Anda sering mati gaya ketika menjumpai masalah? Bingung dan pusing bagaimana memecahkannya. Sudah tanya orang, tanya pakar, tetap saja masalah itu tidak terpecahkan.

Apa yang harus Anda lakukan?

Hayoooo, apa cobaaaa?? Heheheh.

Jangan panik dulu! Penulis punya kabar gembira untuk Anda: Anda bisa memecahkan masalah Anda! Asalkan, Anda membebaskan diri Anda dari mental blok berikut ini:

Kesulitan dalam memecahkan masalah bisa disebabkan oleh pola pikir Anda sendiri. Tanpa Anda sengaja, pola pikir itu menghambat diri Anda mengeluarkan kreativitas Anda. Dan, ketika sebuah pola pikir menjadi penghambat kreativitas, maka Anda dapat menyebutnya sebagai mental blok.

Lantas, pola pikir apa yang menghambat kreativitas Anda?

Salah satu pola pikir yang menghambat kreativitas yaitu pola pikir “functional fixedness”.

Apa itu pola pikir “functional fixedness”?

Nah, dalam artikel ini, penulis akan mengajak Anda untuk mengurai apa itu “functional fixedness” dan bagaimana ia menjadi mental blok yang menghambat kreativitas.

Apa Itu Pola Pikir “Functional Fixedness”?

Tahukah Anda mengapa “gunting kuku” dinamakan demikian? Karena, alat itu digunakan untuk memotong kuku, bukan? Tahukah Anda mengapa “sikat gigi” dinamakan demikian? Karena, alat itu digunakan untuk menyikat gigi Anda. Bagaiman dengan “kotak suara”? Mengapa ia dinamakan “kotak suara”? Jawabannya, karena, kotak itu digunakan untuk menampung suara para pemilih dalam pemilu.

Sekarang, pertanyaannya, adakah fungsi lain dari gunting kuku selain untuk memotong kuku Anda yang sudah panjang? Sanggupkah Anda memikirkan fungsi lain dari sikat gigi selain untuk menyikat gigi Anda?

Jika tidak, itu merupakan tanda Anda memiliki pola pikir “functional fixedness”.

Pola pikir “functional fixedness” adalah pola pikir yang dengannya Anda memperlakukan benda-benda di sekitar Anda berdasarkan namanya belaka. Atau, Anda memperlakukan benda-benda di sekitar Anda berdasarkan pada FUNGSI LUMRAHNYA saja. Contoh, Anda memperlakukan sikat gigi hanya sebatas sebagai alat untuk menyikat gigi Anda. Anda memperlakukan gunting kuku hanya sebatas sebagai alat untuk memotong kuku Anda yang sudah panjang. Anda enggan memberdayakan kedua alat itu untuk melakukan hal lainnya. Lebih jauh, tak terpikirkan di benak Anda memberdayakan alat-alat itu untuk fungsi lain. Bahkan, Anda mengharamkan diri Anda memberdayakan keduanya untuk fungsi lain!

Jika Anda memiliki pola pikirfuntional fixedness”, sikap di atas muncul TANPA ANDA SADARI. Tanpa sadar Anda memberdayakan benda-benda di sekitar Anda sesuai dengan namanya belaka; Tanpa sadar Anda mengharamkan diri Anda memberdayakan beda-benda di sekitar Anda untuk fungsi lain.

Sekarang, pertanyaanya, bagaimana pola pikir itu menjadi mental blok yang menghambat kreativitas Anda?

Untuk mengetahuinya, yuk, simak penjelasan berikut.

Bagaimana “Functional Fixedness” Menjadi Mental Blok yang Menghambat Kreativitas?

Kreativitas merupakan cara berpikir keluar dari kotak alias thinking outside the box.

Apa maksud berpikir keluar dari kotak?

Berpikir keluar dari kotak berarti berpikir DI LUAR KEWAJARAN. Jika sebuah budaya memandang gunting kuku sebagai alat pemotong kuku yang sudah panjang, itu artinya memotong kuku dengan gunting kuku merupakan sebuah kewajaran. Sebaliknya, apabila ada orang yang menggunakan gunting kuku untuk membuka bungkus shampo sachet, maka orang itu dianggap tidak wajar. Ia bisa dianggap sebagai orang yang jorok yang menggunakan gunting bekas kuku untuk membuka sachet shampo. Atau, bisa juga ia dianggap sebagai orang yang kreatif yang mampu memberdayakan gunting kuku untuk kepentingannya.

mental blok

Nah, mengapa pola pikir “functional fixedness” menghambat kreativitas Anda? Karena, ia menghalangi Anda untuk berpikir di luar kotak!

Dengan pola pikir “functional fixedness”, pikiran bawah sadar Anda mencegah Anda menggunakan benda-benda di sekitar Anda untuk berbagai fungsi yang berbeda-beda. Pola pikir itu membuat bawah sadar Anda berpikir bahwa satu-satunya fungsi gunting kuku hanyalah untuk memotong kuku, tidak kurang dan tidak lebih.

Ketika menjumpai masalah, orang yang memiliki pola pikir “functional fixedness” tidak dapat memberdayakan benda-benda di sekitarnya untuk memecahkannya. Ia tidak sanggup memecahkan masalah lantaran ia berpaku pada nama benda-benda di sekitarnya. Menurutnya, sikat gigi hanya berfungsi untuk menyikat gigi, tidak kurang dan tidak lebih. Ia tidak dapat digunakan untuk memecahkan masalahn yang tidak berkaitan dengan gigi. Sama halnya dengan sikat gigi, ia pun menyikapi gunting kuku demikian. Menurutnya, satu-satunya fungsi gunting kuku ya untuk memotong kuku. Ia tidak boleh digunakan untuk melakukan hal lainnya.

Nah, sikap itulah yang membuatnya mentok! Sikap itu menjadi mental blok yang menghambatnya berpikir keratif.

Karl Duncker, ahli psikologi penggagas “functional fixedness” memberikan contoh menarik bagaimana pola pikir tersebut menghambat kreativitas seseorang.

Dalam sebuah percobaan yang disebut candle task, partisipan diminta untuk menempelkan sebatang lilin pada dinding sedemikian sehingga lelehan lilin tidak jatuh ke lantai. Bagi masing-masing partisipan, disediakan satu box korek api, satu box paku payung, dan sebuah lilin.

Ketika percobaan itu berlangsung, partisipan bingung melakukan tugas tersebut (menempelkan lilin ke dinding sedemikian sehingga ketika dinyalakan, lelehannya tidak jatuh ke lantai).

Hal itu menunjukkan partisipan memiliki pola pikir “functional fixedness” yang menghambat mereka untuk berpikir lebih kreatif. Dengan pola pikir itu, tidak terpikirkan di benak mereka untuk memberdayakan kotak korek api sebagai alas untuk menaruh lilin agar lilin dapat menempel di dinding dan agar lelehannya tidak jatuh ke lantai. Dalam pikiran mereka, kotak tersebut hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan korek, tidak kurang dan tidak lebih. Dan, pemikiran itulah yang menghambat mereka untuk lebih kreatif.

Menjadi Pribadi Kreatif tanpa Pola Pikir “Functional Fixedness”

Dari uraian di atas, apa yang dapat Anda simpulkan?

Untuk menjadi pribadi yang lebih kreatif, Anda perlu membuang pola pikir “functional fixedness”.

Bagaimana caranya?

BERPIKIRLAH SECARA DIALEKTIS!

Apa maksud berpikir dialektis?

Ketika Anda berpikir dialektis, Anda menganggap segala sesuatu berhubungan dengan lainnya. Anda menganggap fungsi sebuah benda terkait dengan hal lainnya. Fungsinya tidak terbatas hanya pada satu hal saja. Fungsinya tergantung pada bagaimana Anda menggunakan benda itu untuk kepentingan Anda. Ketika Anda berpikir dialektis, Anda menganggap fungsi benda di sekitar Anda bisa berubah-ubah sesuai dengan situasi dan kondisi. Tidak ada fungsi yang kekal alias absolut. Sekarang, Anda dapat menggunakan sikat gigi untuk menggosok gigi. Tetapi, ketika Anda menjumpai sebuah masalah, Anda dapat menggunakan sikat gigi itu untuk memecahkan masalah Anda.

Sumber: Psychologytoday.com

Rina Ulwia
 

Rina Ulwia mulai terjun ke dunia penulisan semenjak lulus pendidikan S1 di salah satu perguruan tinggi Islam di Jawa Tengah. Ketertarikannya dengan dunia tulis-menulis bermula ketika ia menjadi editor di salah satu penerbit buku pendidikan terkemuka di Indonesia. Semenjak itu, ia aktif menuangkan ide ke dalam tulisan. Perempuan yang hobi membaca buku ini menaruh minat pada semua bidang. Ia suka berdikusi mengenai berbagai topik. Dari filsafat hingga musik, dari ekonomi hingga sastra, semua ia diskusikan di sela-sela kesibukan kerja. Memiliki banyak pengalaman yang menguji aspek psikis dan psikologisnya membuat perempuan kelahiran 1985 ini menaruh perhatian besar pada dunia pengembangan diri. Ia bergabung dengan Aquarius Resources, event organizer yang bergerak di bidang reedukasi pengembangan diri sebagai creative writer. Baginya, berkecimpung di dunia pengembangan diri memberikan banyak manfaat. Selain dapat mengembangkan diri, ia juga dapat membantu orang lain lewat tulisan-tulisannya.

>