“Tidak ada yang berani menindas Anda kecuali Anda sendiri mengijinkan diri Anda ditindas.”
Anomim
Kemarin, dalam sebuah forum diskusi di FB, seorang perempuan bertanya kepada anggota forum mengenai apa dan bagaimana reaksi para perempuan di forum itu, saat mereka berjalan, tiba-tiba gerombolan laki-laki menggoda mereka dengan menyoraki, memanggil-manggil nama, atau bersiul.
Beragam jawaban diberikan. Ada yang menjawab dibiarkan saja; Ada yang menjawab “Ya, begitulah laki-laki”; Ada yang menjawab “Tidak nyaman. Seperti dilecehkan. Dan, itu termasuk tindakan bullying.” Ada juga yang mengatakan bahwa kaum laki-laki berani menggoda perempuan di jalan hanya pada saat mereka bergerombol, paling tidak lebih dari satu orang.
Pertanyaan serta jawaban-jawaban di atas mengingatkan penulis mengenai tindakan bullying yang sering kita jumpai dalam kehidupan sosial dewasa ini, baik di sekolah, di lingkungan rumah, atau pun di lingkungan kerja. Dan, sebagaimana diungkapkan oleh salah satu komentator, penulis sepakat bahwa tindakan di atas merupakan salah satu bentuk bullying.
Kita sering menyaksikan tindakan bullying di sinteron-sinetron di TV. Tetapi, dewasa ini, selain di sinetron, kita juga sering menjumpai bullying yang sebenarnya di dunia maya. Rupanya, kehadiran internet dan media sosial menjadi salah satu tempat di mana tindakan bully berpotensi terjadi. Mungkin, ini dikarenakan, di media sosial, identitas tersamarkan, di mana ketersamaran identias ini membuat kita leluasa untuk melontarkan caci-maki dan menindas orang lain.
Namun demikian, tentu tindakan bully tidak hanya terjadi di dunia maya. Dalam kehidupan nyata pun, banyak dari kita yang tidak luput menjadi korban bully. Lantas, bagaimana dengan Anda? Apakah Anda merupakan salah satu dari mereka? Jika jawabannya, ya, maka artikel ini ditulis khusus diperuntukkan untuk Anda.
Dalam artikel ini, penulis akan mengajak Anda mengetahui bagaimana tindakan bully terjadi, dalam kondisi apa seseorang berkesempatan untuk mem-bully, serta bagaimana cara mengatasi bullying.
Semoga, hadirnya artikel ini dapat memberikan manfaat kepada Anda.
Sekarang, mari simak artikel ini hingga selesai.
Kapan dan bagaimana tindakan bully berpotensi terjadi?
Sebagaimana yang terungkap dalam forum diskusi di atas, tindakan bully dilakukan oleh gerombolan pria terhadap perempuan yang tengah berjalan di depan mereka. Jika diamati, tindakan bully tersebut terjadi manakala kaum pria dalam keadaan bergerombol, tidak sendirian.
Dalam kasus lain, kesamaan juga kita temukan. Sebagai contoh, tindakan bully yang menimpa Florence tempo hari di media sosial dan portal berita online. Dalam peristiwa itu, tindakan bully terjadi ketika sekelompok orang mem-bully Florence, yang seorang diri (sebagai individu, pastinya, bukan sebagai anggota kelompok sosial tertentu).
Selain peristiwa yang dialami Florence, ada juga kisah Amanda Todd di Kanada. Todd merupakan seorang siswi kelas 10 di SMA Portquitlam, Kanada. Entah apa yang menyebabkannya di-bully oleh teman-temannya. Tetapi, yang pasti, tindakan bully kepadanya dilakukan dengan cara menghina dan mencacinya secara beramai-ramai, bukan hanya dilakukan satu orang.
Kisah serupa juga dialami oleh Carlos Vigil dari Amerika Serikat. Pemuda itu di-bully oleh teman-temannya di sekolah lantaran wajahnya yang penuh jerawat dan kacamata yang selalu menghias wajahnya. Selain itu, ia juga dituduh sebagai seorang gay.
Nah, dalam kasus yang dialami Vigil, tindakan bully terjadi dengan menempatkannya sebagai orang yang berbeda dari yang lain, yang dengan perbedaan itu, ia menjadi minoritas yang tidak memiliki power sama sekali. Dengan keaadaan tanpa power itu, sang pem-bully berani melakukan tindakan mereka dengan mencaci dan menghinanya beramai-ramai.
Dari beberapa contoh kasus di atas, kita dapat menarik satu persamaan yaitu bahwa tindakan bully dilakukan secara beramai-ramai. Bully dilakukan oleh sekelompok/segerombol orang terhadap satu orang. Banyak melawan satu.
Ini artinya, tindakan bully terjadi manakala terdapat sebuah perbedaan yakni antara mayoritas dan minoritas, di mana kubu mayoritas memiliki kekuatan/power yang lebih besar dibanding kubu minoritas.
Perbedaan antara mayoritas dan minoritas ini dapat diciptakan. Caranya yaitu dengan menciptakan perbedaan antara “kita” dan “dia”. Di sini, “kita” adalah kubu mayoritas yang berperan sebagai sang pem-bully, sedangkan “dia” adalah kubu minoritas yang diposisikan sebagai sang korban bully.
Lantas, apa bentuk perbedaan itu? Bentuk perbedaan dapat berupa macam, sebagai contoh perbedaan status sosial. Perbedaan juga dapat berupa perbedaan antara kelompok remaja populer dan remaja tidak populer atau remaja penyendiri. Selain itu, sebagaimana kasus yang dialami oleh Carlos Vigil, perbedaan diciptakan dengan menarik garis antara mereka yang heteroseksual dengan Vigil (seorang) yang homoseksual, di mana dengan perbedaan itu, Vigil diposisikan sebagai korban bully lantaran posisinya sebagai minoritas yang tidak memiliki power. Selain perbedaan-perbedaan di atas, perbedaan antara mayoritas dan minoritas dapat berupa perbedaan etnisitas, ras, keyakinan agama, kecerdasan, dan sebagainya.
Apa yang pasti yaitu, bully terjadi manakala terdapat beda kekuatan (kuat vs lemah), di mana yang kuat menindas yang lemah. Dan, seringkali, beda kekuatan itu termanifestasi dalam mayoritas dan minoritas. Kubu mayoritas adalah kubu yang kuat karena jumlahnya yang banyak. Sebaliknya, kubu minoritas adalah kubu yang lemah karena jumlahnya yang sedikit.
Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan, beda kekuatan termanifestasi dalam hierarki posisi kerja (atasan vs bawahan), usia (dewasa vs anak-anak), intelejensi (cerdas vs bodoh), dan sebagainya.
Kata kunci tindakan bullying adalah ketidak-imbangan kekuatan/power. Kubu dengan kekuatan yang lebih besar menindas kubu dengan kekuatan yang lebih kecil.
Pertanyaannya, apakah lantas setiap perbedaan kekuatan berujung pada tindakan bully? Tentu saja tidak. Tetapi, tindakan bully hanya bisa terjadi dalam situasi di mana terdapat perbedaan kekuatan (kuat vs lemah), di mana seringkali kubu yang kuat termanifestasi dalam kubu mayoritas, sedangkan kubu yang lemah termanifestasi dalam kubu minoritas. Tidak mungkin bully terjadi manakala kedua kubu memiliki kekuatan yang sama. Tidak mungkin bully dilakukan oleh pihak minoritas terhadap pihak mayoritas; Tidak mungkin bully dilakukan oleh pihak yang lemah terhadap pihak yang kuat.
Bagaimana cara mengatasinya?
Sebagaimana dijelaskan di atas, tindakan bully terjadi manakala terdapat perbedaan kekuatan, yang bisa berwujud perbedaan jumlah (mayoritas vs minoritas) atau perbedaan kekuatan lain seperti atasan vs bawahan, dewasa vs anak-anak, cerdas vs bodoh, kaya vs miskin, rupawan vs tidak rupawan.
Ini artinya, kita dapat mencegah terjadinya bullying dengan menyeimbangkan kekuatan yang ada.
Lantas, bagaimana cara menyeimbangkan kekuatan? Dalam kasus di mana bullying terjadi karena perbedaan jumlah (mayoritas vs minoritas), di mana mayoritas mem-bully minoritas, bullying dapat diatasi dengan cara menyeimbangkan jumlah sedemikian sehingga tidak ada lagi mayoritas dan minoritas.
Jika Anda diposisikan sebagai minoritas (kubu yang lemah), yang dengan demikian orang lain berani mem-bully Anda secara beramai-ramai, carilah teman untuk menyeimbangkan kekuatan Anda. Mereka tidak akan berani mem-bully Anda manakala Anda memiliki banyak teman yang dapat membantu Anda melawan mereka.
Jika bullying terjadi antara atasan dan bawahan, maka Anda dapat melawan bullying yang dilakukan atasan Anda dengan cara mengemukakan hak-hak Anda (yang diakui oleh undang-undang) yang dilanggar oleh atasan Anda. Untuk itu, Anda perlu mempelajari undang-undang yang berkaitan dengan ketenagakerjaan.
Intinya, untuk melenyapkan bullying, yang perlu Anda lakukan adalah melawan tindakan itu, bukan menerimanya secara pasif. Anda dapat melawannya dengan memperbanyak teman, meminta pertolongan dari lembaga-lembaga yang berkonsentrasi dalam kasus bullying.
Yang juga perlu Anda ingat, jangan menyalahkan diri Anda sendiri jika Anda menjadi korban bullying. Bullying menyebabkan sang korban kehilangan kepercayaan diri. Bullying membuat sang korban berpikir bahwa dirinya tidak layak dihargai, di mana dengan perasaan seperti itu, ia (sang korban) semakin tidak berdaya melawan bullying.
Untuk itu, untuk melenyapkan bullying, Anda juga perlu mengingat kembali kelebihan dan kebaikan Anda. Anda perlu membangun image diri yang positif. Semakin Anda percaya bahwa Anda layak dihargai karena kualitas-kualitas Anda, Anda akan semakin merasa kuat. Dan, semakin Anda merasa kuat, niscaya Anda berani melawan tindakan bullying yang menimpa Anda.