ketertarikannya dengan dunia tulis-menulis bermula ketika ia menjadi editor di salah satu penerbit buku pendidikan terkemuka di Indonesia. Semenjak itu, ia aktif menuangkan ide ke dalam tulisan. Perempuan yang hobi membaca buku ini menaruh minat pada semua bidang. Ia suka berdikusi mengenai berbagai topik. Dari filsafat hingga musik, dari ekonomi hingga sastra, semua ia diskusikan di sela-sela kesibukan kerja. Memiliki banyak pengalaman yang menguji aspek psikis dan psikologisnya membuat perempuan kelahiran 1985 ini menaruh perhatian besar pada dunia pengembangan diri. Ia bergabung dengan Aquarius Resources, event organizer yang bergerak di bidang reedukasi pengembangan diri sebagai creative writer. Baginya, berkecimpung di dunia pengembangan diri memberikan banyak manfaat. Selain dapat mengembangkan diri, ia juga dapat membantu orang lain lewat tulisan-tulisannya.

>