Salah satu faktor penentu kebahagiaan yaitu penerimaan diri (self-acceptance).
Apa itu penerimaan diri?
Penerimaan diri berarti menerima diri sendiri sebagaimana ia adanya; menerima sisi baik dan sisi buruk diri kita apa adanya; menerima kekurangan dan kelebihan kita apa adanya. Singkatnya, penerimaan diri berarti menerima diri kita tanpa syarat, bahkan ketika kita melihat diri kita banyak kekurangan. Hal ini berbeda dengan penerimaan diri yang bersyarat. Penerimaan diri yang bersyarat berarti menerima diri kita hanya ketika kita melihat banyak kelebihan dalam diri kita.
Lantas, bagaimana penerimaan diri (yang tanpa syarat) menjadi salah satu faktor penentu kebahagiaan?
Sebagai manusia, kita memiliki banyak kekurangan. Bahkan, mustahil kita mencapai kesempurnaan. Pepatah lama mengatakan, “tak ada gading yang tak retak.” Dan, pepatah itu mengandung kebenaran yang mutlak. Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini.
Karena manusia senantiasa memiliki kekurangan, kita perlu menerima kekurangan kita. Apabila kita bersikeras mengejar kesempurnaan, maka akibat yang pasti yaitu kita merasa tidak bahagia.
Mengapa begitu?
Ketika kita terobsesi kesempurnaan, kita percaya bahwa kebahagiaan hanya bisa dicapai manakala kita menjadi sempurna; kita berkeyakinan bahwa kita tidak akan bahagia sebelum kesempurnaan tercapai. Akibatnya, selama belum mencapai kesempurnaan, kita pun tidak bisa merasa bahagia.
Padahal, sebagaimana dijelaskan di atas, tidak ada manusia yang sempurna. Itulah mengapa, penerimaan diri (yang tanpa syarat) menjadi salah satu faktor terpenting dalam mencapai kebahagiaan.
Menerima diri kita apa adanya menghindarkan kita dari frustrasi, kekecewaan, rasa malu dan bersalah lantaran tidak dapat menjadi apa yang kita inginkan.
Nah, sekarang, penulis ingin bertanya kepada Anda, sudahkah Anda menerima diri Anda apa adanya, tanpa syarat? Apakah Anda merasa baik-baik saja dengan kekurangan Anda? Apakah Anda baik-baik saja dengan kesalahan dan kegagalan Anda?
Atau, Anda justru merasa malu, bersalah, kecewa, frustrasi, dan mengecap diri Anda pecundang?
Jika jawabannya yang terakhir, berarti Anda memiliki problem penerimaan diri.
Dalam artikel ini, penulis akan mengajak Anda mengurai satu cara dahsyat mengatasi problem tersebut.
Semoga, uraian ini bermanfaat bagi Anda.
Baiklah, jika begitu, yuk, langsung saja kita simak uraian lengkapnya berikut ini.
Penerimaan Diri dan Memaklumi Diri Sendiri
Tidak bisa dipungkiri, setiap orang memiliki keinginan untuk berubah, meningkatkan kualitas diri, dan terus berkembang. Itu merupakan sikap yang baik dan saaaangat dianjurkan. Tetapi, ketika sikap itu sampai pada tahap ekstrem, Anda perlu berhati-hati.
Mengapa? Apa alasannya?
Keinginan yang eksrem untuk berubah lebih baik dapat menjelma menjadi obsesi terhadap kesempurnaan! Jika sudah sampai pada tahap ini, maka niscaya Anda merasa, selama belum sempurna, Anda belum bahagia.
Padahal, sebagaimana dijelaskan di muka, tidak ada yang sempurna di dunia ini. Sampai kapan pun, manusia tetap memiliki kekurangan. Kenyataan ini membuat obsesi terhadap kesempurnaan berujung pada kekecewaan, kemarahan (terhadap diri sendiri), rasa malu dan frustrasi. Singkatnya, obsesi kesempurnaan membuat Anda tidak bahagia.
Selain itu, dalam berubah dan meningkatkan kualitas diri senantiasa ada faktor-faktor tertentu baik yang menghambat maupun yang membantu proses perubahan tersebut.
Contoh, Anda ingin mengembangkan skill. Kebetulan, Anda suka musik. Anda ingin bisa menguasai keterampilan bermain piano. Tetapi, ternyata, bentuk fisik tangan Anda menghambat Anda untuk memainkan instrumen musik itu. Kendati sudah belajar tekun, Anda tetap tidak bisa selancar pianis lain dalam bermain piano.
Dalam contoh itu, ada faktor yang menghalangi Anda untuk meningkatkan kualitas diri Anda (meningkatkan skill Anda), yakni faktor biologis. Sudah dari sononya, tangan Anda terbentuk sedemikian rupa sehingga menghambat Anda memainkan piano.
Dengan keadaan fisik Anda yang seperti itu, apabila Anda bersikeras ingin jago bermain piano, bisa-bisa hal itu justru membuat Anda frustasi dan kecewa. Bahkan, yang lebih parah, bisa-bisa Anda merasa diri Anda tidak berharga.
Untuk itulah, Anda perlu menerima diri Anda apa adanya.
Tetapi, bagaimana caranya?
MAKLUMI KEKURANGAN ANDA!
Hidup manusia tidaklah terisolasi. Ia senantiasa dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor genetis, sosial, dan ekonomi. Anda menjadi seperti sekarang bukanlah semata-mata karena jasa Anda sendiri. Sebaliknya, Anda menjadi seperti sekarang berkat bantuan kondisi ekonomi, sosial, dan faktor genetis yang mendukung perkembangan Anda.
Selain membantu perkembangan Anda, faktor-faktor yang sama, yakni ekonomi, sosial, dan genetis juga membentuk watak dan perilaku buruk Anda. Faktor-faktor itu juga melemahkan Anda dalam beberapa segi dan menguatkan Anda pada segi-segi lainnya.
Dibesarkan oleh orangtua permisif, Anda berkembang menjadi anak yang manja, misalnya. Sampai dewasa, sifat kekanak-kanakan dalam diri Anda tidak hilang. Akibatnya, orang lain sering jengah terhadap perilaku Anda. Mereka menganggap Anda tidak dewasa dan tidak mandiri.
Terus-menerus mendengar pendapat seperti itu akhirnya membuat Anda merasa bersalah. Anda merasa ada yang salah dengan diri Anda dan karena itu Anda ingin berubah menjadi pribadi yang mandiri.
Dalam proses berubah, jika Anda tidak sabar, bisa-bisa Anda frustrasi. Mengapa? Anda ingin cepat-cepat melihat hasil perubahan Anda. Anda ingin segera melihat diri Anda berubah menjadi pribadi yang mandiri. Padahal, dengan riwayat pendidikan yang Anda terima (Anda dididik oleh orangtua yang permisif yang membuat Anda manja), tentu akan sulit bagi Anda untuk berubah. Terlebih jika Anda masih disokong oleh orang lain.
Nah, memaklumi diri Anda dapat menyelamatkan Anda dari rasa frustrasi itu. Lebih jauh, memaklumi diri Anda dapat mencegah Anda dari sikap tidak sabaran. Memaklumi diri Anda membantu membuat Anda tetap bahagia walau pun Anda mengalami kegagalan.
Sampai di sini, Anda setuju, bukan?
Tetapi, mungkin timbul pertanyaan seperti ini dalam benak Anda: “Kalau saya menerima kekurangan saya, saya ga maju-maju, dong? Jangan-jangan, saya jadi ogah berubah lebih baik? Tidak mau berkembang.”
Ini artinya, Anda beranggapan bahwa nasihat agar Anda menerima kekurangan Anda bertentangan dengan nasihat agar Anda terus mengembangkan diri; bahwa penerimaan diri tidak sejalan dengan perkembangan diri.
Baiklah, untuk menjawab pertanyaan itu, mari kita simak penjelasan berikut.
Penerimaan Diri dan Perkembangan Diri
Sebagaimana dijelaskan di atas, perubahan itu baik. Meningkatkan kualitas dan mengembangkan diri merupakan sikap yang saaangat dianjurkan. Tetapi, ketika Anda terlalu keras dengan diri Anda, perubahan justru bisa menjadi bumerang. Anda perlu menerima diri Anda apa adanya. Hanya dengan begitu, Anda tidak frustasi manakala gagal melakukan perubahan.
Lantas, apakah itu artinya penerimaan diri sama dengan mandeg dari perubahan?
Jawabannya, tidak! Penerimaan diri justru membantu Anda dalam berubah.
Bagaimana penjelasannya?
Tanpa memaklumi diri Anda apa adanya, Anda menjadi pribadi yang terlalu keras terhadap diri sendiri; Anda menjadi pribadi yang selalu menunut dan menyalahkan diri sendiri. Akibatnya, Anda kecewa, serba salah, frustrasi, dan merasa menjadi pecundang ketika Anda gagal berubah.
Sebaliknya, dengan memaklumi kekurangan Anda, dengan menerima kekurangan Anda, Anda terdorong untuk terus berkembang, berubah menjadi lebih baik. Anda bisa menjadi lebih sabar dalam menjalani proses perubahan karena Anda maklum kemampuan Anda terbatas.
Baca juga:
Hidup Anda Membosankan? Anda Perlu Merenungkan Kembali Tujuan Hidup Anda!
Bagaimana Cara Berhenti Membandingkan Diri Anda dengan Orang Lain?