Benner-4.pnj

 

Setiap manusia terlahir laksana kertas kosong. Baik dan buruk perilakunya kelak tergantung pada lingkungan yang mendidiknya - Anonim

good vs evilPernahkah Anda merasa memiliki karakter yang buruk yang merugikan diri Anda sendiri dan orang lain? Karena karakter buruk itu, Anda sering dikritik dan dikucilkan!

Ingin sekali Anda berubah, namun seolah ada yang berbisik di dalam lubuk hati Anda, membujuk, “Jadilah diri sendiri!” Di sisi lain, pikiran Anda mengusik, “Jadilah yang terbaik!”

Anda bingung memilih antara menjadi diri sendiri atau menjadi yan terbaik. Antara be yourself atau be the best.

Jika kasusnya berkaitan dengan masalah fisik, maka saya akan menyarankan agar Anda menjadi diri sendiri; tidak mengikuti orang lain. Sebaliknya, jika masalahnya menyangkut hubungan sosial dengan lingkungan, dengan orang lain, maka saya menyarankan yang kedua.

Tetapi, bagaimana menjadi yang terbaik ketika karakter seseorang tidak dapat dirubah?

Yup! Menurut sebagian orang, karakter memang tidak dapat dirubah. Ia merupakan faktor yang memberi keunikan antara individu satu dengan yang lainnya. Yang menjadikan satu orang dengan lainnya berbeda, memiliki ciri khas masing-masing.

Lalu, benarkah demikian? Jika iya, itu artinya memiliki karakter buruk bukanlah kesalahan Anda. Karena, karakter itu sudah ditakdirkan Tuhan untuk Anda. Merubahnya akan menjadi kesia-siaan karena sekeras apapun Anda merubahnya, ia tidak akan berubah. Jadi, tidak ada yang berhak menyalahkan dan memrotes Anda. Yang wajib dan patut diprotes adalah Tuhan karena Ia yang telah mengaruniai Anda dengan karakter itu.

Sebaliknya, jika karakter itu dapat berubah, maka Anda wajib merubahnya. Bukan hanya untuk kebaikan orang lain, melainkan untuk Anda sendiri.

Jadi, dapatkah karakter Anda berubah?

Untuk menjawab pertanyaan itu, mari kita luruskan dulu pemahaman tentang hakikat manusia.

Kehendak Bebas

Kehendak bebas adalah kemampuan manusia untuk melakukan keinginan dan memutuskan pilihan tanpa dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal adalah kondisi fisik manusia, sedangkan faktor eksternal adalah kondisi lingkungan.

Anda tentu sepakat bahwa manusia dibekali dengan kehendak bebas. Jika tidak, tentu hidup kita tidak berbeda dengan robot dan binatang yang setiap gerakannya ditentukan oleh faktor dari luar.

Lalu, dari manakah kehendak bebas muncul? Kehendak bebas muncul dari kesadaran yang dimiliki manusia. Tanpa kesadaran, tindakan manusia akan sepenuhnya dipengaruhi oleh insting.

Akan tetapi, jika benar manusia memiliki kehendak bebas, maka artinya setiap tindakan manusia tidak dilandasi oleh motif alias dorongan dari luar, melainkan dari dirinya sendiri. Padahal, saya dan Anda makan karena merasa lapar. Padahal, Anda mandi karena ingin membersihkan badan dari keringat dan menyegarkan badan.

Nah, kalau begitu, apakah manusia benar-benar memiliki kehendak bebas yang sempurna? Atau kehendak kita tetap berhubungan dengan faktor luar? Untuk menjawab itu, mari kita urai dua perspektif yang berbeda mengenai kehendak bebas.

Pandangan Agama

Menurut pandangan agama, manusia adalah makhluk yang terdiri dari roh dan jasad yang dapat terpisah satu sama lain. Dualisme roh dan jasad ini yang menentukan hakikat manusia dan bagaimana kehendak bebasnya bekerja

1. Roh dan Jasad

Jika tubuh dan roh dapat dipisahkan, itu artinya roh dapat melampaui fisik. Ia dapat meninggalkan fisik yang membatasi geraknya dan menghalanginya melakukan apa pun yang ingin ia lakukan.

Jika demikian, seharusnya, sudah sejak dulu ada manusia-manusia super yang mampu melampaui fisiknya dan melakukan hal-hal di luar nalar, seperti terbang dan menghilang. Atau, seharusnya dari dulu ada manusia-manusia setengah malaikat yang dapat mengekang hawa nafsu dengan sempurna.

Dalam beberapa literatur agama, roh dapat meninggalkan jasad hanya pada saat orang yang bersangkutan meninggal dunia. Saat roh meninggalkan jasad, roh tidak lagi terpenjara oleh jasad itu. Namun demikian, roh juga tidak bebas dan bergentayangan, melainkan memasuki alam baka.

Karena ia memasuki alam baka, maka sudah tidak ada lagi kesempatan untuk memperbaiki kehidupannya di dunia.

Dengan begitu, lepasnya roh dari jasad tidak berarti kebebasan bagi individu bersangkutan. Jika di dunia kehendak bebasnya dibatasi oleh jasad dan lingkungan, maka di alam baka kehendak bebasnya dibatasi oleh kehendak Tuhan.

Kalau demikian, sewaktu hidup di dunia, bagaimana manusia dapat menolak nafsu binatangnya? Bagaimana manusia tetap menjadi orang yang baik sementara lingkungan mengondisikannya sedemikian rupa menjadi orang yang serakah?

2. Karakter Manusia

Menurut keyakinan agama, manusia dibekali nafsu binatang, yang menggiringnya kepada keserakahan dan kesesatan. Namun, sebagai penyeimbang, Tuhan menganugerahkan potensi kebaikan kepada manusia. Apapun sebutannya dalam setiap agama, yang pasti semua penganut agama yakin bahwa manusia dibekali dengan potensi kebaikan.

Potensi kebaikan ini tidak dapat hilang dari dalam diri manusia. Ia ada di dalam diri setiap insan semenjak kelahirannya.

Adapun ketika seseorang berperangai buruk di masa dewasanya, itu disebabkan potensi kebaikannya dikalahkan oleh nafsu binatang, yang juga melekat di dalam dirinya.

Kabar baiknya, karena potensi kebaikan di dalam diri manusia tidak dapat dihapus, maka masih ada kesempatan bagi manusia untuk merubah sifat alias karakternya, yaitu dengan membangkitkan potensi kebaikannya itu.

Kembali pada keadaan dirinya yang dibatasi oleh jasad, yang tidak memungkinkannya untuk memutuskan pilihan dan melakukan kehendak sesukanya, maka satu-satunya cara bagi manusia untuk dapat membangkitkan potensi kebaikan itu adalah dengan berusaha.

Jika kehendak bebas manusia tidak dibatasi oleh jasad dan lingkungan, maka manusia dapat memilih menjadi orang baik atau orang jahat sesuka hatinya. Tapi, karena kehendak bebasnya terbatasi oleh jasad dan lingkungan, ada kalanya jasad dan lingkungan mengondisikan manusia sedemikian rupa sehingga menjadi orang yang baik atau sebaliknya, menjadi orang yang jahat.

Sebagai contoh, si A menjadi takabur setelah ia menjadi orang kaya. Padahal, sebelumnya, ia merupakan orang yang sangat rendah hati. Kekayaan telah menjadikan si A orang yang takabur.

Apakah si A dapat kembali menjadi orang yang rendah hati? Sebelum si A memiliki niat untuk berubah, tentu ada kondisi yang mendorong si A untuk merubah sifatnya. Dorongan itu adalah faktor di luar dirinya, yang bisa berwujud teman atau tetangga, yang menegurnya lantaran terganggu dengan ketakaburannya.

Apabila ia dikelilingi oleh orang-orang yang berkarakter penjilat, yang suka menyanjungnya sekalipun sanjungan itu berlebihan, apakah hatinya terdorong untuk merubah perilaku takabur itu? Yang ada justru ia akan semakin takabur dengan sanjungan berlebihan yang diberikan lingkungan kepadanya.

Kita wajib bersyukur karena kondisi seperti di atas tidak akan pernah kita temui. Kehidupan kita selalu terhubung dengan peristiwa yang tak terhingga jumlahnya. Selama hidup, tak pernah sedetik pun kita terisolasi dari peristiwa di luar diri kita. Selalu ada peristiwa, baik yang kita alami sendiri, atau yang hanya kita lihat yang memengaruhi persepsi dan perilaku kita. Peristiwa-peristiwa yang tak terhitung jumlahnya itu merupakan kemungkinan-kemungkinan yang dapat membentuk kita menjadi pribadi-pribadi yang baru, yang berbeda dari sebelumnya.

Dalam contoh di atas, adalah mustahil jika si A hanya dipengaruhi oleh orang-orang yang menyanjungnya secara berlebihan. Di samping lingkungan yang selalu menyanjungnya, senantiasa ada jutaan kejadian, baik yang ia alami sendiri atau ia lihat, yang mendorongnya untuk berubah.

Akan tetapi, berubah atau tidaknya ia tergantung apakah ia dapat mengambil pelajaran dari peristiwa yang dilihatnya atau tidak.

Pandangan Materialisme

1. Roh dan Jasad

Pandangan bahwa roh dan jasad tidak dapat dipisahkan dapat dijelaskan dengan contoh air. Tubuh manusia ibarat air. Air adalah wujud material air sekaligus sifatnya, yaitu basah jika mengenai kulit, tidak bisa dipegang, memenuhi seluruh ruangan, dan senantiasa mengalir dari atas ke bawah.

Manakala unsur-unsur pembentuk air terurai, maka wujud dan sifat air pun lenyap.

Begitu juga dengan manusia. Manusia adalah wujud berikut roh alias hakikatnya. Manakala organ tubuh manusia rusak, maka hakikat alias rohnya pun lenyap. Ia tidak menjadi roh yang gentayangan mencari mangsa di malam hari. Ia tidak menjadi roh yang menunggu di liang lahat.

Manakala seseorang meninggal, jasadnya terurai menjadi zat-zat yang wujudnya berbeda sama sekali dengan wujud manusia. Sementara itu, roh alias hakikat manusia akan lenyap sama sekali.

Keyakinan bahwa roh dan jasad tidak dapat dipisahkan melahirkan pandangan bahwa kehendak bebas manusia dibatasi oleh fisik alias jasad dan lingkungannya. Artinya, siapa dirinya ditentukan oleh kondisi fisik dan lingkungan di mana ia hidup; Hakikat dirinya tergantung pada lingkungan dan jasadnya; Karakternya dibentuk oleh kondisi fisik dan lingkungan ia menjalani hidup.

Pandangan ini masih dapat dibagi menjadi dua pandangan yang lebih spesifik dan berbeda. Pandangan yang pertama berpendapat bahwa karena kehendak bebas manusia terbatasi oleh kondisi fisik dan lingkungan, maka manusia tidak dapat sengaja merubah karakternya. Karakter manusia akan berubah dengan sendirinya manakala kondisi fisik dan lingkungan berubah.

Para filsuf determinisme mekanistik memegang pandangan ini. Bagi mereka, manusia tidak memiliki daya sama sekali untuk merubah nasib dan karakternya. Manusia hanyalah wayang yang bergerak sekehendak alam menggerakkannya.

Tapi, benarkah demikian? Jika iya, maka apa yang Anda lakukan selama ini merupakan kehendak alam, bukan kehendak Anda sendiri. Tentu saja Anda menolak pendapat ini, bukan?

Pandangan yang kedua menyatakan, sekalipun hakikat manusia ditentukan oleh kondisi fisik dan lingkungannya, manusia masih dapat merubah nasib dan karakternya. Hal ini dikarenakan, manusia memiliki kesadaran dan intelejensi yang tinggi yang memungkinkannya untuk melakukan penolakan atas kondisi yang dipaksakan oleh lingkungan.

Sebagai contoh, dihadapkan pada kondisi kelaparan, manusia masih dapat menaklukkan kondisi itu dengan menahan rasa lapar. Berbeda halnya dengan binatang, yang tidak memiliki inisiatif untuk menahan rasa lapar.

Karena tidak memiliki kesadaran, perilaku binatang didorong semata-mata oleh kondisi fisik dan lingkungan di mana ia berada. Saat ia lapar, maka hanya dorongan lapar itu yang memotivasinya untuk melakukan tindakan. Karena tidak memiliki kesadaran, saat perutnya merasa lapar, binatang akan langsung memburu mangsa dan memakannya, tanpa sungkan-sungkan.

Beda halnya dengan manusia yang memiliki kesadaran. Sekalipun perutnya sudah berbunyi, ia tidak akan menyerobot makanan yang Anda bawa. Hal itu dikarenakan, ia memiliki rasa sungkan, malu, atau mungkin takut Anda marah kepadanya.

2. Karakter Manusia

Menurut paham materialisme, rasa sungkan dan malu dikarenakan manusia memiliki hubungan sosial dengan lingkungan. Rasa malu dan sungkan adalah budaya manusia. Ia merupakan hasil dari interaksi antar-sesama manusia. Sebagai hasil interaksi manusia, ia bukanlah sesuatu yang taken for granted alias ada dengan sendirinya sejak manusia lahir. Kemunculannya senantiasa melalui proses pengajaran.

Manusia adalah binatang yang berpikir. Sebagai binatang, ia memiliki karakter alias ciri-ciri yang juga dimiliki binatang, seperti butuh makan, minum, nafsu biologis, dan tidur. Akan tetapi, sebagai manusia, apakah ia memiliki karakter yang khas manusia? Yup! Ia memiliki karakter alias ciri-ciri yang khas manusia, yaitu berpikir dan berkesadaran.

Lalu bagaimana dengan karakter yang berbeda-beda antara satu manusia dengan manusia lainnya? Seperti yang saya katakan sebelumnya, sifat malu, sungkan, dan takut merupakan budaya manusia. Sebagai budaya, ia bukanlah watak yang asli dimiliki manusia. Rasa sungkan, malu, atau takut timbul sebagai reaksi dalam hubungan antar-sesama manusia.

Sama halnya dengan rasa sungkan dan malu, begitu juga dengan karakter manusia yang membedakan antara satu manusia dengan lainnya. Ada yang berkarakter introvert, ada yang ekstrovert. Ada yang pendiam, ada yang supel. Itu semua bukanlah asli dari sononya, melainkan dibentuk oleh lingkungan melalui pengajaran.

Ini artinya, manusia merupakan lembaran kosong saat ia lahir. Baik dan buruk perilakunya tergantung bagaimana lingkungan mendidiknya. Dan, seiring pertumbuhannya menjadi mansuia dewasa, kesadarannya mulai berkembang. Semakin kesadarannya berkembang, semakin ia mampu memanfaatkan peristiwa-peristiwa di sekitarnya untuk merubah karakter dan nasibnya.

Kesimpulan

Manakah di antara dua pandangan di atas yang Anda anut? Well, apapun yang Anda yakini, baik agama maupun filsafat materialisme memiliki kesimpulan yang sama mengenai karakter manusia. Keduanya berkesimpulan bahwa karakter manusia dapat dirubah.

Agama meyakini bahwa semua manusia pada dasarnya baik. Perilaku buruk seseorang di kemudian hari disebabkan potensi kebaikannya tertutup oleh nafsu binatang yang juga melekat di dalam dirinya, juga tergantung bagaimana lingkungan mendidiknya.

Bagi penganut filsafat materialisme, pada dasarnya, manusia hanya memiliki insting dan nafsu binatang. Kebaikan dan keburukan manusia lahir dari interaksi sesama manusia. Manusia tidak memiliki karakter yang asli melekat di dirinya semenjak ia lahir. Karakternya senantiasa tergantung pada lingkungan yang membentuknya.

Merubah karakter tidak dapat dilakukan hanya dalam sekali kedipan mata. Hal itu dikarenakan Anda, sebagai manusia, tidak memiliki kehendak yang mutlak bebas. Kehendak bebas Anda dibatasi oleh jasad dan lingkungan. Anda dapat memutuskan pilihan dan melakukan apapun sesuka Anda, asalkan keputusan Anda itu sesuai dengan aturan yang berlaku, sesuai dengan hukum alam! Anda bebas berperilaku apapun asalkan perilaku tersebut tidak merugikan diri Anda sendiri dan orang lain.

Saat Anda berperilaku alias berkarakter yang merugikan diri sendiri atau orang lain, maka bersiap-siaplah melihat kehancuran diri Anda. Untuk itu, Anda harus berubah!

Jika papan catur adalah dunia, maka aturan permainannya adalah hukum alam dan hukum sebab akibat. Anda adalah pion di dalamnya. Menang atau kalahnya Anda dalam permainan itu tergantung bagaimana Anda memanipulasi aturan permainannya.

catur

Jadi, sudah siapkah Anda menang? Silakan beri komentar….

Benner-4.pnj

 

Rina Ulwia
 

Rina Ulwia mulai terjun ke dunia penulisan semenjak lulus pendidikan S1 di salah satu perguruan tinggi Islam di Jawa Tengah. Ketertarikannya dengan dunia tulis-menulis bermula ketika ia menjadi editor di salah satu penerbit buku pendidikan terkemuka di Indonesia. Semenjak itu, ia aktif menuangkan ide ke dalam tulisan. Perempuan yang hobi membaca buku ini menaruh minat pada semua bidang. Ia suka berdikusi mengenai berbagai topik. Dari filsafat hingga musik, dari ekonomi hingga sastra, semua ia diskusikan di sela-sela kesibukan kerja. Memiliki banyak pengalaman yang menguji aspek psikis dan psikologisnya membuat perempuan kelahiran 1985 ini menaruh perhatian besar pada dunia pengembangan diri. Ia bergabung dengan Aquarius Resources, event organizer yang bergerak di bidang reedukasi pengembangan diri sebagai creative writer. Baginya, berkecimpung di dunia pengembangan diri memberikan banyak manfaat. Selain dapat mengembangkan diri, ia juga dapat membantu orang lain lewat tulisan-tulisannya.

>