Siapa yang paling berpengaruh bagi anak remaja Anda? Anda kah? Guru kah? Atau, teman-temannya?
Jawabannya sudah pasti, teman-temannya!
Kok bisa gitu? Karena, anak menghabiskan sebagian besar waktunya bersama teman-temannya.
“Akh, ga kok. Anak saya lebih sering di rumah daripada menghabiskan waktu dengan teman-temannya,” mungkin begitu sanggah Anda. Tetapi, benarkah demikian? Yakinkah Anda?
Meskipun menghabiskan waktu di rumah, dia tetap berkomunikasi dengan teman-temannya lewat HP dan internet, lho. Jangan salah. Heheheh. Ini bukan berarti anak lebih membutuhkan teman-temannya ketimbang keluarganya sendiri. Tetapi, itu merupakan fase yang alami ketika anak beranjak remaja. Mereka membutuhkan teman yang sebaya dengan dirinya. Hanya teman sebaya yang memahami kebutuhannya sebagai seorang remaja, begitu menurut mereka. Dengan teman sebaya, anak tidak perlu sungkan, takut, dan malu untuk berbagi/curhat.
Bagi anak remaja, memiliki teman merupakan dorongan kebutuhan. Anak terdorong untuk MENGHABISKAN WAKTU DENGAN TEMAN karena kebutuhan mereka, yakni untuk SALING BERBAGI.
Nah, kebutuhan untuk berteman ini bisa membuat anak bergantung pada teman. Atau, dalam kata lain, kebutuhan untuk berteman mendorong anak untuk menyesuaikan diri dengan teman-temannya. Hanya dengan begitu, teman-temannya bisa menerimanya.
Jadi, alasan mengapa teman lebih berpengaruh daripada orangtua yaitu:
Anak butuh berbagi dengan sesama remaja
Kebutuhan itu mendorongnya untuk berteman
Tetapi, agar diterima dalam pergaulan dengan teman-temannya, ia perlu menyesuaikan diri dengan mereka.
Anak menyesuaikan diri dengan menyamakan/menyeragamkan dirinya dengan teman-temannya.
Bagaimana anak menyamakan/menyeragamkan diri? Dengan mengikuti pola pikir, prinsip, dan perilaku teman-temannya.
Dan, sejak ia mengikuti pola pikir, prinsip, dan perilaku teman-temannya, sejak itulah ia terpengaruh teman-temannya.
Nah, begitulah kira-kira kronologi bagaimana pengaruh teman lebih besar dibanding pengaruh orangtua.
Pendapat di atas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh pakar psikologi Judith Rich Harris. Dalam penelitiannya, Harris menyimpulkan bahwa dalam banyak kasus, pengaruh orangtua tergeser oleh pengaruh teman. Hal itu disebabkan karena pada masa remaja, timbul kebutuhan untuk diterima dalam pergaulan di sekolah dalam diri anak. Saat beranjak remaja, anak merasa butuh diterima oleh teman-temannya. Dan, kebutuhan itu mendorong anak untuk mengikuti, menyamakan, dan menyeragamkan dirinya dengan temannya. Akhirnya, semenjak ia menyamakan dirinya dengan temannya, sejak itulah pengaruh orangtua tergeser pengaruh teman-temannya. Ia lebih menganut temannya dibanding orangtua.
Bagaimana bentuk pengaruh itu? Contohnya, jika teman-temannya gemar bermain game, maka anak Anda ikut-ikutan suka main game. Apabila teman-temannya mengidolakan Aliando Syarief, maka anak Anda ikut mengidolakan aktor yang sedang naik daun itu. Apabila teman-temannya membaca buku Raditya Dika, maka anak Anda pun ikut menggemari buku-buku karya penulis populer tersebut. Dan, apabila grupnya memandang jomblo sebagai aib, maka anak Anda pun takut menjadi jomblo. Heheheh.
Menyesuaikan diri dengan pergaulan memang saaaaangat penting. Tetapi, terkadang, hal itu membawa dampak negatif bagi anak, terutama jika bentuk penyesuaiannya adalah MENYAMAKAN/MENYERAGAMKAN dirinya dengan teman-temannya.
Apa saja dampak negatif itu? Berkut ini uraiannya.
Minat
Apa minat anak Anda? Musik? Seni rupa? Olahraga? Atau, matematika?
Apa pun minatnya, minumnya teh botol…. Heheheh, Bercanda.
Apa pun minat anak Anda, seringkali minat itu sama dengan minat teman-temannya. Jika teman-temannya berminat pada seni musik, maka anak Anda berminat pada musik. Jika grupnya menyukai matematika, maka anak pun tertarik pada matematika.
Apa artinya itu? Artinya, anak Anda tidak memiliki minat yang mandiri, yang datang dari lubuk hatinya sendiri! Ia menyukai musik bukan lantaran ia benar-benar tertarik pada bidang itu, melainkan agar ia diterima teman-temannya. Atau, ia menyukai matematika bukan karena ia suka hitung-hitungan, tetapi supaya ia dapat menyesuaikan diri dengan teman-temannya.
Lantas, apa akibatnya? Apa dampak negatifnya?
DAMPAK NEGATIFNYA, dengan mengikuti minat teman-temannya, ia pun KEHILANGAN KESEMPATAN UNTUK MENGEJAR MINATNYA SENDIRI, minat yang berasal dari lubuk hatinya sendiri.
Mungkin, saat ini dia berminat pada bidang yang disukai teman-temannya, tetapi tidak menutup kemungkinan besok ia menyadari bahwa sebenarnya ia tidak berminat pada bidang itu. Contoh, karena teman-temannya gemar bermain gitar, ia pun gemar bermain gitar. Tetapi, beberapa tahun kemudian, dia menyadari bahwa ia tidak memiliki passion dalam bidang itu (bermain gitar). Maka, selama bertahun-tahun ia telah membuang waktu hanya untuk mengejar apa yang bukan menjadi minatnya, impiannya.
Jika sudah begitu, tak menutup kemungkinan ia akan menyesal!
Lantas, bagaimana kalau begitu? Anda perlu mengajarkan kepada anak Anda untuk berani beda dari teman-temannya. Itulah jawabannya. Yup! BERANI BEDA.
Berani beda berarti berani menggemari apa yang tidak digemari orang lain. Berani beda berarti berani menolak menyukai apa yang disukai orang lain. Dengan berani beda, anak bebas menentukan sendiri impiannya, sesuai dengan kata hatinya sendiri. Dengan begitu, ia terhindar dari penyesalan di kemudian hari.
Jati diri
Apa itu jati diri? Jati diri adalah identitas yang paaaaling mewakili diri Anda. Jati diri/identitas bisa berubah seiring waktu. Tetapi, bukan berarti Anda bisa bergonta-ganti identitas sesuka Anda. Sering bergonta-ganti jati diri/indentitas membuat Anda bingung dan kehilangan arah.
Nah, kebutuhan untuk diterima dalam pergaulan dapat membuat anak kehilangan jati diri/identitasnya. Atau dalam kata lain, bisa membuat anak kehilangan arah karena bingung dengan identitasnya.
Ilustrasinya seperti ini:
Sebagian besar murid di sekolah A mengidentifikasikan diri sebagai anak punk, misalnya. Kebetulan, anak Anda juga murid sekolah A. Dan, karena ingin diterima dalam pergaulan di sekolah itu, anak Anda pun mengidentifikasikan dirinya sebagai anak punk. Padahal, ia tidak paham apa itu budaya punk. Ia hanya ikut-ikutan temannya supaya diterima, supaya punya teman. Bahkan, sebenarnya ia tidak terlalu nyaman berdandan ala anak punk. Tetapi, demi diterima dalam pergaulan, ia tetap mengidentifikasikan dirinya sebagai anak punk.
Apa akibatnya? Akibatnya, ia bisa kehilangan arah! Yup! Ia tak yakin menjadi anak punk. Tetapi, ia juga tak yakin untuk tidak memilih punk sebagai jati diri. Itulah yang menyebabkannya kehilangan arah.
Untuk itu, Anda perlu mengajarinya untuk berani beda. Jika teman-teman di sekolahnya menganggap tren tertentu keren, ajari anak Anda untuk memiliki pandangan yang berbeda, terutama jika anak Anda memang tidak tertarik pada tren itu.
Berani beda berarti berani menentukan indentitasnya sendiri. Berani beda berarti berani menjadi kutu buku di tengah pergaulan yang mengagungkan pacaran, misalnya.
Pergaulan
Seperti dijelaskan sebelumnya, kebutuhan untuk berteman mendorong anak untuk mengikuti/menyamakan dirinya dengan teman-temannya. Tujuannya, supaya ia diterima dalam pergaulan.
Jika pergaulan teman-temannya membawa dampak positif, sih, tak masalah. Justru hal itu akan berpengaruh baik bagi anak. Tetapi, bagaimana jika pergaulan itu pergaulan yang negatif? Bagaimana jika pergaulan itu destruktif?
Contoh:
Murid laki-laki kelas 10 di sekolah A bandel-bandel. Mereka sering bolos sekolah. Murid laki-laki yang tidak mau bolos dicap sebagai anak cupu.
Kebetulan, anak Anda sekolah di sekolah itu dan duduk di kelas 10. Dan, agar tidak dicap cupu, ia pun ikut sering bolos sekolah.
Nah, jika begitu, artinya, pergaulannya membawa dampak negatif baginya. Jika ia mengikuti/menyamakan dirinya dengan teman-temannya, maka niscaya ia terpengaruh oleh perilaku negatif teman-temannya itu.
Oleh karena itu, Anda perlu mengajarkan padanya untuk berani beda. Berani beda berarti berani menerima ejekan teman-temannya karena tak mengikuti kemauan mereka. Berani beda berarti berani bertindak positif di tengah lautan orang yang berperilaku negatif dan meremehkannya.
Prinsip
Kebutuhan untuk diterima dalam pergaulan dapat mendorong anak menanggalkan prinsipnya. Contoh, teman-temannya gemar merokok saat jam istirahat. Murid yang tidak merokok dicap sebagai murid yang cemen. Karena itu, anak Anda pun ikut-ikutan merokok demi terhindar dari cap “cemen”. Padahal, awalnya, ia memiliki prinsip “pantang merokok”.
Nah, untuk itu, Anda perlu mengajarinya untuk berani beda. Yup, berani beda dari teman-temannya.
Berani beda menyelamatkan anak Anda dari sikap menanggalkan prinsip.
Kepekaan
Mengikuti/menyamakan diri dengan teman bisa membuat anak Anda tidak peka terhadap perasaan orang lain.
Kok bisa?
Ilustrasinya begini:
Di sekolah, terdapat kelompok anak yang gemar merokok. Kelompok itu terkenal suka berbuat onar, persis di sinetron-sinetron. Nah, salah satu ajakan kelompok itu adalah mengajak murid laki-laki untuk merokok. Mereka yang menolak dicap sebagai anak cemen.
Nah, karena takut dicap cemen, anak Anda pun ikut-ikutan merokok. Selain itu, dengan ikut merokok, ia merasa menjadi bagian dari kelompok itu. Akhirnya, merasa menjadi bagian dari kelompok itu, anak Anda lantas bertindak semena-mena terhadap anak yang menolak merokok, misalnya. Merasa menjadi bagian dari kelompok itu, anak Anda pun ikut-ikutan mencap mereka yang menolak merokok sebagai anak cemen.
Dalam ilustrasi di atas, bentuk ketidakpekaannya terhadap perasaan orang lain yaitu ia mencap mereka yang menolak merokok sebagai anak cemen.
Untuk itu, Anda perlu mengajarinya untuk berani beda. Saat anak Anda berbeda dari mayoritas, ia menjadi lebih peka terhadap perasaan sesama kelompok minoritas/kelompok yang berbeda dari mayoritas orang.
Pikiran
Selain menanggalkan prinsip, mengikuti teman juga bisa membuat anak takut berpikir mandiri dan bebas. Ia niscaya mengiyakan semua perkatakan dan pemikiran teman-temannya, sekalipun dalam hati ia menolak perkataan itu. Ia tidak berani mengungkapkan pendapatnya sendiri.
Bahkan, dalam taraf yang parah, ia menggantungkan keputusan pada teman-temannya dan tak berani membuat keputusan sendiri.
Contoh:
Anak terlibat dalam kepengurusan OSIS. Tetapi, karena dorongan untuk diterima di lingkungan OSIS, ia tak berani menolak pendapat temannya.
Suatu hari, OSIS di sekolahnya hendak mengadakan acara. Sebelumnya, pengurus OSIS mengadakan diskusi terkait acara tersebut. Sebenarnya, anak Anda memiliki ide yang lebih cemerlang dari ide teman-temannya. Tetapi, karena takut ditolak, ia pun lantas memendam ide itu dan sebaliknya, ia menyetujui ide teman-temannya. Padahal, sebenarnya, menurutnya ide mereka tidak efektif.
Nah, dalam contoh di atas, tindakan anak Anda (memendam idenya dan menyetujui ide temannya yang buruk) destruktif bagi dirinya sendiri. Tindakan itu dapat membuatnya tidak mandiri dalam berpikir. Tindakan itu membuatnya bergantung pada pikiran orang lain.
Jadi, Apa Pentingnya Mengajarkan Anak Berani Beda?
Merupakan hal yang wajar ketika anak remaja merasa membutuhkan teman yang sebaya dengannya. Merupakan hal yang wajar pula jika ia lebih menghabiskan banyak waktu bersama teman dibanding bersama keluarga. Sekali pun di rumah, ia tetap tak bisa lepas dari komunikasi dengan teman-temannya. Hal itu membuktikan bahwa ia memang membutuhkan mereka.
Kebutuhan untuk berteman seringkali mendorong anak untuk beradaptasi dalam pergaulan. Dan, salah satu bentuk adaptasinya yaitu dengan menyamakan/mengikuti prinsip, pola pikir, dan perilaku teman-temannya.
Sayangnya, menyamakan/mengikuti perilaku, pola pikir, dan prinsip orang lain membawa banyak dampak negatif bagi anak, seperti telah dijelaskan di atas. Di antaranya yakni anak kehilangan prinsip, kehilangan kesempatan untuk mengejar mimpinya sendiri, tidak peka terhadap perasaan orang lain, bergantung pada orang lain, dan terjerumus pada pergaulan yang destruktif.
Oleh karena itu, sebagai orangtua, Anda perlu mengajarinya untuk berhenti mengikuti teman-temannya. Anda perlu mengajarkannya untuk berani beda. Dengan berani beda, anak Anda menemukan jati diri, prinsip, dan mampu berpikir bebas. Ia tidak menjadi robot yang dikendalikan oleh pergaulannya.
Tetapi, tentu saja, di balik keberanian untuk tampil beda ada sebuah risiko besar, yaitu penolakan sosial. Agar anak tidak tertekan ketika memilih untuk berbeda dari teman-temannya, ia harus bisa menghadapi penolakan itu.
Dalam artikel selanjutnya, penulis akan sajikan cara menghadapi penolakan sosial ketika anak bertindak berbeda dari teman-temannya.
Sumber: secureteen.com
Baca juga:
Figur Seperti Apa yang Patut Dijadikan Role Model bagi Anak Anda?
Apa Bekal Terpenting bagi Masa Depan Anak Anda?
Cara Mudah Menumbuhkan Minat Baca pada Anak
Pingback: Aquarius Learning Gunakan Cara Ini untuk Meningkatkan Harga Diri Anak! Gak Lagi-Lagi, deh, Dia Minder dan Banyak Takut dan Jadilah Ia Kebanggaan Anda!