Sudah menjadi rahasia umum bahwa salah satu syarat sukses karir adalah kerja keras dan tekun. Di dunia ini, kita tidak akan pernah menemukan orang yang sukses tanpa kerja keras. Mulai dari pengusaha, penulis, ilmuan, hingga ke pedagang, semuanya senantiasa mencapai kesuksesan dengan bekerja keras. Anda setuju, bukan, dengan prinsip itu?
Akan tetapi, terkadang timbul masalah akibat prinsip itu. Ada banyak orang yang terlalu berpegang pada prinsip itu tanpa mempertimbangkan prinsip lainnya. Mereka bekerja sangat keras tanpa mempertimbangkan kesehatan dan keluarga, misalnya. Nah, pada akhirnya, benar, mereka mendapatkan kesuksesan karir, tetapi memiliki masalah dengan kesehatan serta masalah dengan keluarganya. Bahkan, ada juga yang tidak mencapai sukses karir, juga gagal dalam kehidupan keluarga serta memiliki masalah kesehatan yang serius. Yang demikian ini, tidak mencapai sukses karir lantaran kerja kerasnya tidak diimbangi dengan strategi lainnya untuk meraih sukses.
Jika direnungkan, setidaknya ada 3 tipe pekerja keras yang dapat kita jumpai. Tipe pertama yaitu, tipe pekerja keras yang tetap memperhatikan kesehatan dan kehidupan pribadi. Tipe ini memilih untuk memiliki kehidupan yang seimbang. Mengejar kesuksesan karir tidak lantas menjadikan tipe ini mengesampingkan kehidupan pribadinya.
Tipe yang kedua yaitu tipe pekerja keras yang dengan sadar mendedikasikan hidupnya untuk bidang kerja yang ia tekuni. Orang yang termasuk dalam kategori ini senantiasa memiliki kecintaan yang luar biasa pada pekerjaannya. Rasa cinta itulah yang mendorongnya untuk mendedikasikan hidupnya pada pekerjaan itu. Dan, karena dedikasi yang luar biasa pada pekerjaannya, serta kemampuan mengukur diri, ia mampu meraih sukses dalam bidang tersebut.
Tipe yang ketiga yaitu tipe pekerja keras yang bekerja keras lantaran rasa cemas, takut, rendah diri, tidak percaya diri, atau pun perfeksionis. Ia terdorong untuk bekerja keras lantaran rasa cemas dan takut kalau-kalau ia tidak dapat menyelesaikan tugas-tugasnya dengan sempurna, tepat pada waktu yang ditentukan. Atau, jika tidak, ia terdorong untuk bekeja keras lantaran tidak percaya dengan kemampuan dirinya sendiri. Ketidakpercayaan pada kemampuan diri sendiri ini mendorongnya untuk membuktikan kepada orang lain (juga pada dirinya sendiri) bahwa ia mampu. Ketidakpercayaan ini membuatnya bergantung pada penilaian dan pengakuan orang lain terhadapnya.
Karena kerja kerasnya dilandasi oleh rasa cemas, tidak percaya diri, dan sikap perfeksionis, pekerja keras tipe yang ketiga ini tidak mampu mengukur kemampuannya. Ia menetapkan standar kesuksesan yang sangat tinggi, yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Apa pun tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya, ia akan senantiasa menerima tanggung jawab itu lantaran ingin diakui dan dihargai, sekalipun tanggung jawab itu di luar batas kemampuannya.
Nah, tipe yang ketiga ini dikenal dengan workaholik. Workaholik adalah orang yang bekerja keras (lebih dari 8 jam setiap hari) yang menjadi pekerja keras bukan lantaran mencintai pekerjaannya, tetapi lantaran dorongan-dorongan lainnya seperti rasa tidak percaya diri, rasa cemas, atau pun lantaran sikap perfeksionis.
Hal utama yang membedakan workaholik dengan pekerja keras tipe pertama dan kedua yaitu, pekerja keras tipe pertama dan tipe kedua senantiasa menetapkan standar kesuksesan sesuai dengan kemampuannya. Jikalau pun mereka menetapkan standar kesuksesan yang sangat tinggi, mereka dengan sadar akan memperkaya diri dengan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mencapai standar itu.
Sementara itu, karena terdorong untuk membuktikan kemampuannya, workaholik senantiasa tergesa-gesa untuk merima tanggung jawab yang di luar batas kemampuannya. Ia memaksa diri mengerjakan tugas berat secara sekaligus, bukan secara setahap demi setahap, sambil belajar.
Karena cara kerja yang seperti itu, workaholik rentan menjumpai masalah di tempat kerja. Cara kerja yang seperti itu, alih-alih membuat orang lain mengakui kompetensinya, justru meragukan kompetensinya. Mengapa? Karena cara kerja yang seperti di jelaskan di atas (memaksa diri menerima tugas dan tanggung jawab yang tidak sesuai dengan kemampuannya) justru menguak ketidakmampuannya di depan orang lain. Ia akan dinilai sebagai orang yang terlalu ambisius.
Selain mendapatkan masalah di tempat kerja, workaholik juga rentan mendapatkan masalah lainnya.
Nah, apa sajakah masalah-masalah itu? Yuk, kita simak uraiannya berikut ini.
Kesehatan
Cara kerja workaholik, yakni menerima semua tugas yang diberikan kepadanya, tanpa mempertimbangkan apakah ia mampu mengerjakannya sendirian ataukah tidak membuatnya terjebak pada jam kerja yang panjang.
Saat teman-temannya sudah selesai mengerjakan tugas mereka dan bersiap pulang ke rumah, sang workaholik masih sibuk mengerjakan tugas-tugasnya. Ia terjebak bekerja lebih dari 8 jam setiap harinya.
Nah, karena bekerja lebih dari 8 jam setiap harinya, ia pun rentan terserang penyakit. Mengapa demikian? Pertama, ia rentan terserang penyakit lantaran stres. Ia stres lantaran kerja yang sangat keras, juga karena tekanan kerja. Ia tertekan dalam mengerjakan tugas-tugasnya yang berat. Ia juga tertekan karena melihat teman-temannya telah selesai mengerjakan tugas mereka, sementara ia masih harus menyelesaikan tugas-tugasnya.
Menurut para pakar kesehatan, stres kronis yang dialami oleh orang yang bekerja lebih dari 8 jam setiap hari bahkan dapat menyebabkan orang yang bersangkutan terserang penyakit jantung.
Kedua, ia rentan terserang penyakit lantaran terlalu capai. Ia tidak memiliki waktu istirahat yang cukup. Padahal, istirahat cukup sangat diperlukan untuk mengembalikan kebugarannya.
Selain itu, masalah pun timbul lantaran ia terlalu lama duduk di depan layar komputer. Ia menderita kelelahan mata serta sakit punggung.
Keluarga
Jam kerja yang panjang membuat workaholik lebih sering menghabiskan waktu di kantor daripada di rumah. Kalau pun ia berada di rumah, ia tidak berenti bekerja. Ia akan lebih nyaman jika di rumah, ia dapat mengerjakan pekerjaannya yang belum selesai.
Mengapa demikian? Karena ia memiliki kecemasan yang berlebihan bahwa ia tidak mampu menyelesaikan tugas-tugasnya pada waktu yang telah ditentukan. Untuk itu, untuk mengantisipasi ketakutan itu, ia pun bekerja di mana pun dan kapan pun untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.
Bahkan, saat ia sedang berkumpul dengan keluarga pun, pikirannya tidak di rumah, melainkan melayang-layang di seputar kerjaan.
Nah, karena sikapnya yang seperti itu, workaholik menjumpai masalah dengan keluarganya. Karena pikirannya melulu seputar pekerjaan, ia pun sering mengabaikan percakapan dengan pasangan dan anak-anaknya. saat anak atau pasangannya bercerita kepadanya tentang suatu hal, dia tidak serius mendengarkan dan memperhatikan cerita itu. akibatnya, ia sering tidak “nyambung” ketika diajak berbicara.
Selain itu, ia pun lebih mementingkan pekerjaan daripada keluarga. Saat ia memiliki janji dengan keluarga, ia lupa menepati janji itu lantaran terlalu sibuk bekerja.
Pribadi
Karena jam kerja yang panjang, workaholik kehilangan waktu untuk mengembangkan diri. Waktu yang tersisa hanya cukup digunakan untuk berisitirahat. Ia tidak memiliki waktu luang untuk mempelajari keterampilan-keterampilan baru. Ia juga tidak memiliki waktu untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Dan, yang lebih parah, ia tidak memiliki waktu untuk bersenang-senang, melakukan kegiatan yang digemarinya. Semuanya sudah tersedot pada pekerjaan.
Lantas, apa akibatnya? Akibatnya, ia merasa kurang bahagia.
Masalah di kantor
Cara kerja workaholik yaitu menerima tanggung jawab apa pun yang diberikan kepadanya tanpa mempertimbangkan kemampuannya membuatnya terjebak pada kesulitan. Ia senantiasa menemui kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugasnya di kantor. Selain karena tidak bisa menolak tanggung jawab, ia pun tidak bersedia bekerja tim. Ia lebih menyukai kerja sendirian, karena hal itu lebih mengukuhkan kemampuannya.
Nah, karena tidak bersedia dibantu untuk mengerjakan tugas-tugasnya, ia pun kewalahan mengerjakan tugas-tugas tersebut. Sikap tidak bisa menolak tanggung jawab ditambah sikap selalu menolak bantuan membuatnya terjebak pada kesulitan mengerjakan tugas-tugasnya. Padahal, tugas-tugas itu harus selesai tepat waktu.
Demi menyelesaikan semua tugasnya, pada akhirnya ia harus lembur setiap hari. Dan, karena lembur setiap hari, performanya pun menurun. Akhirnya, karena performa menurun, hasil kerjanya pun tidak bisa maksimal. Semua tugas dikerjakan ala kadarnya, yang penting selesai.
Jika sudah begitu, hasil kerjanya (yang tidak maksimal) justru menunjukkan pada semua orang bahwa ia memiliki kinerja yang buruk. Ia dinilai sebagai orang yang ambisius dan tidak dapat me-manage waktu dengan efektif. Selain itu, ia pun akan dinilai sebagai karyawan yang tidak memiliki cukup kompetensi.
Kesimpulan
Kerja keras sangatlah penting demi kesuksesan karir. Namun demikian, kerja keras harus diimbangi dengan hal-hal lainnya. Kerja keras harus tetap mempertimbangkan kesehatan dan keluarga. Kerja keras juga harus mempertimbangkan kehidupan pribadi. Dan, yang paling penting, kerja keras harus mempertimbangkan faktor kemampuan.
Kerja keras harus diimbangi kemampuan. Artinya, kita bekerja keras untuk mencapai standar kesuksesan yang sesuai dengan kemapuan kita. Jikalau pun kita menetapkan standar kesuksesan yang sangat tinggi, maka kita harus mengimbanginya dengan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mencapai standar itu.
Cara untuk dapat mencapai standar kesuksesan yang tinggi yatu dengan terus mempelajari keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mencapai standar itu.
Nah, seorang workaholik, yang bekerja keras lantaran kecemasan, ketidakpercayaan diri, dan obsesi pada kesempurnaan, senantiasa tidak menyadari pentingnya kemampuan/ kompetensi. Ia memaksakan diri menetapkan standar kesuksesan yang terlalu tinggi. Ia memaksakan diri untuk mencapai kesuksesan karir dalam waktu yang singkat, demi memperoleh pengakuan dari orang lain.
Dan, karena sikap yang seperti itu, workaholik senantiasa menemui banyak masalah, mulai dari masalah kesehatan, keluarga, hingga masalah di kantor.
Sekarang, setelah mengetahui dampak negatif workaholisme, bagaimana pendapat Anda? pastikan Anda bukan seorang workaholik, ya.