Apakah Anda familiar dengan komik Miiko karya komikus Jepang Ono Oriko? Jika ya, Anda sehati dengan penulis. Jika tidak, well, Anda masih bisa mengikuti artikel ini hingga selesai. Karena, bukan komik itu yang akan dibahas di sini.
Penulis ingin bercerita sedikit tentang satu episode komik itu. Dalam sebuah episode yang berjudul Serangga yang Tak Pernah Puas, diceritakan seorang gadis kecil bernama Naoko menjadi murid baru (pindahan) di sekolah Miiko.
Singkat cerita, Naoko seorang gadis yang cerdas. Nilainya pada setiap pelajaran bagus. Dan, karena kecerdasannya itu, tak jarang teman-teman barunya memintanya membantu mengerjakan tugas sekolah.
Karena masih baru, Naoko sungkan untuk menolak permintaan teman-temannya. Walhasil, setiap kali teman-temannya meminta tolong, ia selalu mengiyakan. Setiap kali temannya meminjam buku tugasnya, ia selalu mempersilakan. Setiap kali temannya minta diajari mengerjakan PR, ia selalu berkata “ya”. Intinya, apa pun yang diinginkan teman-temannya selalu diiyakannya. (Sumber: Hai, Miiko Vol.13)
Nah, terlepas apakah Anda mengenal komik Miiko atau tidak, pernahkah Anda mengalami apa yang dialami Naoko? Pernahkah Anda berada dalam situasi di mana Anda terus berkata “ya” pada orang lain agar mereka menerima Anda?
Jika ya, maka Anda patut waspada. Mengapa? Karena, sikap seperti itu bisa membawa dampak negatif bagi Anda. Seperti Naoko dalam komik itu, Anda akan kebanjiran tugas yang sebenarnya bukan tanggung jawab Anda. Anda akan melakukan apa pun, sekalipun hal itu bertentangan dengan kata hati Anda, demi membuat teman-teman Anda senang.
Sosiotropi dan Penerimaan Sosial
Dalam dunia psikologi, sikap seperti itu disebut sosiotropi (sociotropy). Jika Anda memiliki kecenderungan sosiotropi, Anda akan selalu berkata “ya” pada setiap permintaan orang lain. Anda tidak berani berkata “tidak”.
Lalu apa penyebab munculnya kecenderungan sosiotropi?
Penyebabnya yaitu haus akan penerimaan sosial. Seseorang yang haus akan penerimaan sosial cenderung terdorong untuk terus mengiyakan apa keinginan teman-temannya. Tujuannya, agar ia diterima oleh mereka.
Haus Penerimaan Sosial dan Dampaknya
Sekarang, pertanyaannya, apa dampak dari sosiotropi?
Dampaknya antara lain menghindari konflik dengan teman, merasa bersalah manakala tidak dapat meng-iya-kan permintaan teman, dan perubahan orientasi sikap (jika awalnya ia membantu orang lain karena ingin berbuat baik, karena sositropi, ia berubah; Tujuannya membantu orang lain bukan lagi untuk berbuat baik, melainkan agar orang lain menerimanya).
Pada gilirannya, sikap-sikap di atas juga membawa dampak negatif bagi dirinya sendiri, yang antara lain ia mengambil tanggung jawab yang besar, yang belum tentu sanggup diembannya, merusak kesempatan emas, dan melakukan apa pun demi membuat teman senang.
Sekarang, mari kita kupas satu-persatu dampak-dampak tersebut supaya lebih jelas.
1. Tanggung jawab yang besar/workaholik
Apabila Anda seorang sosiotropi, maka niscaya Anda takut menolak permintaan teman-teman Anda, apa pun permintaan mereka.
Mengapa Anda takut menolak?
Karena, menurut Anda, menolak permintaan teman-teman Anda akan membuat mereka marah dan membenci Anda. Untuk itulah, Anda tidak berani menolak permintaan mereka. Anda terus-menerus meng-iya-kan permintaan mereka supaya mereka tidak membenci Anda.
Nah, karena sikap Anda itu, maka Anda akan kebanjiran tugas. Seharusnya, dalam sehari, Anda hanya mengerjakan tiga macam tugas. Tetapi, karena teman Anda meminta Anda untuk membantunya, maka pekerjaan Anda pun bertambah.
Jika hal itu terjadi terus menerus, bisa-bisa Anda menjadi workaholik. Ini sebagaimana yang pernah penulis jelaskan dalam artikel yang berjudul Penyebab Seseorang Menjadi Workaholik.
Dalam artikel itu, dijelaskan bahwa workaholisme bukanlah perilaku yang positif. Workaholisme mengakibatkan yang bersangkutan kehilangan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
2. Membuang kesempatan untuk berprestasi
Seorang sosiotropi merasa tidak enak hati jika prestasinya melebihi prestasi teman-temannya.
Mengapa begitu? Ia takut kalau-kalau teman-temannya iri terhadapnya, di mana ia berpikir rasa iri itu akan membuat mereka membencinya.
Jadi, jika Anda seorang sosiotropi, yang haus akan penerimaan orang lain, niscaya Anda enggan mengambil kesempatan untuk lebih unggul dibanding orang lain. Karena, menjadi lebih unggul akan membuat orang lain membenci Anda. Begitu pikir Anda.
Lantas, bagaimana jika memang nyatanya Anda jauh lebih unggul dibanding teman-teman Anda? Maka, Anda akan merusak prestasi Anda. Semisal, Anda direkomendasikan menjadi supervisor. Tetapi, karena Anda takut orang lain iri, maka Anda pun menolak rekomendasi itu dan membiarkan posisi itu diduduki oleh orang lain.
Nah, seperti itulah sikap Anda apabila Anda seorang sosiotropi: Anda enggan menonjolkan keunggulan Anda, karena Anda takut reaksi negatif orang lain; Anda mengubur mimpi Anda demi menyenangkan orang lain.
3. Kompromi
Terakhir, jika Anda seorang sositropi, Anda akan selalu mengikuti perilaku orang lain. Jika teman-teman Anda berkata A, maka Anda pun menyetujuinya. Jika mereka berkata B, maka demikian juga dengan Anda.
Anda tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan pandangan yang berbeda dengan orang lain atau mengungkapkan ketidaksetujuan Anda terhadap pendapat mereka.
Bukan hanya itu, Anda akan menanggalkan prinsip Anda demi menyenangkan orang lain. Jika teman Anda meminta Anda melakukan sesuatu yang melanggar prinsip Anda, maka Anda pun akan melakukannya, sekalipun hati Anda berontak. Tujuannya, supaya mereka tidak membenci Anda; supaya mereka mau menerima Anda dengan baik.
Kesimpulan
Sebagaimana dijelaskan di atas, sosiotropi membawa dampak negatif bagi Anda. Karena takut orang lain membenci Anda, Anda pun menuruti apa pun permintaan mereka, Anda menjadi cemas dan merasa bersalah manakala tidak dapat memenuhi keinginan mereka, Anda meng-iya-kan setiap permintaan mereka, dan Anda membuang kesempatan untuk unggul karena takut orang lain iri.
Untuk itu, setelah mengetahui bahwa sikap itu berdampak buruk, maka sekarang waktunya untuk berhenti bersikap seperti itu. Sekarang saatnya untuk berhenti mengharapkan pengakuan/penerimaan orang lain. Sekarang saatnya untuk berkata “tidak” pada permintaan orang lain, jika memang Anda ingin menolaknya.
Kebahagiaan Anda tidak terletak pada pengakuan orang lain. Gantungkan kebahagiaan Anda pada diri Anda sendiri. Jangan biarkan orang lain mengontrol hidup Anda.