Kekuatan Pikiran Anda Itu Bernama Intuisi!

intuition

Suatu sore di hari Minggu Anda mempunyai janji dengan pasangan. Berdua, Anda berencana untuk pergi ke tempat makan favorit. Tempat makan itu merupakan tempat di mana untuk pertama kalinya Anda bertemu dengan pasangan Anda. Dan, oleh karena itulah, tempat itu menjadi tempat favorit.

Sore itu merupakan sore yang cerah. Matahari senja menampakkan sinar keemasannya. Pelangi muncul dari salah satu arah mata angin. Sungguh indah! Yup! Indah! Tetapi, ada sesuatu yang mengganggu di balik keindahannya. Setidaknya menurut perasaan Anda. Tepat sekali! Mengganggu, karena menurut Anda, pelangi identik dengan hujan. Dan, oleh karena itulah, Anda harus mengurungkan niat untuk pergi.

Pernahkah Anda mengalami kejadian seperti itu? Kejadian di mana tiba-tiba Anda merasakan kesan yang aneh terhadap suatu hal. Pada cerita di atas, tiba-tiba muncul kesan yang mengganggu saat Anda melihat pelangi di langit. Menurut Anda, pelangi identik dengan hujan. Akan tetapi, ketika ditanya pasangan Anda, mengapa pelangi identik dengan hujan, Anda tidak bisa menjelaskannya secara logis. Yang Anda tahu, ya seperti itulah. Pelangi identik dengan hujan. Dan, pengetahuan ini muncul begitu saja.

Nah, dalam kajikan psikologi, pengetahuan seperti ini dinamakan intuisi.

Dalam kehidupan sehari-hari, intuisi banyak membantu kita untuk memutuskan suatu perkara. Bukan hanya orang-orang awam seperti kita saja yang menggunakan intuisi. Banyak literatur menyebutkan bahwa para ahli seperti Albert Einstein, Thomas Alva Edison, dan Dimitri Mendeleyev juga menggunakan intuisi untuk kepentingan eksperimen mereka.

Hebat sekali, bukan, intuisi itu? Yup! Intuisi memang hebat. Intuisi merupakan kekuatan pikiran manusia yang sangat bermanfaat. Intuisi membantu kita memutuskan suatu perkara tanpa perlu berpikir panjang. Intuisi membantu para ahli menemukan penemuan-penemuan canggih mereka. Dan, hebatnya, seringkali kebenaran intuisi ini akurat.

Banner-7

Akan tetapi, apa, sih, sebenarnya intuisi itu? Mengapa intuisi bisa sehebat itu? Apakah intuisi hal yang klenik? Dan, apakah kita bisa meningkatkan ketajaman intuisi kita?

Penasaran? Simak tulisan ini dari awal sampai akhir. Di dalam tulisan ini, Anda akan menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas.

Apa Itu Intuisi?

Dalam kamus online bahasa Inggris Miriam Webster, intuisi adalah “A natural ability or power that makes it possible to know something without any proof or evidence.” Intuisi adalah kemampuan alami atau kekuatan yang dengannya seseorang mengetahui sesuatu tanpa pembuktian. Dalam kamus online Oxford, intuisi didefinisikan sebagai “The ability to understand something instinctively, without the need for conscious reasoning.” Intuisi adalah kemampuan untuk memahami sesuatu secara naluriah, tanpa membutuhkan rasionalisasi sadar.

Dari dua definisi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa intuisi adalah kemampuan untuk mengetahui suatu hal tanpa perlu berpikir; Pengetahuan yang datang tiba-tiba tanpa perlu dipikirkan terlebih dulu.

Mistis atau Rasional?

Sebelum penelitian yang dilakukan oleh para pakar psikologi, intuisi dianggap sebagai pengetahuan yang bersifat klenik. Intuisi dipandang sebagai anugerah istimewa yang diberikan hanya kepada orang-orang tertentu. Dalam pengertian klenik seperti ini, intuisi sama artinya dengan ilham atau wangsit. Selain itu, intuisi dipahami sebagai pengetahuan yang kebenarannya 100% akurat.

Pemahaman berubah ketika intuisi mulai diteliti secara ilmiah. Banyak penelitian yang dilakukan oleh pakar psikologi menyimpulkan bahwa intuisi bukanlah hal yang klenik. Menurut para pakar itu, sumber intuisi berasal dari pikiran bawah sadar manusia.

Nah, jika intuisi bukan klenik dan bukan berasal dari awang-awang, melainkan dari pikiran bawah sadar manusia, lalu bagaimanakah mekanisme munculnya intuisi? Untuk menjawab itu, mari simak penjelasan berikut.

Munculnya Intuisi

Tentang intuisi, Albert Einstien berkata, “Intuition is nothing but the outcome of earlier intellectual experience,” yakni bahwa intuisi merupakan hasil dari pengalaman intelektual yang terjadi sebelumnya. Hal senada juga diungkapkan oleh pakar psikologi dari Amerika Serikat Herbert A. Simon. Menurutnya, intuisi tak lain merupakan kesadaran bahwa sesuatu yang dialami pernah dikenali atau dipelajari sebelumnya.

Untuk mempermudah penjelasannya, perhatikan contoh berikut.

Pada cerita di paragraf awal, Anda memutuskan untuk membatalkan janji dengan pasangan saat Anda melihat pelangi di langit. Kita tahu bahwa Anda membatalkan janji itu karena ada perasaan yang mengganjal tentang pelangi. Nah, perasaan itu merupakan sebuah intuisi yang memberi pesan kepada Anda untuk tidak pergi.

Intuisi itu sebenarnya bukanlah pesan yang diembuskan oleh makhluk mistis kepada Anda, melainkan pesan yang berasal dari pikiran bawah sadar Anda.

Masih ingat, kan, mengenai pikiran bawah sadar? Pikiran bawah sadar merupakan gudang penyimpanan memori dan sistem kepercayaan, di mana sumber daripada memori dan sistem kepercayaan itu adalah informasi yang ditangkap oleh pancaindra.

Memori ini menetap selamanya di dalam pikiran bawah sadar. Nah, saat kita mengalami suatu peristiwa, otak kita memilah-milah informasi (yang tersimpan di dalam pikiran bawah sadar) yang paling identik dengan peristiwa itu. Informasi yang terpilih pada akhirnya muncul dalam pikiran sadar kita sebagai intuisi. Jadi, intuisi merupakan memori yang tersimpan di dalam pikiran bawah sadar kita yang tiba-tiba muncul ke permukaan (pikiran sadar) sebagai respons dari otak kita saat mengalami suatu kejadian yang hampir serupa dengan memori tersebut.

Mekanisme munculnya intuisi adalah melalui asosiasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan (Daring), asosiasi berarti “Pembentukan atau pertalian antara gagasan, ingatan, atau kegiatan pancaindra.” Sementara itu, dalam kamus online Oxford, asosiasi diartikan, “The action of making a mental connection,” yaitu bahwa asosiasi adalah tindakan membuat sebuah hubungan mental. Sehubungan dengan definisi ini, kamus Oxford memberikan contoh, “There is nothing new in the association of fasting with spirituality.” Tidak ada yang baru dalam mengasosiasikan puasa dengan spiritualitas.

Nah, dari dua definisi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa asosiasi adalah mengidentikkan suatu hal dengan hal lainnya.

Dalam contoh tentang pelangi, intuisi terjadi saat otak Anda mengasosiasikan pelangi dengan memori bawah sadar Anda. Memori apakah itu? Dalam contoh di atas, memori itu adalah memori tentang ‘hujan’. Jadi, ketika melihat pelangi, otak Anda memilah-milah memori di dalam bawah sadar Anda yang paling pas untuk diasosiasikan dengan pelangi.

Karena kejadian di masa lalu yang berhubungan dengan pelangi adalah hujan, maka intuisi yang muncul di dalam pikiran sadar Anda pun berupa pesan akan terjadinya hujan.

Pesan ini merupakan petunjuk bagi Anda untuk membuat keputusan, apakah Anda pergi dengan pasangan Anda atau membatalkan janji itu.

Nah, dari uraian di atas, kita dapat meringkasnya seperti ini: Intuisi terjadi melalui mekanisme asosiasi. Apa saja yang diasosiasikan? Yang diasosiasikan adalah peristiwa yang sedang kita alami dengan memori bawah sadar yang identik atau hampir mirip dengan peristiwa itu. Identik maksudnya adalah memiliki pola (pattern) yang sama. Jadi, ada kesamaan pola antara peristiwa yang sedang kita alami dengan memori tertentu di dalam pikiran bawah sadar kita.

Syarat Intuisi

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, menurut Einstin, intuisi tidak lain merupakan hasil dari pengalaman intelektual yang terjadi sebelumnya. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa sumber intuisi berasal dari pengalaman di masa lalu. Jadi, mungkin-tidaknya kita memiliki kemampuan intuisi dipengaruhi oleh pengalaman itu sendiri.

Para ahli menyimpulkan bahwa seorang yang sangat ahli dan berpengalaman dalam bidang tertentu relatif memiliki kemampuan intuisi dibanding mereka yang awam dalam bidang tersebut. Contoh yang paling mudah dipahami menganggambarkan pengaruh pengalaman terhadap kemampuan intuisi adalah permainan catur.

Dua orang sedang bermain catur, katakanlah si A dan si B. Si A memiliki banyak pengalaman dalam permainan catur. Ia merupakan seorang grand master. Sementara itu, si B baru beberapa kali bermain catur.

Nah, saat keduanya beradu kemampuan catur, si A jauh lebih unggul. Dalam hanya beberapa langkah, si B tumbang di tangannya. Keunggulan si A ditunjang oleh kekuatan intuisinya. Sumber intuisi itu tidak lain adalah pengalamannya selama bermain catur.

Bayangkan, jika ia telah bermain catur sebanyak seribu kali, maka berapa banyak pengalaman yang dapat ia jadikan sebagai sumber pengetahuan (intuisi) dalam bermain catur? Jika ia sudah bermain catur sebanyak seribu kali, katakanlah dalam satu kali permainan, ada 10 posisi yang dapat ia jadikan sebagai pelajaran. Berapa posisi yang sudah ia pelajari selama bermain catur (seribu kali)? Dibanding si B yang masih baru dalam permainan catur, tentu saja si A memiliki jauh lebih banyak sumber intuisi dalam permainan itu.

Syarat intuisi adalah pengalaman. Semakin banyak pengalaman dalam suatu bidang tertentu, kemungkinan kita memiliki kemampuan intuisi (terkait dengan bidang tersebut) semakin besar. Sebaliknya, semakin sedikit pengalaman yang kita miliki dalam suatu bidang tertentu, maka semakin kecil pula kemungkinan kita memiliki kemampuan intuisi terkait bidang tersebut.

Alternatifnya, saat tidak memiliki kemampuan intuisi, maka kita harus berpikir menggunakan pikiran sadar kita. Yup! Berpikir seperti biasa.

Dalam contoh permainan catur di atas, si B yang awam dengan permainan catur tidak dapat mengandalkan intuisinya, karena pikiran bawah sadarnya tidak menyimpan sejumlah informasi yang berkaitan dengan permainan catur. Yang bisa ia lakukan adalah berpikir seperti biasa. Berpikir seperti biasa maksudnya adalah menganalisis sedemikian sehingga mencapai suatu kesimpulan.

Tentu saja, proses berpikir jauh lebih lama dan membutuhkan usaha keras dibanding saat intuisi muncul. Kemunculan intuisi tidak memerlukan proses. Ia datang begitu saja saat kita membutuhkan jawaban.

Apakah Intuisi 100% Akurat?

Sekalipun kita berpengalaman dalam bidang tertentu, belum tentu pengalaman itu membuat kita ahli dalam bidang itu, bukan? Terkadang kita tidak bisa belajar dari kesalahan.

Nah, berkaitan dengan intuisi, banyaknya pengalaman tidak menjamin ketajaman intuisi kita. Jika kita orang yang tidak pernah belajar dari pengalaman, tidak pernah belajar dari kegagalan dan keberhasilan kita, maka pengalaman itu justru akan menyesatkan kita.

Dalam pikiran bawah sadar, pengalaman itu menjadi memori. Saat terjadi suatu peristiwa genting, otak kita memilah-milah memori di dalam pikiran bawah sadar yang identik dengan peristiwa itu. Nah, pada akhirnya, terpilihlah satu memori yang paling identik. Memori ini berasal dari pengalaman kita di masa lalu. Saat muncul ke permukaan (pikiran sadar) memori ini menjadi intuisi yang dapat dijadikan sebagai petunjuk. Tetapi, karena kita tidak belajar dari pengalaman, maka bisa jadi pengalaman itu mengandung kesalahan. Nah, jika pengalaman itu mengandung kesalahan, maka ia pun menjadi intuisi yang menyesatkan.

Berkaitan dengan hal ini, seorang pakar psikologi asal Amerika Serikat Daniel Kahneman memberikan contoh yang menarik sebagai berikut.

Bayangkan Anda menjawab soal berikut ini: Harga total sebuah tongkat pemukul dan bola kasti adalah $ 1.10 (1 dolar 10 sen), dengan rincian harga tongkat 1 dolar lebih mahal dibanding harga bola. Berapa harga bola tersebut?

Secara intuitif, Anda akan langsung menyimpulkan bahwa harga bola adalah 10 sen. Kesimpulan itu didapatkan karena menurut intuisi Anda, harga tongkat pemukul adalah 1 dolar. 1 dolar plus 10 sen hasilnya 1 dolar 10 sen. Jawaban ini tampak masuk akal.

Akan tetapi, dengan sedikit berpikir, Anda dapat mengetahui jawaban yang betul-betul benar. Jika harga bola adalah 10 sen, maka harga tongkat pemukul adalah 1 dolar 10 sen. Dengan begitu, harga total bola dan tongkat adalah 1 dolar 20 sen. Padahal, seperti yang disebutkan di atas, harga total bola dan tongkat adalah 1 dolar 10 sen. Jadi, jawaban Anda yang hanya mengandalkan intuisi itu salah.

Jawaban yang benar yaitu harga bola 5 sen, sedangkan harga tongkat adalah 1 dolar 5 sen. 5 sen ditambah 1 dolar 5 sen hasilnya 1 dolar 10 sen. Tepat seperti yang tersebut di atas.

Dalam contoh di atas, apakah yang memunculkan intuisi bahwa harga tongkat adalah 1 dolar? Menurut Kahneman, intuisi itu muncul karena di masa lalu, saat menemui persoalan yang polanya sama dengan pola soal di atas, Anda tidak memikirkan (meneliti soal) terlebih dulu. Alih-alih, Anda justru langsung menyimpulkan jawabannya; Anda berspekulasi dengan jawabannya.

Kahneman menjelaskan, “…we often like to use heuristics, or shortcuts, that make thinking easier. In many cases these heuristics will work well but if their use goes ‘unhecked’ by more deliberative thinking, erros-such as the 10 cents answer-will occur.

Kita senantiasa senang menggunakan metode heuristik (dalam kajian psikologi, heuristik adalah teknik pemecahan masalah berdasarkan pengalaman; Dalam kamus online thefreedictionary.com, heuristik adalah formulasi spekulatif), atau shortcut, yang memudahkan proses berpikir. Dalam banyak kasus, metode heuristik bekerja dengan baik, tetapi jika metode itu tidak dipantau oleh pemikiran sadar, kesalahan-seperti jawaban 10 sen-akan terjadi.

Nah, dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa intuisi tidak selalu benar. Keakuratan intuisi tetap dipengaruhi oleh kecakapan kita dalam menyikapi suatu peristiwa di masa lalu.

Jika setiap kali menemui masalah, kita tidak pernah menganalisis masalah itu dengan pikiraan sadar, alih-alih kita hanya berspekulasi (menggunakan teknik heuristik) atau tergesa-gesa menyimpulkannya, maka spekulasi itulah yang akan menjadi intuisi kita. Padahal, spekulasi belum tentu akurat.

Bayangkan saja, kita setiap hari bermain catur. Selama bermain catur, sudah ribuan posisi yang kita temukan. Tetapi, jika kita tidak dapat belajar dari pengalaman mengenai kesalahan, maka pengalaman tentang kesalahan itu justru akan menyesatkan kita di kemudian hari.

Jadi, agar memiliki kemampuan intuisi yang tajam, pertama perbanyak pengalaman dalam bidang tertentu. Kedua, pandai-pandailah belajar dari pengalaman, belajar dari kesalahan dan keberhasilan. Mengenai syarat yang kedua ini, biasakan menggunakan pikiran sadar kita untuk menganalisis permasalahan. Jangan biasakan menggunakan teknik heuristik, atau dalam kata lain, hindari kebiasaan berspekulasi.

Spekulasi paling bagus hanya dapat dijadikan hipotesis. Nah, sebagai hipotesis, dia perlu diuji kebenarannya lewat penelitian logis.

Kunci belajar dari pengalaman adalah mengaktifkan pikiran sadar kita. Dengan pikiran sadar, teliti kesalahan dan keberhasilan kita. Apa saja yang membuat kita salah dan apa saja yang membuat kita berhasil.

Intuisi dan Pikiran Sadar

Terakhir, karena intuisi tidak selalu benar atau dalam kata lain, kadang-kadang akurat, kadang-kadang meleset, para ahli menyarankan agar kita menguji intuisi dengan pikiran sadar. Sebagai contoh, saat kita terjepit dalam suatu masalah. Tiba-tiba muncul intuisi yang memberikan petunjuk kepada kita. Jangan langsung mempercayai intuisi itu, karena bisa jadi ia tidak akurat. Ujilah intuisi tersebut dengan pikiran sadar. Periksa apakah intuisi itu logis atau tidak.

Oya, jika ada yang perlu ditanyakan, atau ada kritik dan saran, silakan berikan komentar.