Bagaimana anggapan Anda mengenai kegagalan? Apakah kegagalan tidak bisa diperbaiki? Apakah kegagalan bak mesin yang rusak, yang jikalau pun dibetulkan tidak akan kembali 100% seperti semula, yang oleh karena itu Anda sangat anti terhadapnya?
Nah, jika anggapan Anda mengenai kegagalan seperti yang disebutkan di atas, maka waspadalah. Jangan-jangan, Anda orang yang perfeksionis.
“What?! Jadi perfeksionis, kok, harus waspada? Bukannya malah bagus?” mungkin demikian pertanyaan Anda. Yup! Anda harus waspada. Mengapa? Karena perfeksionisme membuat Anda terlalu terobsesi terhadap kesempurnaan, di mana obsesi ini membawa dampak yang sangat buruk bagi produktivitas Anda.
Mengenai dampak negatif perfeksionsime sudah penulis jelaskan pada artikel yang berjudul Perfeksionisme: Mindset yang Menghambat Produktivitas Anda. Dalam artikel itu, dijelaskan bahwa perfeksionisme membuat seseorang menjadi kurang efektif dan efisien, terbiasa menunda-nunda pekerjaan, depresi dan stres, dan lupa terhadap tujuan semula dan justru berfokus pada hal-hal yang tidak terlalu penting.
Dalam artikel ini, penulis akan jabarkan kembali sedikit penjelasan mengenai definisi perfeksionisme. Tujuannya, supaya Anda tidak keliru dalam mengartikannya.
Perfeksionisme berbeda dari pengejaran terhadap kesempurnaan yang masih dalam taraf wajar (healthy pursuit of perfection).
Setiap orang perlu menetapkan kesempurnaan sebagai standar kesuksesan. Tujuannya, agar hasil yang dicapai maksimal. Dalam konteks ini, kesempurnaan memiliki peran yang sangat krusial, yakni sebagai motivator atau pendorong.
Saat Anda masih duduk di bangku kuliah, misalnya, Anda harus menjadikan nilai A (nilai sempurna) sebagai standar kesuksesan Anda.
Dengan standar ini, saat Anda tidak memperoleh nilai A, itu artinya Anda gagal. Nah, karena hal itu, Anda pun menjadi terpacu untuk meraih nilai A. Anda akan berusaha semaksmimal mungkin untuk mendapatkan nilai A.
Meskipun hasilnya di bawah nilai A, tetapi yang pasti Anda terpacu untuk mendapatkan nilai di atas B, yang bisa berarti B+ dan A.
Bagaimana jadinya jika Anda menetapkan nilai B sebagai standar kesuksesan? Nah, jika standar kesuksesan Anda hanyalah nilai B, maka secara psikologis, Anda tidak akan terpacu untuk mendapatkan nilai di atas B, baik B+ atau pun A. Apalagi jika Anda menetapkan nilai C sebagai standar kesuksesan. Hmmmm, maka Anda tidak akan mampu meraih nilai di atas C. Mengapa? Karena secara psikologis, Anda tidak terdorong untuk mendapatkan nilai di atas C.
Nah, dengan melihat contoh di atas, kiranya kita paham makna dan peran dari pengejaran terhadap kesempurnaan (dalam taraf yang wajar). Sikap ini berbeda dari perfeksionisme. Perfeksionisme merupakan sikap yang negatif, sementara pengejaran terhadap kesempurnaan (dalam taraf yang wajar) merupakan sikap yang positif.
Lantas apa bedanya perfeksionisme dengan pengejaran terhadap kesempurnaan (dalam taraf wajar)? Bukankah perfeksionisme juga berarti menetapkan kesempurnaan sebagai standar kesuksesan? Bedanya, perfeksionisme merupakan bentuk ekstrem dari sikap mengejar kesempurnaan.
Pengejaran (secara sehat) terhadap kesempurnaan tidak membuat Anda berlebihan dalam mengejar kesempurnaan. Tetapi, dengan perfeksionisme, Anda menjadi haus akan kesempurnaan. Dengan sikapmengejar kesempurnaan (dalam taraf wajar), Anda akan memandang kegagalan sebagai hal yang lumrah. Kegagalan tidak akan menjadikan Anda depresi. Sebaliknya, Anda justru memandang kegagalan sebagai pelajaran yang berharga. Dengannya, Anda mengetahui letak kekeliruan Anda. Dengan demikian, Anda bisa menghindari kekeliruan itu ke depannya. Nah, inilah beberapa sikap yang akan Anda miliki jika Anda menerapkan healthy pursuit of perfection, sikap mengejar kesempurnaan sewajarnya.
Sebaliknya, dengan perfeksionisme, Anda akan menganggap kegagalan sebagai hal yang tidak dapat dimaklumi. Kegagalan bak kerusakan sebuah mesin. Bagaimana pun Anda memperbaiki kerusakan itu, performa mesin tidak akan pulih 100% seperti semula. Senantiasa terdapat cacat pada mesin akibat kerusakan, sama halnya senantiasa terdapat cacat pada hasil/ kesuksesan akibat kegagalan. Demikianlah keyakinan Anda mengenai kegagalan manakala Anda memiliki mindset dan sikap perfeksionis.
Dengan keyakinan seperti itu, Anda pun menjadi anti terhadap kegagalan. Anda tidak dapat menerimanya dengan tangan terbuka. Dan, karena tidak dapat menerimanya, Anda pun tidak dapat mengambil hikmah dan pelajaran darinya.
Nah, setelah mengetahui perbedaan antara perfeksionisme dan pengejaran terhadap kesempurnaan dalam taraf wajar (healthy pursuit of perfection), kita tahu bahwa perfeksionisme merupakan sikap yang negatif. Ia membawa banyak dampak negatif bagi produktivitas Anda.
Oleh karena itulah, Anda harus menghindari sikap itu. Jangan sampai pengejaran terhadap kesempurnaan membuat Anda terobsesi terhadapnya.
Nah, dalam artikel ini, penulis ingin mengajak Anda untuk mengetahui beberapa kunci menghindari perfeksionisme. Semoga artikel ini memberikan manfaat bagi Anda.
Sekarang, mari kita mulai dari cara pertama, yaitu menetapkan goal yang realistis
Goal yang realistis
Jika Anda orang yang perfeksionis, dan menemui kesulitan untuk menghindari kecenderungan itu, maka Anda perlu mencari strategi untuk meminimalisir dampak negatif perfeksionisme bagi diri Anda sendiri.
Nah, salah satu cara untuk meminimalisir dampak negatif perfeksionisme yaitu menetapkan goal yang realistis. Kok bisa? Yup! Karena orang yang perfeksionis akan frustasi manakala ia tidak mampu meraih kesempurnaan yang sangat didambakannya.
Manakala dia menetapkan goal yang tidak realistis, menetapkan standar kesempurnaan yang terlalu tinggi tanpa diimbangi kemampuan yang memadai, maka kemungkinan besar, dia tidak akan mencapai goal tersebut secara penuh. Dan, hal itu akan membuatnya frustasi.
Oleh karena itulah, ia perlu menetapkan goal yang realistis, menetapkan standar kesempurnaan dan kesuksesan yang sesuai dengan kemampuannya. Dengan demikian, kemungkinan besar ia mampu meraih goal itu secara penuh.
Sebagai contoh, Anda ingin menyelesaikan tugas dalam waktu satu hari. Di sini, standar kesempurnaan Anda yaitu saat Anda mampu menyelesaikan tugas itu dalam waktu satu atau kurang dari satu hari. Secara normal, tugas itu memang dapat selesai dalam waktu satu hari.
Tetapi, sekarang Anda sedang sakit. Badan Anda sedang tidak fit. Itu artinya, performa Anda menurun. Saat performa Anda menurun, kemampuan Anda tidak memadai untuk meraih goal yang Anda tetapkan.
Nah, saat Anda memaksa diri untuk tetap meraih goal itu, menyelesaikan tugas hanya dalam waktu satu hari, maka kemungkinan besar Anda akan menemui kegagalan.
Jika Anda bersikeras untuk meraih goal tersebut, kemungkinan yang akan terjadi yaitu kesehatan Anda akan semakin terganggu. Tubuh Anda semakin drop, demikian juga dengan psikologis Anda. Anda akan frustasi karena gagal meraih kesempurnaan yang Anda dambakan.
Pertanyaannya, jika Anda harus menetapkan standar kesempurnaan dan kesuksesan sesuai dengan kemampuan Anda, apakah itu artinya Anda tidak boleh menetapkan standar kesempurnaan yang tinggi? Tentu saja, Anda perlu menetapkan standar kesuksesan dan kesempurnaan yang tinggi, yang di luar kemampuan Anda. Tetapi, Anda harus sadar bahwa untuk dapat meraihnya senantiasa diperlukan proses dan usaha yang keras. Proses dan usaha keras dibutuhkan untuk membuat diri Anda sedemikian sehingga menjadi individu yang memiliki kemampuan yang diperlukan untuk mencapai kesempurnaan itu.
Sadari bahwa semua butuh proses
Seperti yang telah penulis sebutkan sebelumnya, orang yang perfeksionis memandang kegagalan sebagai kerusakan yang menyebabkan hasil atau kesuksesan tidak sepenuhnya sempurna.
Pandangan seperti ini disebabkan oleh obsesi yang berlebihan terhadap kesempurnaan. Dan, karena terlalu terobsesi terhadap kesempurnaan, hasil yang sempurna, ia lupa terhadap proses untuk meraih kesempurnaan itu. Ia terlalu berfokus pada hasil, bukan proses.
Oleh karena itu, jika Anda orang yang perfeksionis, yang bersikeras memaksa diri Anda sendiri untuk meraih kesempurnaan tanpa cacat/ kegagalan, Anda perlu menyadari bahwa semua kesuksesan membutuhkan proses. Dan, dalam sebuah proses mencapai kesuksesan dan kesempurnaan, kegagalan merupakan suatu keniscayaan, atau 95% niscaya.
Kemajuan peradaban umat manusia sebagaimana seperti sekarang senantiasa dibangun dengan proses yang panjang, yang tidak pernah luput dari trial dan error, percobaan dan kegagalan.
Nah, jika kemajuan peradaban umat manusia saja dihiasi dengan kegagalan di sana sini, maka demikian juga dengan kemajuan Anda.
Tentukan prioritas
Masalah yang seringkali dihadapi oleh orang yang perfeksionis yaitu terlalu berfokus pada satu tugas hingga lupa terhadap tugas lainnya. Padahal, bisa jadi, tugas (yang ia terlalu fokus padanya) tersebut merupakan tugas yang tidak terlalu penting.
Hal ini membuat orang yang perfeksionis kurang efektif dan produktif. Ia memperlakukan semua tugas dengan perlakuan yang sama. Semuanya diperlakukan sebagai tugas yang penting. Padahal, dalam dunia kerja, selalu ada kategori tugas yang penting dan tugas yang tidak begitu penting. Masing-masing harus diselesaikan menurut kategorinya. Tugas yang penting harus dikerjakan dengan hati-hati. Jika perlu, Anda harus berfokus hanya pada tugas itu. Sebaliknya, tugas yang tidak terlalu penting bisa dikerjakan sembari mengerjakan tugas lainnya. Atau, waktu untuk mengerjakannya tidak selama jangka waktu untuk mengerjakan tugas yang penting.
Nah, untuk menghindari kebiasaan memperlakukan semua tugas dengan perlakuan yang sama, Anda perlu menetapkan prioritas. Sebelum mengerjakan tugas-tugas Anda, pertimbangkan terlebih dulu dan kategorikan tugas-tugas Anda ke dalam dua kategori, tugas yang penting dan tugas yang tidak begitu penting.
Prioritaskan waktu untuk mengerjakan tugas-tugas yang termasuk ke dalam kategori tugas yang penting. Berfokuslah hanya pada tugas itu.
Selanutnya, kerjakan tugas yang tidak terlalu penting dalam jangka waktu yang relatif lebih singkat dibanding saat mengerjakan tugas yang penting.
Fokus pada proses, bukan hasil
Seperti yang sudah penulis jelaskan sebelumnya, orang yang perfeksionis terlalu terobsesi terhadap hasil, terutama hasil yang sempurna. Hal ini membuatnya lupa terhadap proses mencapai hasil itu.
Nah, jika Anda orang yang perfeksionis dan ingin menghindari atau menghilangkan kecenderungan itu, mulai sekarang geser fokus Anda. Jika tadinya Anda terlalu berfokus pada hasil, sekarang berfokuslah pada proses.
Buatlah sedemikian sehingga menjalani proses menjadi hal yang menyenangkan. Caranya, kontrol pikiran Anda. Biarkan semuanya terjadi sebagaimana adanya. Tidak perlu menilai dan membandingkan posisi Anda (yang sedang menjalani proses) dengan tujuan akhir Anda.
Membandingkan posisi Anda (yang sedang menjalani proses) dengan tujuan akhir Anda akan membuat pikiran bawah sadar Anda menilai bahwa Anda belumlah bahagia karena belum mencapai tujuan itu.
Mengapa demikian? Karena saat Anda menjadi orang yang perfeksionis, secara tidak sadar, Anda menetapkan bahwa syarat kebahagiaan Anda yaitu manakala Anda telah berhasil mencapai tujuan. Dengan pandangan yang seperti itu, maka secara tidak sadar pula, Anda akan memandang bahwa Anda tidak akan bahagia kecuali Anda telah berhasil mencapai tujuan itu. Nah, ini artinya, saat Anda belum mencapai tujuan Anda, yakni saat Anda sedang menjalani proses, Anda pun berpikir bahwa Anda belumlah bahagia. Ini menyebabkan proses menjadi perjalanan yang tidak menyenangkan dan justru penuh tekanan. Inilah yang telah dijelaskan oleh Thomas Sterner dalam bukunya yang berjudul The Practicing Mind: Developing Focus and Discipline in Your Life.
Rubah persepsi
Mengingat perfeksionisme merupakan sikap yang ekstrem, maka Anda perlu menurunkan level keekstremannya sedemikian sehingga sikap tersebut tidak berbahaya bagi diri Anda. Caranya bagaimana? Salah satu cara yang dapat Anda tempuh yaitu dengan mengubah persepsi Anda.
Kata orang, berlebih-lebihan dan melampaui batas itu bukan sikap yang ideal. Lebih baik bersikap sewajarnya, tidak low, tidak pula high, tetapi medium. Hal ini berlaku juga dalam konteks mengejar kesempurnaan.
Tidak perlu Anda terlalu ekstrem dalam mengejar kesempurnaan. Jika Anda menemukan pengejaran terhadap kesempurnaan justru menghancurkan hidup Anda, Anda harus waspada. Karena itu merupakan sinyal bahwa Anda terlelu ekstrem dalam mengejar kesempurnaan.
Nah, saat Anda menyadari bahwa Anda terlalu ekstrem dan berlebihan dalam mengejar kesempurnaan, Anda pun dapat secara sadar mengontrol diri Anda.
Kontrollah diri Anda untuk tidak terlalu berfokus pada hasil (yang sempurna) melainkan pada proses mencapai hasil itu.
Tentukan batas waktu
Agar Anda tidak terjebak pada kebiasaan perfeksionis, tentukan batas waktu dalam mengerjakan suatu tugas.
Orang yang terjebak pada perfeksionisme senantiasa memiliki manajemen waktu yang buruk. Ia terlalu berkutat pada satu tugas, dan mengabaikan tugas lainnya. Padahal, belum tentu tugas yang ia kerjakan itu adalah tugas yang penting.
Nah, untuk menghindari hal seperti di atas, Anda harus menetapkan batas waktu untuk tiap-tiap tugas yang hendak Anda kerjakan.
Jeda waktu
Selain menetapkan batas waktu, Anda pun perlu meluangkan waktu untuk beristirahat manakala Anda sudah merasa capai dan performa Anda menurun dalam mengerjakan tugas. Waktu istirahat ini sangat penting. Tujuannya yaitu untuk memberikan waktu kepada Anda untuk melihat gambaran besar dari pekerjaan Anda.
Dengan beristirahat sejenak, Anda akan tahu dan sadar apakah Anda sudah mengerjakan tugas Anda sesuai dengan tujuan Anda ataukah Anda telah melenceng dari tujuan awal. Di sini, waktu istirahat merupakan waktu untuk mengoreksi kinerja Anda.
Nah, setelah mengetahui apa itu perfeksionisme, perbedaannya dengan pengejaran terhadap kesempurnaan dalam taraf yang wajar (healthy pursuit of perfection), serta kunci sukses untuk mengatasinya, bagaimana komentar Anda? Apakah Anda tergolong orang yang perfeksionis? Jangan ragu untuk berbagi dengan penulis di sini.