Dalam dunia pengembangan diri, menyerah memiliki konotasi yang negatif. Ia dianggap sebagai penyebab utama kegagalan seseorang.
Di buku-buku, seminar-seminar, acara-acara motivasi, kita sering mendengar nasihat bahwa jika kita ingin sukses, maka jangan mudah menyerah. Bahkan, ada yang menyarankan agar jangan pernah menyerah sama sekali.
Salah satunya adalah Vince Lombardi yang mengatakan, “Winners never quit and quitters never win,” yang artinya: “Pemenang tak pernah menyerah dan orang-orang yang selalu menyerah tak pernah menang.”
Di balik nasihat tersebut, ada pemahaman bahwa pada dasarnya kita, manusia memiliki kemampuan yang tidak terbatas. Kalau pun ada batasannya, maka batasannya adalah langit. “Sky is the limit”. Dan menyerah berarti: kita tidak mengeluarkan kemampuan kita sepenuhnya.
Jawabannya: tidak benar. Ada banyak hal yang di luar kontrol dan kemampuan manusia, seperti bencana alam dan kematian. Bahkan seringkali manusia dihadapkan pada situasi tak terduga yang membuatnya harus menyerah, tak peduli sebesar apa pun kemampuan yang dimilikinya.
Contohnya adalah pendaki gunung yang bertemu dengan badai.
Bayangkan ada seorang pendaki gunung es yang bertemu badai salju saat pendakian.
Dihadapkan pada situasi seperti itu, akankah ia berhasil sampai puncak jika ia bersikeras mengerahkan seluruh kemampuan yang dimilikinya? Atau, ia justru akan mengalami hal yang membahayakan nyawanya?
Fakta menunjukkan banyak pendaki yang tewas akibat memaksakan diri melanjutkan pendakian saat terjadi badai.
Ini menujukkan bahwa manusia punya keterbatasan. Dan keterbatasan manusia bukan hanya berlaku dalam pendakian. Dalam kehidupan nyata pun hal yang sama juga berlaku.
Nah karena manusia punya keterbatasan, maka sangat bisa dimaklumi jika terkadang manusia menyerah pada hal-hal yang tak bisa dihadapinya. Bahkan terkadang, menyerah justru menjadi keputusan yang bijak dan bisa mengantarkan kita pada tujuan yang lebih besar.
Ada orang yang sedang mengikuti seminar untuk meningkatkan skill-nya. Di seminar itu dia harus mencatat materi yang disampaikan trainer. Namun karena pensilnya patah, dia pun lalu meminjam pisau pada peserta di sebelahnya untuk meruncingkan pensilnya.
Setelah ditanya, ternyata orang tersebut tidak membawa pisau. Lantas dia pun bertanya kepada peserta lainnya, apakah dia membawa pisau atau tidak. Kembali, orang yang ditanyai juga tidak membawa pisau.
Namun karena dia orang yang pantang menyerah, dia pun berkeliling ke seisi ruangan untuk menanyai satu per satu peserta apakah mereka membawa pisau atau tidak. Namun ternyata, tak seorang pun yang membawa pisau.
Karena yang dicarinya tidak ada, maka orang itu akhirnya kembali ke kursinya. Namun sayang, begitu ia duduk kembali di kursinya ternyata acara seminar sudah selesai.
Dalam ilustrasi di atas, menyerah mencari pisau menjadi keputusan yang bijak karena pada dasarnya yang menjadi tujuan utama bukanlah meruncingkan pensil melainkan bisa mencatat materi seminar. Jika dia tidak menemukan pisau, dia masih bisa meminjam pensil atau pulpen orang lain.
Pantang menyerah mencari pisau justru menghambatnya mencapai tujuannya yakni mencatat materi seminar.
Selain situasi seperti di atas, ada beberapa situasi yang mana kita lebih baik menyerah daripada lanjut, seperti situasi di mana kemampuan dan sumber daya kita tidak sebanding dengan tantangan yang ada. Atau, situasi di mana pengorbanan kita tidak sebanding dengan hasilnya.
Nah, berikut ini beberapa pertanyaan yang bisa kita ajukan untuk menentukan apakah kita perlu menyerah atau perlu lanjut mengejar gol kita.
Di dunia ini ada 2 jenis gol, yakni end goal dan mean goal.
End goal adalah tujuan akhir/visi kita. Untuk mencapai end goal ini banyak cara yang bisa kita lakukan. Mean goal adalah cara-cara untuk mencapai end goal.
Jika goal (yang saya maksud di sini adalah mean goal) yang kita kejar sesuai dengan visi kita, maka lanjutkan ke pertanyaan ke-2.
Jika tidak sesuai dengan visi/end goal, maka keputusan terbaik adalah berhenti/menyerah.
Semenarik apa pun gol Anda, jika gol itu menyimpang dari visi Anda maka tak layak diperjuangkan.
Banyak jalan menuju Roma. Namun tak semuanya mudah dilalui. Ada yang lurus dan mulus sehingga mudah dilalui, ada juga yang terjal dan berkelok-kelok sehingga sulit dilalui.
Demikian juga dengan visi kita. Banyak cara untuk mencapai visi kita. Namun tak semuanya efektif. Nah, untuk memutuskan apakah cara/gol yang kita kejar efektif untuk mencapai visi kita atau tidak, ajukan beberapa pertanyaan berikut:
a. Apakah saya memiliki kemampuan dan sumber daya untuk mencapai gol ini?
Jika jawabannya tidak, maka artinya gol ini tidak efektif untuk mencapai visi Anda dan keputusan terbaik adalah berhenti mengejar gol ini dan coba gol lain yang lebih efektif.
Jika jawabannya ya, maka lanjutkan ke pertanyaan selanjutnya.
b. Sudahkah saya mengerahkan semua kemampuan dan sumber daya saya untuk mencapai gol ini?
Jika Anda merasa Anda sudah mengerahkan semua kemampuan dan sumber daya Anda namun tak ada progres sama sekali, maka ini merupakan tanda Anda perlu berhenti/menyerah dan mencoba gol lain untuk mencapai visi Anda.
Karena bisa saja yang menyebabkan tidak adanya progres adalah, kemampuan dan sumber daya yang Anda miliki tidak sebanding dengan tantangan/rintangan untuk mencapai gol Anda.
Namun, jika Anda merasa Anda belum mengerahkan semua kemampuan dan sumber daya Anda, maka lanjutkan ke pertanyaan selanjutnya.
c. Jika saya memiliki kemampuan dan sumber daya untuk mencapai gol ini dan jika saya mengerahkan seluruh kemampuan, sumber daya, dan waktu saya, apakah hasilnya sebanding dengan apa yang saya keluarkan?
Jika jawabannya tidak, maka keputusan terbaiknya adalah berhenti/menyerah karena ini berarti gol yang Anda kejar tidaklah efektif untuk menapai visi Anda.
Semenarik apa pun gol ini, gol ini tidak layak diperjuangkan jika hasil yang didapat tidak sebanding dengan pengorbanan yang kita lakukan.
Namun jika jawabannya ya, maka tetaplah lanjut mengejar gol Anda. Karena, jika hasil sebanding dengan perjuangan yang Anda lakukan, maka bisa dipastikan gol itu sesuai dengan visi Anda dan layak diperjuangkan.
Nah, tugas saya untuk menjelaskan kepada Anda mengapa terkadang menyerah itu penting telah selesai. Saya juga sudah memberikan kepada Anda beberapa cara bagaimana memutuskan apakah kita perlu menyerah atau perlu lanjut mencapai gol kita, lewat 4 pertanyaan di atas.
Sekarang, giliran Anda untuk memberikan pemikiran Anda. Silakan berikan pemikiran Anda di kolom komentar yang tersedia. Dan jangan lupa share artikel ini jika Anda merasa artikel ini bermanfaat.
Agus Setiawan, seorang pembelajar yang sangat menyenangi dunia pengembangan diri khususnya dunia pikiran. Hasratnya untuk membantu banyak orang membawanya mendalami berbagai pengetahuan tentang pengembangan diri dan hipnoterapi. Ia menjadi hipnoterapis yang direkomendasikan oleh Adi W Gunawan Institute. Dalam prosesnya Pria kelahiran 1982 ini juga menemukan Sistem Bacakilat yang menggunakan pikiran sadar dan bawah sadar untuk meningkatkan keefektifan dalam membaca buku yang sudah dibawakan ke berbagai kota mulai tahun 2009. Dorongan untuk membantu lebih banyak orang lagi membuatnya mendirikan Aquarius Resources yang berperan untuk memberikan Re-Edukasi terbaik kepada setiap orang yang ingin menempuh kesuksesan dalam kehidupannya.
Session expired
Please log in again. The login page will open in a new window. After logging in you can close it and return to this page.