Suatu hari, si A pergi bertamasya bersama teman-temannya. Perjalanan menuju tempat wisata ia tempuh dengan sepeda motor.
Dalam perjanan itu, ia berboncengan dengan si B.
Nah, berikut ini percakapan antara si A dan si B sesaat sebelum mereka pergi.
B: “Pakai helm, dong. Biar aman.”
A: “Ah, ga apa-apa.”
B: “Buat jaga-jaga aja. Ayo, cepetan dipakai.”
A: “Takut amat, sih…. Optimis, dong, kagak bakal terjadi apa-apa.”
Tahukah Anda, kira-kira menggambarkan tentang apa percakapan di atas? Yup! Percakapan di atas menggambarkan optimisme yang berlebihan.
Lantas, dalam percakapan di atas, siapa yang memiliki optimisme yang berlebihan? Jawabannya adalah si A.
Bagaimana bentuk optimisme itu? Bentuknya yaitu, ia menolak memakai helm karena ia berpikir bahwa di jalan, tidak akan terjadi apa-apa pada dirinya. Ia optimis bahwa perjalanannya akan berjalan lancar dan baik-baik saja.
Nah, sebagaimana digambarkan lewat percakapan di atas, orang yang memiliki optimisme yang berlebihan senantiasa memandang sesuatu/kejadian secara positif. Ia memandang masa depan dengan pandangan yang seluruhnya positif.
Dengan optimisme yang berlebihan seperti itu, orang yang bersangkutan mengabaikan semua informasi negatif yang berkaitan dengan momen yang sedang/akan ia jalani, sekali pun informasi itu relevan.
Dalam percakapan di atas, bentuk pengabaian informasi itu tampak manakala si A menolak memakai helm. Lantas, informasi apa yang diabaikannya? Informasi yang diabaikannya yaitu informasi bahwa jalanan merupakan tempat yang penuh dengan kemungkinan; bahwa jalanan merupakan tempat yang potensial bagi terjadinya kecelakaan.
Ia mengabaikan informasi bahwa di sepanjang jalan yang akan ia lalui, banyak berlalu lalang kendaraan besar seperti truk dan mobil box. Selain itu, ia juga mengabaikan informasi bahwa jalanan yang akan ia lalui penuh dengan lubang yang berpotensi besar membuat kendaraan yang melitas tergelincir.
Nah, pengabaian di atas (pengabaian terhadap informasi negatif, namun relevan) dapat berdampak buruk bagi orang yang bersangkutan. Mengapa? Pengabaian itu mendorongnya menutup mata terhadap semua kemungkinan buruk yang dapat menimpanya.
Lewat pengabaian itu, ia menyangkal kemungkinan bahwa saat ia sedang mengendarai sepeda motornya, tiba-tiba ada truk, dari arah berlawanan, melintas dengan kecepatan yang tinggi, yang dengan kecepatan itu, sang pengemudi tidak sempat menghindari tabarakan dengan sepeda motornya; Ia menolak kemungkinan bahwa di tengah jalan, ada kerikil yang cukup besar, yang menghalangi jalanan, di mana krikil itu berpotensi membuat kendaraan yang melintas di atasnya tergelincir; Ia menolak kemungkinan bahwa sepeda motornya bersrempetan dengan mobil box, di mana karena hal itu, motornya oleng ke sebelah kiri dan akhirnya jatuh. Dan, karena kejadian itu, kepalanya terlukaka karena terbentur trotoar.
Dan, karena pengabaian itu, karena tidak khawatir akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, akhirnya, ia pun menolak untuk memakai helm. Ia menolak memakai helm karena ia berpikir bahwa tidak ada hal-hal negatif di jalan yang bakal menimpanya.
Setelah menyimak penjelasan di atas, kesimpulan apa yang dapat kita tarik? Setidaknya, kita dapat menarik tiga kesimpulan yaitu
1. Sikap optimisme berlebihan berarti kita memandang situasi secara sepenuhnya positif.
2. Dengan pandangan yang sepenuhnya positif itu, kita mengabaikan semua informasi negatif, sekalipun informasi itu relevan.
3. Pengabaian terhadap informasi yang relevan itu membuat mata kita tertutup/buta terhadap kemungkinan (buruk) yang bisa saja terjadi terhadap diri kita.
Nah, dalam artikel ini, kita akan membahas sikap-sikap lain yang muncul sebagai konsekuensi dari optimisme yang berlebihan, serta beberapa dampak dari sikap-sikap itu.
Semoga, hadirnya artikel ini dapat membantu Anda mengenal apa itu optimisme yang berlebihan, apa dampaknya, dan apakah optimisme seperti itu penting atau justru membahayakan kita.
Sekarang, mari kita mulai dari sikap yang pertama, yaitu mengabaikan informasi negatif yang relevan.
1. Mengabaikan informasi negatif yang relevan
Sebagaimana disebutkan di atas, apa yang terjadi saat kita memiliki optimisme yang berlebihan yaitu kita memandang situasi yang sedang/akan kita hadapi dengan pandangan yang sepenuhnya positif. Nah, pandangan yang positif itu berarti kita mengabaikan/menyangkal informasi-informasi negatif yang berkaitan dengan situasi itu.
Sebagai contoh, Anda sedang bertualang di hutan. Singkat cerita, Anda hendak melintasi padang rumput di tengah hutan itu. Karena Anda memiliki optimisme yang berlebihan, Anda pun berpikir tidak akan terjadi hal-hal yang mengerikan pada diri Anda.
Dengan optimisme yang berlebihan itu, Anda melintasi padang rumput itu tanpa rasa was-was dan kehati-hatian. Anda bahkan tidak memakai sepatu boots untuk melindungi kaki Anda dari ular atau binatang berbahaya lainnya. Anda berpikir, semua akan baik-baik saja.
Nah, dalam contoh di atas, Anda mengabaikan informasi negatif yang relevan yang terkait dengan situasi itu, yakni informasi bahwa biasanya, ular gemar bersembunyi di balik semak-semak yang rimbun; biasanya, rerumputan di padang rumput cukup runcing sehingga dapat melukai kulit saat kulit tergores olehnya.
Dampak dari pengabaian itu yaitu kewaspadaan Anda melemah. Pengabaian terhadap informasi negatif itu membuat Anda lengah.
2. Goal yang irrasional
Optimisme yang berlebihan merupakan motivasi yang luar biasa. Dengan optimisme seperti itu, Anda memiliki kepercayaan diri yang tinggi, di mana dengan kepercayaan diri itu, Anda berani menetapkan standar kesuksesan yang sangat tinggi.
Dengan optimisme yang berlebihan, Anda berani menetapkan goal yang terlalu tinggi, yang bahkan mustahil Anda raih saat ini karena Anda tidak memiliki kesempatan, skill, dan modal (modal materi) yang diperlukan untuk meraihnya.
Pertanyaannya, mengapa optimisme berlebihan mendorong Anda untuk menetapkan goal yang irrasional (mustahil dicapai)? Karena, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, optimisme yang berlebihan mendorong Anda memandang semua hal secara positif dan mengabaikan semua informasi negatif, sekalipun informasi itu penting dan relevan.
Dalam konteks menetapkan goal/tujuan, hal di atas berarti Anda mengabaikan informasi mengenai kesempatan, skill, dan modal material yang Anda butuhkan untuk meraih goal itu.
Dengan optimisme yang berlebihan, Anda tidak mempertimbangkan kesempatan yang terlalu singkat untuk mengejar goal itu; Anda juga tidak mempertimbangkan skill Anda yang tidak memadai untuk mengejar goal tersebut; Anda pun tidak mempertimbangkan ketidak-tersediaan modal material yang dibutuhkan untuk meraih goal itu.
Nah, karena Anda tidak mempertimbangkan syarat-syarat di atas, Anda pun dengan percaya diri bertekad untuk meraih goal itu.
Jadi, kepercayaan diri di atas muncul dari ketidak-tahuan Anda akan kemustahilan meraih goal itu saat ini. Ini artinya, kepercayaan diri itu bukannya membantu Anda, tetapi justru menjerumuskan Anda. Yup! ia menjerumuskan Anda pada usaha yang sia-sia. Usaha apakah yang sia-sia itu? Usaha mengejar goal yang mustahil Anda raih.
Lantas, apa dampak dari sikap di atas (sikap mengejar goal yang irrasional)? Dampak yang mungkin yaitu Anda frustasi dan depresi. Mengapa? Anda menganggap bahwa Anda orang yang tidak pantas meraih sukses. Nah, anggapan inilah yang membuat Anda depresi.
3. Menyia-nyiakan waktu
Bagaimana optimisme yang berlebihan menjerumuskan Anda pada sikap menyia-nyiakan waktu? Bagaimana penjelasannya?
Sebagaimana dijelaskan di atas, optimisme yang berlebihan membuat kita percaya diri menetapkan goal yang tinggi, yang mustahil kita capai.
Nah, apabila kita memiliki optimisme yang berlebihan, manakala kita gagal meraih goal yang kita tetapkan, kira-kira apa yang akan kita lakukan? Akankah kita menyerah begitu saja? Akankah kita berhenti mengejar goal itu? Atau, apakah kita akan terus mencoba untuk meraih goal itu?
Jawaban yang mungkin yaitu kita akan melakukan hal yang terakhir, yakni terus mencoba meraih goal itu. Mengapa? Karena, optimisme yang berlebihan membuat kita percaya bahwa kita mampu meraih goal itu. Kepercayaan itu muncul lantaran kita tidak melihat, tidak mengindahkan, dan buta terhadap fakta/informasi yang ada. Fakta apa itu? fakta bahwa saat ini, kita belum memiliki kemampuan, kesempatan, dan modal material yang mencukupi untuk meraih goal itu. Optimisme yang berlebihan menutup mata kita dari kenyataan/fakta bahwa kita belum memenuhi syarat-syarat yang dibutuhkan untuk meraih goal itu.
Nah, karena mata kita tertutup dari kenyataan/fakta itu, kita pun mengira bahwa kita telah memenuhi persyaratan yang dibutuhkan. Akhirnya, karena mengira kita telah memenuhi persyaratan yang diperlukan, kita pun berpikir bahwa kita tidak boleh menyerah manakala gagal meraih goal tersebut. Karena, jika kita menyerah, itu artinya, kita orang yang lemah.
Pada gilirannya, karena tidak menyerah dalam mengejar goal itu, karena terus mencoba meraih goal itu, waktu kita pun tersita hanya untuk mengejar goal itu.
Mengejar sesuatu yang mustahil kita dapatkan merupakan hal yang sia-sia, bukan? Bagai pungguk merindukan bulan. Demikianlah ilustrasinya.
Lantas, apa dampak dari menyia-nyiakan waktu sebagaimana disebut di atas? Dampaknya, tentu saja, kesempatan Anda untuk mengejar goal lain, yang sesuai dengan kemampuan dan kondisi Anda berkurang.
4. Tidak peka terhadap perasaan orang lain dan menyepelekan hal penting
Tidak menutup kemungkinan, optimisme yang berlebihan mengurangi kepekaan Anda terhadap perasaan orang lain, serta kepekaan terhadap apa yang bakal terjadi.
Sebagai contoh, suatu hari, saudara jauh Anda datang kepada Anda. Tujuan utamanya datang yaitu untuk mencari tempat berlindung dari bencana gunung meletus yang diperkirakan akan terjadi di tempat tinggalnya.
Ia, saudara Anda berkata bahwa ia sangat takut kalau-kalau gunung di dekat tempat tinggalnya benar-benar meletus. Selain itu, sebagai bentuk kewaspadaannya, ia berniat mengungsikan ternaknya ke tempat yang lebih aman untuk sementara waktu.
Menanggapi ketakutan dan kewaspadaan saudara Anda, Anda bukannya berusaha memberikan solusi, tetapi justru meremehkan ketakutannya. Menanggapi ketakutannya, Anda pun berkata, “Tidak apa-apa. Semuanya akan baik-baik saja. Gunung itu tidak akan meletus dan tidak akan menghancurkan pemukiman tempat tinggal kamu. Jadi, tidak perlu mengamankan semua ternak yang kamu miliki. Itu akan sangat merepotkan kamu.”
Bayangkan, apa yang bakal terjadi saat ia mempercayai perkataan Anda di atas? Tidak menutup kemungkinan, yang bakal terjadi yaitu, ternaknya benar-benar ludes lantaran gunung di dekat tempat tinggalnya benar-benar meletus.
Bayangan pula bagaimana perasaannya saat Anda berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja, padahal semuanya tidak baik-baik saja, padahal ia tahu, ia sedang berada dalam ancaman besar? Tentu saja, perasaannya hancur, bukan? Aa akan berpikir bahwa ia bukanlah orang yang penting dalam hidup Anda, yang dengan demikian tidak perlu menjadi beban Anda.
Dan, jika sudah demikian, maka hubungan antara Anda dengannya bisa rusak karena ia menganggap Anda tidak peduli terhadapnya.
Kesimpulan
Dari uraian di atas, kita tahu bahwa optimisme yang berlebihan membawa dampak yang negatif bagi kita dan bagi orang lain. Mengapa? Orang yang memiliki optimisme yang berlebihan senantiasa mengabaikan informasi/fakta negatif yang relevan/penting dengan situasi yang sedang/akan ia hadapi. Dan, karena pengabaian itu, maka orang yang bersangkutan tidak dapat melihat kenyataan yang bakal menimpanya. Ia tidak memiliki persiapan yang dibutuhkan untuk menghadapi kenyataan itu.
Sekarang, bagaimana dengan Anda? Apakah Anda memiliki optimisme yang berlebihan?
[…] Agar sugesti yang Anda masukkan ke dalam pikiran bawah sadar bekerja maksimal, gunakan kata-kata yang mampu menggugah Anda untuk take action, bertindak secepat mungkin. Pilihlah kata-kata yang menurut Anda penuh motivasi, membangkitkan semangat Anda, dan membuat Anda lebih optimis. […]