Ceritanya, Anda sedang merintis suatu usaha. Usaha itu belum lama berdiri. Saat ini, Anda sedang mencari-cari solusi terbaik untuk membuat usaha Anda dikenal orang. Anda mencoba cara ini, itu dan lain sebagainya untuk memperkenalkan produk Anda kepada khalayak. Tetapi, semua cara itu belum menampakkan hasil yang memuaskan.
Walhasil, Anda merasa sudah kehabisan ide di kepala untuk menyelesaikan masalah itu. Rasanya bagaikan kepala mau mecah jika kembali memikirkan cara terbaik untuk menyelesaikan masalah itu. Benar, bukan?
Hmmm, jangan menyerah! Sekarang, saatnya Anda rileks dan membuat pikiran Anda santai. Jangan biarkan otak Anda lelah karena terus-menerus memikirkan solusi atas permasalahan yang sedang Anda hadapi itu. Terkadang, solusi kita temukan justru manakala kita tidak sedang sibuk memikirkannya, lho. Setidaknya, ada sejumlah riset yang menyatakan seperti itu.
Dr. Jonathan Schooler dari Universitas Santa Barbara misalnya, menyatakan, “Mindwandering seems to be very useful for planning and creative thoughts.” Melamun sangat berguna bagi terbentuknya pemikiran kreatif. Senada dengan pernyataan Dr. Jonathan, James C. Kaufman, seorang pakar psikologi dari Universitas Connecticut menyatakan, “Aha moments don’t come from a directed and particular focus on a task, but by letting your mind wander and open up to other possibilities,” yaitu bahwa “aha moment” alias proses kreatif tidak terjadi melalui fokus langsung terhadap suatu permasalahan, melainkan dengan membiarkan otak berkelana dan terbuka pada berbagai kemungkinan.
Alasan yang melandasi temuan di atas (bahwa lamunan, bukan berkonsentrasi pada masalah, merupakan salah satu jalan memperoleh solusi dan berpikir kreatif) yaitu bahwa mekanisme munculnya intuisi dan juga kreativitas terjadi pada tingkatan bawah sadar. Artinya, kreativitas dan intuisi muncul sebagai reaksi bawah sadar terhadap masalah yang sedang kita hadapi.
Di sini, peran pikiran bawah sadar adalah memiliah-milah informasi (memori) yang mungkin dapat digunakan sebagai solusi atas permasalahan tersebut. Dan, salah satu cara untuk bisa mengakses pikiran bawah sadar yaitu melamun!
Selain melamun, ada beberapa cara lainnya untuk dapat mengakses pikiran bawah sadar. Meditasi merupakan salah satu di antaranya. Ada juga yang mengaplikasikan cara yang cukup unik, yaitu tidur dalam posisi duduk sedemikian sehingga lutut menjepit sebongkah batu dengan dinding. Dengan cara itu, ketika kita sudah tertidur lelap, maka lama-kelamaan, karena tubuh menjadi sangat rileks, lutut kita tergeser dan batu yang dijepitnya terjatuh. Saat batu terjatuh, maka kita pun terbangun. Nah, tepat saat kita terbangun, pikiran bawah sadar mengirimkan informasi sehubungan dengan masalah yang kita hadapi. Konon, cara ini sering dilakukan oleh Thomas Alva Edison untuk menemukan solusi atas permasalahan yang dihadapinya.
Nah, dalam artikel ini, penulis ingin berbagi kepada Anda salah satu kunci sukses untuk menemukan banyak ide dan berpikir kreatif. Tentunya, kunci sukses ini didasarkan pada prinsip bahwa pikiran bawah sadar merupakan sumber kreativitas.
Lantas, apa kunci sukses tersebut? Kunci sukses itu yaitu bangun lebih pagi dari biasanya, sebelum Anda memulai aktivitas Anda.
Hehehe, “Kok bisa?” mungkin Anda akan bertanya seperti itu. Penasaran? Yuk, simak penjelasannya berikut ini.
Peak Time Vs Off-Peak Time
Dalam sebuah artikel yang berjudul The Inspiration Paradox: Your Best Creative Time is Not When You Think, Cindi May, seorang pakar psikologi dari universitas Charleston menjelaskan perbedaan antara off-peak time (waktu di mana level kesadaran kita paling rendah, seperti sesaat sebelum tidur dan sesaat setelah bangun tidur) dengan peak time (saat kita berada dalam kesadaran penuh) berkaitan dengan proses pembelajaran. Mengutip temuan Mareike Weith dan Rose Zack, May menjelaskan bahwa off-peak time merupakan waktu yang paling efektif untuk berpikir kreatif. Sementara itu, untuk berpikir analitis, peak time merupakan waktu yang paling efektif.
Temuan ini didasarkan pada alasan bahwa saat level kesadaran kita tinggi, yakni saat kita berada pada peak time (siang hari, saat kita bekerja), pikiran kita cenderung lebih fokus dibanding saat kita berada pada off-peak time. Karena lebih fokus, pikiran mampu membedakan informasi yang penting dari informasi yang tidak penting untuk memecahkan suatu masalah. Hal ini sangat bermanfaat manakala kita memecahkan masalah yang bersifat analitis dan logis. Oleh karena itulah, waktu paling efektif untuk mengerjakan tugas-tugas analitis adalah siang hari atau peak time. (Tugas-tugas analitis adalah tugas yang membutuhkan jawaban objektif, misalnya, masalah 1+1. Jawabannya tidak bisa tidak yaitu 2).
Sebaliknya, saat level kesadaran rendah, yakni saat kita berada pada off-peak time, level konsentrasi pun jauh lebih rendah dibanding konsentrasi kita saat peak time. Karena fokus lebih rendah, maka pikiran kita cenderung kesulitan memilah-milah antara informasi yang penting dari informasi yang tidak penting.
Kabar baiknya, informasi-informasi yang tidak penting ini bisa menjadi sumber solusi bagi permasalahan kita, terutama permasalahan yang menuntut solusi kreatif, bukan analitis.
Temuan Mareike Weith dan Rose Zack dan Pikiran Sadar Vs Pikiran Bawah Sadar
Nah, alasan di atas sejalan dengan kenyataan bahwa pada pagi hari, saat kita bangun tidur, pikiran kita masih belum sepenuhnya sadar. Pada kondisi ini, kita berada di dalam gelombang otak alfa atau theta, yakni gelombang otak antara gelombang delta (saat tidur), dan gelombang beta (saat kita tersadar penuh).
Saat kita berada di gelombang otak alfa atau pun theta, itu artinya kita sedang berada di jembatan antara pikiran sadar dan pikiran bawah sadar kita. Kita berada antara sadar dan tidak sadar. Inilah mengapa, saat kita mengobrol dengan teman tepat saat kita bangun tidur, seringkali kita tidak berkonsentrasi dengan obrolan tersebut. Kita seperti orang yang linglung. Saat teman mengatakan “A”, maka kita akan bertanya, “Apa?” sambil mengucek mata. Kita sering menyebut kondisi seperti ini sebagai kondisi di mana nyawa kita belum sepenuhnya terkumpul. Hehehe.
Karena dalam kondisi ini (bangun tidur) pikiran kita berada di antara pikiran sadar dan pikiran bawah sadar, ia (pikiran kita) kesulitan untuk berpikir secara analitis. Ini dikarenakan, pemikiran analitis lebih membutuhkan pikiran sadar ketimbang pikiran bawah sadar. Pemikiran analitis mendasarkan metodenya pada logika dan rasionalisasi, di mana keduanya merupakan aktivitas yang membutuhkan konsentrasi sadar yang tinggi, yang menurut Mareike Weith dan Rose Zack, membutuhkan konsentrasi sedemikian sehingga otak dapat memilah informasi yang penting dan mengesampingkan informasi yang tidak penting.
Sebaliknya, dalam kondisi seperti ini, kita lebih mudah mendapatkan ide-ide kreatif. Penyebabnya, seperti yang dijelaskan sebelumnya, kreativitas bersumber dari pikiran bawah sadar kita. Atau, dalam bahasa Mareike Weith dan Rose Zack, kreativitas diperoleh dari informasi-informasi yang “tidak penting”, yang dalam kondisi peak time, diabaikan oleh otak kita, tetapi diterima oleh otak kita dalam kondisi off-peak time.
Saat bangun tidur, kita berada dalam kondisi antara sadar dan tidak sadar. Nah, dalam kondisi seperti ini, otak kita lebih siap mengakses pikiran bawah sadar kita. Jadi, dalam kondisi seperti ini, otak kita lebih siap menerima informasi (solusi) yang ditawarkan oleh pikiran bawah sadar kita terkait dengan masalah yang sedang kita hadapi. Nah, informasi yang berasal dari pikiran bawah sadar tersebut, yang dapat kita jadikan sebagai solusi atas permasalahan kita lazim disebut sebagai kreativitas.
Untuk mndukung temuan mereka, Mareike Weith dan Rose Zack melakukan riset yang melibatkan sejumlah relawan. Dalam riset tersebut, relawan dibagi ke dalam empat kelompok yang berbeda. Kelompok pertama diminta untuk menjawab soal analitis. Adapun waktu yang digunakan untuk menjawab pertanyaan itu yaitu pagi hari (off-peak time).
Kelompok kedua diminta untuk menjawab soal yang sama dengan soal yang diberikan kepada kelompok pertama, hanya saja waktu untuk mengerjakannya adalah siang hari (peak time).
Kelompok yang ketiga diminta untuk menjawab sebuah soal kreatif. Waktu yang digunakan untuk menjawab soal tersebut adalah off-peak time. Adapun pertanyaannya adalah sebagai berikut.
Seorang kolektor benda-benda kuno menawarkan salah satu koleksinya kepada seseorang yang juga merupakan kolektor. Koleksi yang ditawarkannya itu berupa uang kuno dalam bentuk koin. Kedua sisi koin tersebut memiliki gambar yang berbeda. Sisi pertamanya bergambarkan kepala seorang raja, sementara sisi yang lain bertuliskan tahun 544 SM (Sebelum Masehi).
Sebelum membayar benda antik itu, sang calon pembeli memeriksa dengan teliti koin tersebut. Sesaat kemudian, ia memutuskan untuk tidak jadi membeli koin itu dan justru melaporkan sang pemilik ke pihak kepolisian.
Pertanyaannya, mengapa ia batal membeli dan justru melaporkan pemiliknya ke polisi?
(Anda pun boleh mencoba menjawab soal tersebut sekarang, saat membaca artikel ini, untuk menguji kemampuan kreatif Anda dalam kondisi peak time).
Nah, setelah relawan dari keempat kelompok tersebut menjawab pertanyaan yang diajukan kepada mereka masing-masing, ditemukan bahwa mayoritas jawaban yang diberikan oleh relawan pada kelompok pertama (soal: analitis; waktu: pagi) salah. Sementara itu, pada kelompok kedua (soal: analitis; waktu: siang), mayoritas relawan menjawab pertanyaan analitis tersebut dengan tepat.
Mayoritas jawaban kelompok ketiga (soal: kreativitas; waktu: pagi) adalah tepat, sedangkan mayoritas jawaban kelompok keempat (soal: kreativitas; waktu: siang) adalah salah.
Riset di atas membuktikan bahwa waktu pagi, sesaat setelah bangun tidur, alias off-peak time merupakan waktu yang sangat efektif untuk mencari inspirasi, mencari ide-ide kreatif. Sementara itu, untuk mengerjakan tugas-tugas analitis, waktu yang paling efektif adalah saat siang hari, saat kita berada dalam kesadaran penuh.
Untuk itulah, masih dalam artikel yang sama, Cindi May Menyarankan orang-orang yang profesinya berkaitan dengan kreativitas untuk mengerjakan pekerjaan mereka sesaat setelah bangun tidur, atau sesaat menjelang tidur. Anjuran ini dikonfirmasi oleh kenyataan yang sering diungkapkan para penulis, yaitu bahwa saat yang paling inspiratif bagi mereka untuk memroduksi tulisan adalah sesaat setelah bangun tidur.
Bagaimana Cara Berpikir Kreatif di Pagi Hari?
Setelah kita tahu manfaat kondisi sesaat setelah tidur bagi kreativitas kita, sekarang saatnya untuk mengetahui cara untuk mendapatkan ide-ide inspiratif dengan bangun lebih pagi. Mengapa harus lebih pagi? Karena aktivitas (kerja) kita dimulai semenjak pagi. Minimal, satu jam sebelum waktu kerja dimulai, kita harus sudah bangun untuk mempersiapkan segala sesuatunya, seperti mandi, sarapan, dan perjalanan.
Nah, jika Anda bangun satu jam sebelum kerja, di mana waktu satu jam itu Anda gunakan untuk mandi, makan, dan perjalanan, maka tidak ada waktu yang terluang untuk mencari ide-ide inspiratif.
Oleh karena itulah, Anda harus bangun minimal 30 menit lebih awal. Gunakan 30 menit ini untuk mencari inspirasi. Caranya, jangan beranjak dari tempat tidur tepat setelah Anda bangun. Alih-alih, gunakan waktu Anda di tempat tidur untuk menuliskan apa pun yang ada di dalam benak Anda. Jika Anda masih ingat mimpi Anda, catat mimpi itu.
Mimpi Anda dan semua yang ada di dalam otak Anda sesaat setelah Anda bangun merupakan informasi-informasi yang berasal dari pikiran bawah sadar yang bisa menjadi solusi kreatif bagi permasalahan Anda.
Pagi hari, sesaat setelah bangun, saat pikiran kita masih berada antara sadar dan tidak sadar, merupakan waktu di mana pikiran-pikiran rasional dan logis paling sedikit mengintervensi pemikiran kita. Saat itulah saat yang paling tepat untuk menerima intuisi dan kreativitas.
Nah, mulai sekarang, yuk, bangun lebih awal. Raih manfaatnya, dan jangan lupa untuk menceritakan pengalaman bangun pagi Anda di sini.