Tempo hari saya pernah mereview buku "The Power of Habit" karya Charles Duhigg, yang membahas tentang bagaimana kebiasaan terbentuk dan bagaimana mengubahnya menjadi kebiasaan yang mendukung kesuksesan.
Lalu, ada seorang teman yang bertanya: lebih bagus mana isinya antara buku ini (The Power of Habit) dengan buku "Atomic Habits" karya James Clear.
Nah berhubung di postingan lain juga ada seorang teman yang request review buku "Atomic Habits", maka kali ini saya mau bikin review perbandingan antara kedua buku ini.
Tapi sebelumnya, saya mau mengingatkan bahwa review ini mengandung sedikit spoiler.
Ok, mari kita mulai dari buku "The Power of Habit" karya Charles Duhigg terlebih dulu.
Buku "The Power of Habit" karya Charles Duhigg
1. Bagaimana Kebiasaan Terbentuk
Pada prinsipnya, buku ini mengadopsi temuan dari para ilmuan MIT yang menyatakan bahwa terbentuknya kebiasaan punya pola yang sama, yang dalam buku "The Power of Habit" diterjemahkan menjadi lingkaran Cue - Routine - Reward.
Sang penulis menyebut lingkaran ini "Habit Loop" alias "Lingkaran Kebiasaan."
Cue atau isyarat adalah pemicu yang mendorong seseorang untuk melakukan sebuah kebiasaan. Ini bisa berupa benda, bau, suara, atau kejadian.
Routine atau rutinitas adalah kebiasaan yang secara otomatis dilakukan setelah munculnya "Cue."
Sedangkan Reward adalah imbalan yang didapatkan dari melakukan kebiasaan tersebut.
Contohnya adalah kebiasaan menggosok gigi. Kebiasaan ini muncul karena adanya Cue berupa gigi yang berlendir.
Cue ini (lendir di gigi) memicu kita untuk menggosok gigi, di mana setelah menggosok gigi, maka kita akan menerima Reward berupa gigi yang terasa bersih, kesat, dan napas yang segar.
------
Setiap aktivitas akan menjadi kebiasaan kalau ketiga elemen ini ada dan membentuk siklus berulang seperti di atas.
Jadi, aktivitas menggosok gigi bisa menjadi kebiasaan karena ada Cue/Isyarat yang memicu kita untuk melakukan aktivitas itu dan ada Reward yang kita dapatkan dari melakukan aktivitas tersebut.
Kalau misal tidak ada Reward yang didapatkan atau tidak ada Cue yang memicu kita untuk menggosok gigi, maka menggosok gigi tidak akan menjadi kebiasaan yang bisa kita lakukan secara otomatis.
2. Craving/Hasrat
Nah yang perlu diingat di sini adalah, selain Cue dan Reward, penulis buku ini juga memperkenalkan konsep "Craving" alias Hasrat.
Sebuah Cue akan berefek HANYA ketika Cue ini menimbulkan Craving/Hasrat dalam diri kita untuk mendapatkan Reward tertentu.
Jadi, kalau Cue-nya tidak menimbulkan Craving, maka kebiasaan juga tidak akan terbentuk. Craving/Hasrat inilah yang membuat dorongan untuk melakukan Routine sangat kuat sehingga sangat sulit untuk menolak melakukannya.
Dengan demikian, rangkaian Habit Loop yang mampu membentuk kebiasaan adalah rangkaian yang mana Cue-nya menimbulkan Hasrat untuk mendapatkan Reward dengan cara melakukan Routine.
Kalau siklus ini terjadi berulang kali, maka lama kelamaan Routine yang dilakukan pun menjadi kebiasaan yang bisa dilakukan secara otomatis.
3. Membangun Kebiasan yang Mendukung Kesuksesan
Bagian selanjutnya buku ini membahas tentang bagaimana membangun kebiasaan yang mendukung kesuksesan menggunakan prinsip "Habit Loop" seperti di atas.
Nah di bagian ini, penulis berkesimpulan bahwa untuk membangun kebiasaan baru bukan dengan menciptakan rangkaian Habit Loop yang artifisial melainkan dengan memanfaatkan lingkaran kebiasaan yang sudah terbentuk sebelumnya.
Sebagai contoh, kita ingin membangun kebiasaan meditasi yang mendukung kesuksesan kita.
Untuk membangun kebiasaan itu, maka kita tak perlu menciptakan Cue dan Reward baru. Kita hanya perlu mengganti Routine yang ingin kita ganti dengan Rutinitas meditasi.
Katakanlah, salah satu kebiasaan buruk yang kita miliki adalah merokok. Maka kita bisa membangun kebiasaan meditasi dengan mengganti Routine merokok dengan Routine meditasi.
Caranya?
Pertama, kenali Cue yang memicu kita untuk merokok dan Reward yang kita dapatkan dari aktivitas merokok.
Namun untuk bisa mengenali Cue, kita perlu mengenali Reward lebih dulu karena Reward ini berhubungan dengan Craving/Hasrat.
Kita merokok karena ada Craving/Hasrat untuk mendapatkan Reward tertentu.
Nah katakanlah setelah meneliti kebiasaan merokok kita sendiri, kita menemukan bahwa ternyata kita merokok karena kita ingin relaksasi.
Artinya, Reward dari kebiasaan merokok kita adalah Relaksasi.
Setelah ketahuan Reward dan Craving-nya, barulah kita bisa mengenali apa kira-kira Cue-nya.
Apa saja yang kira-kira mendorong kita untuk relaksasi?
Stres, misalnya. Atau, rasa tertekan, lelah fisik, dan nggak bisa konsentrasi.
Mari kita andaikan di sini, setelah meneliti kebiasaan merokok kita sendiri, kita temukan ternyata yang membuat kita terdorong untuk mendapatkan rasa rileks adalah lelah fisik. So artinya, Cue-nya adalah lelah fisik.
Nah di sini kita sudah menemukan Habit Loop yang menimbulkan kebiasaan merokok dalam diri kita, yakni: Lelah fisik (Cue) - Hasrat untuk relaksasi (Craving) - Merokok (Routine) - Rasa rileks (Reward).
Lingkaran kebiasaan ini berarti: Setiap kali merasa lelah fisik, maka akan timbul hasrat untuk relaksasi, yang akan dipenuhi dengan merokok, yang menimbulkan rasa rileks di tubuh kita.
Setelah mengenali apa Habit Loop merokok kita, maka kita bisa mengganti Routine merokok dengan Routine meditasi, dengan tetap mempertahankan Cue, Craving, dan Reward-nya.
Sehingga, Habit Loop-nya akan berubah menjadi:
Lelah fisik (Cue) - Hasrat untuk relaksasi (Craving) - Meditasi (Routine) - Rasa rileks (Reward).
yang artinya: Setiap lelah fisik dan timbul hasrat untuk relaksasi maka saya akan bermeditasi sehingga saya bisa rileks.
Jika setiap lelah kita mengganti aktivitas merokok dengan meditasi, maka lama-kelamaan meditasi akan menggantikan kebiasaan merokok kita.
-----
Nah dari paparan di atas, kita tahu bahwa kebiasaan baru yang bisa menggantikan kebiasaan lama adalah kebiasaan yang bisa menghasilkan Reward yang sama.
Aktivitas meditasi bisa menggantikan kebiasaan merokok karena meditasi dan merokok sama-sama bisa membuat kita rileks.
4. Kebiasaan Kunci
Bagian selanjutnya dari buku ini menjelaskan tentang Kebiasaan Kunci alias Keystone Habit.
Keystone Habit adalah kebiasaan yang ketika dilakukan akan membawa efek domino bagi kebiasaan-kebiasaan lain.
Dalam buku ini, Charles Duhigg mencontohkannya dengan kebiasaan makan malam bersama keluarga.
Dimulai dengan satu kebiasaan sederhana ini, aspek-aspek lain pun ikut terpengaruh, mulai dari anak-anak jadi lebih mampu mengerjakan PR, di mana kemampuan ini pada akhirnya membuat kepercayaan diri mereka meningkat.
Kebiasaan makan malam bersama keluarga ---> anak-anak lebih mudah mengerjakan PR ---> kepercayaan diri mereka meningkat.
Kita juga bisa mengubah hidup kita dimulai dengan melakukan satu kebiasaan tertentu yang menjadi kebiasaan kunci.
Pernah mengalami kejadian di mana ketika Anda bangun pagi, semua jadi lebih terkendali? Dan sebaliknya ketika Anda bangun kesiangan, semua menjadi berantakan?
Jika ya, ini indikasi bahwa bangun pagi merupakan kebiasaan kunci yang akan membawa efek domino pada rutinitas harian Anda.
Anda bisa memanfaatkan ini untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan Anda.
5. Penilaian
Dilihat dari inti yang ingin disampaikan, menurut saya buku ini cukup menarik dan memberikan pandangan baru tentang terbentuknya kebiasaan.
Prinsip "Habit Loop" yang menjadi inti buku ini telah mengubah cara kita melihat kebiasaan.
Namun yang luput dibahas oleh penulisnya adalah kebiasaan-kebiasaan yang disengaja alias Deliberate Habit, yakni kebiasaan-kebiasaan yang tidak bisa dilakukan secara otomatis, seperti membaca buku, menulis jurnal, membuat planning, dan mengevaluasi progress kita.
Semua aktivitas ini mustahil dilakukan secara otomatis meskipun masing-masing memiliki Cue dan Reward tersendiri. Oleh karenanya prinsip Habit Loop tidak memadai untuk membangun kebiasaan-kebiasaan ini; Dibutuhkan pendekatan yang berbeda untuk membangun kebiasaan-kebiasaan ini.
Kedua, buku ini mengadopsi pendekatan Behavioristik dalam memandang kebiasaan.
Pendekatan Behavioristik berpandangan bahwa perilaku manusia dipicu oleh situasi/kondisi yang kita alami.
Contoh, kita merokok karena stres atau capek; Kita scrolling media sosial karena kita bosan.
Pendekatan ini mengabaikan aspek kognitif seperti persepsi, sudut pandang, nilai-nilai yang kita junjung tinggi, keyakinan dan belief system sebagai salah satu faktor yang juga mempengaruhi perilaku manusia.
Sebagai contoh, kita merokok bukan hanya karena stres, melainkan karena menurut keyakinan kita merokok itu keren.
Dalam membangun kebiasaan, aspek kognitif tak kalah penting dibanding aspek situasi.
Bahkan bisa jadi aspek kognitif menjadi fondasi dalam membangun kebiasaan. Karena pada dasarnya, motif dari setiap perilaku kita berakar dari keyakinan yang kita pegang, core value, dan sudut pandang yang kita yakini.
Dengan mengubah keyakinan kita, maka perilaku dan kebiasaan kita pun akan berubah. Dan sayangnya, ini tidak dibahas di buku "The Power of Habit."
-----
Sekarang mari kita beranjak ke buku "Atomic Habits" karya James Clear, dimulai dari inti yang dibahas buku ini.
Buku “Atomic Habit” Karya James Clear
1. Bagaimana Kebiasaan Terbentuk
Sebenarnya, buku ini mengadopsi prinsip yang sama dengan buku "The Power of Habit" bahwa terbentuknya kebiasaan dimulai dengan siklus "Habit Loop" yang terulang berkali-kali.
Namun penulis buku ini melengkapinya dengan prinsip perubahan yang bertahap alias Tiny Change dan pendekatan kognitif alias Cognitive Approach.
Kenapa Tiny Change sangat penting bagi penulis buku ini?
Pertama, karena aksi kecil yang bertahap akan menghasilkan progress yang besar.
James Clear mencontohkannya dengan mencairnya es yang tidak berlangsung gradual melainkan secara tiba-tiba setelah es mencapai suhu tertentu:
- Ketika es masih di suhu 25 derajat, benda ini belum mencair.
- Ditingkatkan lagi suhunya menjadi 26 derajat, esnya belum juga mencair.
- Ditingkatkan lagi menjadi 27 derajat, belum juga mencair.
- Barulah ketika mencapai 32 derajat, es tersebut mencair.
Jadi, dalam tahap tertentu aksi kecil tampak tak menghasilkan perubahan sama sekali. Namun, aksi kecil ini WAJIB dilalui karena justru inilah yang pada titik tertentu akan menghasilkan lompatan besar.
Seperti dikatakan James Clear, prinsip ini terjadi pada berbagai hal seperti kanker dan pohon bambu.
Dikatakan bahwa pada 5 tahun pertama pertumbuhannya, tunas bambu belum muncul di atas permukaan tanah. Barulah setelah 5 tahun, tunas tersebut muncul ke permukaan dan tumbuh pesat hanya dalam 6 minggu.
Inilah kenapa meskipun tampaknya tak menghasilkan perubahan sama sekali tapi aksi kecil sangat krusial perannya bagi lompatan besar, tak terkecuali dalam membangun kebiasaan.
Alasan kedua kenapa Tiny Change penting adalah, langkah kecil memungkinkan kita untuk mengulanginya berkali-kali, di mana pengulangan ini akan membuat langkah tersebut menjadi otomatis, sehingga mudah dilakukan.
Pengulangan ini juga akan menanamkan identitas baru dalam diri kita yang akan menjadi fondasi bagi kebiasaan baru kita.
Contohnya jika kita rutin membaca buku setengah jam setiap hari, maka lama-lama kita akan mengidentikkan diri kita sebagai seorang pembaca yang konsisten.
Nah identitas sebagai "pembaca yang konsisten" ini pada akhirnya akan menjadi fondasi bagi kebiasaan membaca kita, yang akan mendorong pikiran bawah sadar kita untuk membaca buku setiap hari.
Pertanyaannya adalah, memangnya aksi besar tidak memungkinkan kita untuk mengulanginya berkali-kali?
Yes, aksi besar akan lebih sulit diulangi lagi. Ambil contoh saja kita mau menurunkan berat badan. Lalu kita memaksakan diri untuk berolahraga selama 5 jam demi membakar lemak.
Apa yang akan terjadi setelah itu? Badan kita malah sakit dan pada akhirnya malah menyerah. Right?
Jadi tindakan besar tak memungkinkan kita mengulanginya karena boro-boro mengulanginya, yang ada habis melakukannya kita malah kapok.
----
Lalu bagaimana Cognitive Approach diadopsi dalam buku ini?
Yakni dengan menambahkan unsur "Identitas" dalam membangun kebiasaan baru.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bagi penganut Cognitive Approach, motif terdalam dari setiap perilaku manusia adalah belief system, persepsi, sudut pandang, pola pikir, dan nilai yang dijunjung tinggi.
Nah dalam buku ini, James Clear menganggap bahwa "Identitas" adalah juga unsur kognitif yang menjadi fondasi bagi setiap perilaku kita.
Kalau kita mengidentikkan diri sebagai seorang yang jujur, maka kita pun akan berlaku jujur. Kalau kita mengidentikkan diri sebagai seorang pemalas, maka kita pun akan bermalas-malasan, dst.
Untuk membangun kebiasaan baru, di samping menerapkan Habit Loop dan Tiny Change, kita juga perlu membangun identitas diri yang selaras dengan kebiasaan yang hendak kita bangun.
Kalau kita mau bangun kebiasaan membaca, maka kita perlu membangun identitas diri sebagai pembaca yang konsisten, misalnya.
Tanpa identitas yang selaras, maka kebisaan yang terbangun akan sulit bertahan permanen.
2. Bagaimana Membangun Kebiasaan yang Mendukung Kesuksesan
Bagian selanjutnya buku ini membahas bagaimana cara membangun kebiasaan baru dengan memanfaatkan prinsip Habit Loop: Cue - Craving - Routine - Reward.
Karena kebiasaan dimulai dari Cue/Pemicu, maka kita perlu membuat Pemicu yang mudah terlihat dan terpampang nyata.
Semakin mudah kita temukan Pemicunya, maka semakin besar dorongan untuk melakukan aktivitas yang ingin kita jadikan kebiasaan. So, langkah pertamanya adalah buatlah pemicunya terlihat jelas.
Kedua, buatlah cravingnya menarik/atraktif.
Semakin atraktif cravingnya, maka semakin besar dorongan dalam diri kita untuk melakukan Routine yang ingin kita jadikan kebiasaan baru.
Bagaimana cara membuat craving yang menarik? James Clear memberikan beberapa tipsnya dalam buku ini.
Ketiga, semenarik apapun Craving-nya dan sejelas apapun Pemicu-nya, kebiasaan baru tak akan mudah terbangun kalau Routine-nya sulit dilakukan.
Sebagai contoh, kita mau bangun kebiasaan olahraga. Seperti yang kita tau, olahraga bukanlah aktivitas yang mudah dilakukan. Tantangannya, pernapasan nggak kuat, kaki gampang capek, dst.
Semenarik apapun craving-nya dan sejelas apapun pemicu yang mendorong kita berolahraga, kita akan tetap mudah menyerah saat dihadapkan pada tantangan-tantangan ini.
So, bagaimana agar olahraga mudah dilakukan? Salah satu cara yang dipaparkan James Clear adalah dengan mengondisikan lingkungan sedemikian sehingga memudahkan kita melakukan olahraga.
Tips lainnya yakni dengan “Two-Minute Rule”. Two-Minute Rule sejatinya memakai prinsip Tiny Change, yakni membuat perubahan besar lewat aksi-aksi kecil. Nah di sini aksi kecil dilakukan maksimal 2 menit.
Dengan demikian, kita hampir mustahil tak bisa melakukannya.
Terakhir, jadikan Reward-nya memuaskan. Salah satu cara yang disampaikan James Clear adalah dengan memberikan diri kita Reward sesegera mungkin setelah kita melakukan aktivitas yang mau kita jadikan kebiasaan.
3. Penilaian
Dibanding buku “The Power of Habit”, menurut saya buku ini lebih komprehensif karena tidak hanya mengadopsi pendekatan behavioristik tapi juga melengkapinya dengan pendekatan kognitif.
Sehingga, kebiasaan baru yang dibentuk jadi lebih tahan lama karena punya fondasi yang kuat.
Di samping itu, buku ini juga lebih aplikatif untuk membangun kebiasaan-kebiasaan yang disengaja alias deliberate habit.
Seperti yang kita tahu, deliberate habit adalah kebiasaan yang tak bisa dilakukan secara otomatis, melainkan harus dilakukan dengan sengaja.
Contohnya membaca buku. Kebiasaan ini tak mungkin dilakukan otomatis. Kita tak mungkin otomatis paham isi buku yang kita baca; Perlu mengerahkan pikiran & konsentrasi untuk memahaminya. Right?
Dalam kata lain, kita perlu mengerahkan effort untuk melakukannya.
Nah, karena perlu mengerahkan effort, maka aktivitas ini (membaca buku) sangat sulit dilakukan meskipun sudah dipancing dengan Cue dan Reward.
Dalam buku ini, rupanya James Clear menyadari adanya masalah ini sehingga ia mengajarkan kepada kita cara membuat kebiasaan baru lebih mudah dilakukan (Make the Routine easy to do).
Dan justru inilah yang menurut saya inti dari buku ini. Kata “Atomic” dalam judul buku ini merujuk pada Tiny Change alias Aksi Kecil sebagai strategi untuk membuat kebiasaan baru (yang disengaja) mudah dilakukan.
Mana yang lebih Recommended?
Kalau menurut saya keduanya recommended karena bisa saling melengkapi. Apa yang tidak ada di buku “The Power of Habit” dilengkapi di buku “Atomic Habit” dan apa yang tidak disampaikan di buku “Atomic Habit” ada di buku “The Power of Habit.”
Salah satunya adalah pembahasan tentang Keystone Habit.
So, bagi Anda yang ingin membangun kebiasaan positif dan membuang kebiasaan negatif, dua buku ini layak dijadikan referensi.
Sekian review saya, semoga bermanfaat. Dan kalau ada yang mau disampaikan, silakan sampaikan di komentar.
Kalau tertarik belajar Bacakilat, silakan kunjungi workshopbacakilat.com.