Pepatah lama mengatakan, “Malu bertanya sesat di jalan.”
Yup! Pepatah itu memberikan gambaran jelas kepada kita dampak rasa malu pada diri kita sendiri.
Malu merupakan salah satu perasaan yang menghambat kesuksesan. Bagaimana tidak? Malu menghambat gerak kita. Malu menghambat langkah kita ke depan.
Kok bisa?
Bayangkan Anda sedang berada di luar kota. Ceritanya, Anda sedang mencari sebuah alamat. Anda mencari ke sana-ke mari, tapi tak menemukan alamat itu juga. Karena malu, Anda pun menahan diri untuk bertanya kepada orang. Walhasil, Anda pun tersesat!
Bayangkan pula Anda tertarik pada seorang gadis. Anda ingin sekali berkenalan dengannya dan menjadi kekasih hatinya. Tetapi, karena malu, Anda pun mengurungkan niat untuk berkenalan. Ujungnya, Anda hanya gigit jari ketika orang lain berhasil merebut hati gadis itu.
Sekarang, bayangkan Anda akan mempresentasikan sebuah konsep kepada klien. Tetapi, Anda tidak percaya diri dengan konsep tersebut. Anda malu. Dan, karena rasa malu itu, Anda mengurungkan niat untuk bertemu klien. Hasilnya, kesempatan mendapat pelanggan hilang hanya karena rasa malu.
Contoh lainnya? Anda dapat menambahkan contoh dampak negatif rasa malu bagi diri Anda sendiri sebanyak-banyaknya.
Nah, sebagaimana ilustrasi-ilustrasi di atas, Anda tahu bahwa rasa malu membawa dampak negatif bagi diri Anda. Rasa malu menghambat perkembangan diri Anda. Ia juga menghambat kesuksesan Anda. Oleh karena itu, Anda harus melenyapkannya.
Bagaimana cara menghilangkan rasa malu?
Untuk mengetahuinya, yuk, kita simak penjelasan berikut ini.
Dari Mana Rasa Malu Berasal?
Sebagaimana sifat lainnya, malu tidak datang dari sononya. Anda memiliki rasa malu karena ANDA MERASA ADA YANG SALAH DENGAN DIRI ANDA.
Nah, bisa jadi, perasaan itu muncul ketika Anda masih kecil. Ketika masih kecil, mungkin ada perlakuan orangtua, teman, guru, saudara, atau tetangga yang membuat Anda merasa tidak tidak berharga; Ada perlakuan orang lain yang membuat Anda merasa ada yang salah dengan diri Anda.
Perlakuan yang bagaimana yang membuat Anda merasa ada yang salah dengan diri Anda? Contoh:
Waktu kecil, orangtua ingin agar Anda mendapat juara satu. Tetapi, Anda tidak pernah bisa memenuhi keinginan itu. Akibatnya, orangtua kecewa terhadap Anda, dan selalu membandingkan prestasi Anda dengan prestasi kakak Anda. Ceritanya, kakak Anda selaaaaalu mendapat juara satu. Orangtua selalu berkata, “Kecerdasan kakak kamu itu menurun dari Mama sama Papa. Nah, kalau kamu, nurun siapa, ya, kok ga cerdas?”
Hal itu bisa membuat Anda merasa bersalah; membuat Anda merasa ada yang salah dengan diri Anda. HAL ITU MEMBUAT ANDA MERASA ANDA ADALAH SEBUAH AIB, SEBUAH KESALAHAN.
Lebih jauh, perasaan itu merasuk ke alam bawah sadar Anda, menetap di sana hingga Anda dewasa. Akhirnya, saat Anda sudah dewasa, perasaan itu membuat Anda sensitif dan mudah malu.
Anda mudah diliputi rasa malu lantaran takut orang lain mengetahui ‘kesalahan’ Anda. Anda mudah diliputi rasa malu lantaran takut orang lain mengetahui bahwa Anda adalah sebuah ‘aib’.
Rasa malu itu merupakan bentuk pertahanan diri. Penjelasannya: Saat Anda malu, Anda menarik diri dari pergaulan. Atau, Anda menjaga jarak dengan orang lain. Nah, tindakan menarik diri itu merupakan bentuk pertahanan diri, supaya orang lain tidak memblejeti ‘aib’ dan ‘kesalahan’ Anda.
Sekarang, pertanyaannya, mengapa ‘tidak menjadi juara satu’ membuat Anda merasa bersalah? Bukankah itu hal yang lumrah dan tidak salah?
Sejatinya, TIDAK ADA YANG SALAH dengan tidak menjadi juara satu. Tetapi, ‘TIDAK MENJADI JUARA SATU’ menjadi MASALAH bagi keluarga yang mengidamkan prestasi akademis. Itulah yang membuat Anda merasa bersalah, merasa menjadi aib ketika Anda tidak menjadi juara satu.
Menurut Margareth Paul Ph.D., rasa bersalah muncul lantaran Anda merasa BERTANGGUNG JAWAB atas perasaan orang lain.
Dalam contoh di atas, rasa bersalah itu muncul lantaran Anda merasa bertanggung jawab atas kekecewaan orangtua Anda.
Bagaimana dengan rasa malu pada penampilan?
Anda merasa malu dengan penampilan Anda karena Anda merasa ada yang salah dengan penampilan Anda.
Tetapi, mengapa Anda merasa ada yang salah dengan penampilan Anda? Karena, Anda pernah mengalami kejadian di mana lingkungan menilai buruk penampilan Anda. Lingkungan berharap Anda memiliki penampilan lainnya.
Rasa malu muncul lantaran Anda takut orang lain (sekali lagi) menilai buruk penampilan Anda. Anda takut orang lain terganggu dengan penampilan Anda, dan Anda merasa bertanggung jawab terhadap perasaan terganggu tersebut.
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kronologi munculnya rasa malu adalah
1. Lingkungan menetapkan ekspektasi/harapan tertentu kepada Anda.
2. Anda harus memenuhi harapan itu. Jika tidak, lingkungan menilai Anda tidak berharga.
3. Suatu saat, Anda memang tidak bisa memenuhi harapan itu, dan lingkungan kecewa terhadap Anda.
4. Hal itu membuat Anda merasa bersalah; Hal itu membuat Anda merasa sebagai aib.
5. Perasaan itu melekat di alam bawah sadar Anda.
6. Akibatnya, Anda mudah sensitif dan mudah dilingkupi rasa malu.
7. Rasa malu itu merupakan bentuk pertahanan diri; Dengan malu, Anda menarik diri dari pergaulan atau menjaga jarak dengan orang lain. Tujuannya, supaya ‘aib’ dan ‘kesalahan’ Anda tidak diketahui orang lain.
8. Anda malu dan menarik diri karena Anda takut kalau-kalau orang lain mengetahui ‘aib’ dan ‘kesalahan’ Anda.
9. Anda malu karena Anda merasa bertanggung jawab apabila mereka kecewa terhadap Anda begitu mengetahui ‘aib’ dan ‘kesalahan’ Anda.
10. Tetu saja, rasa bersalah itu tidak masuk akal. Mengapa? Karena, sejatinya, Anda tidak bersalah. Anda merasa bersalah karena dulu, lingkungan menganggapnya salah.
Rasa Malu dan Rasa Bersalah/Guilt
Dari penjelasan di atas, Anda paham bahwa rasa malu muncul ketika Anda merasa ada yang salah dengan diri Anda, meskipun sebenarnya Anda tidak bersalah sama sekali.
Nah, seringkali, kita mencampuradukkan rasa malu dengan rasa bersalah/guilt.
Sebanarnya, rasa malu berbeda dari rasa bersalah/guilt.
Saat Anda merasa malu, Anda menyesali diri Anda yang tidak sesuai dengan ekspektasi/harapan orang lain. Contoh, orang lain ingin Anda menjadi sosok yang sempura dalam bekerja. Karena ekspektasi itu, ketika gagal, Anda pun merasa malu. Perasaan malu itu berasal dari rasa bersalah Anda. Sebenarnya, menurut standar moral, Anda tidaklah bersalah hanya karena mengalami kegagalan. Tetapi, demi memenuhi ekspektasi orang lain, Anda pun merasa bersalah.
Contoh lain, penampilan fisik yang ‘buruk’ menurut lingkungan Anda membuat Anda malu. Sebenarnya, menurut standar moralitas, penampilan Anda itu tidaklah salah sama sekali. Tetapi, karena demi memenuhi ekspektasi lingkungan, Anda pun merasa bersalah/malu dengan penampilan Anda, yang tidak sesuai dengan standar mereka.
Berbeda dari rasa malu, saat Anda merasa bersalah, Anda menyesali perbuatan Anda yang salah menurut standar moralitas Anda.
Jadi, rasa malu tidak terkait dengan nilai moral. Sementara itu, rasa bersalah/feel gulity terkait dengan moralitas.
Untuk lebih jelasnya, coba tentukan apakah hal ini merupakan rasa malu atau rasa bersalah.
Si A merupakan korban pelecehan seksual. Karena itu, ia merasa bersalah. Ia merasa menjadi aib. Dan, karena itu, ia menarik diri dari pergaulan.
Nah, dalam contoh di atas, apa yang dirasakan si A? Apakah ia malu atau merasa bersalah/feel guilty?
Karena dia menjadi korban pelecehan, maka dia tidak bersalah. Ia tidak melanggar nilai moral. Jadi, apa yang ia rasakan adalah malu.
Sekarang, coba simak contoh berikutnya dan tentukan apakah ini merupakan rasa malu atau rasa bersalah/feel guilty.
Si B menghina kakek berpakaian compang-camping yang duduk di meja dosen. Ia mengira kakek itu gelandangan. Tetapi, ternyata, kakek itu adalah dosen barunya. Ketika ia tahu si kakek adalah dosennya, ia pun menundukkan kepala karena merasa bersalah.
Dalam contoh di atas, apa yang dirasakan si B? Apakah ia malu atau merasa bersalah/feel guilty?
Karena dia melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan standar moral yang dianutnya, ia pun merasa bersalah/feel guilty.
Naaaaah, Anda harus bisa membedakan antara rasa malu dan rasa bersalah. Rasa malu harus dilenyapkan. Mengapa? Karena, ia datang dari ketidakrasionalan. Anda malu lantaran Anda merasa ada yang salah dengan diri Anda, meskipun sebenarnya Anda tidak bersalah sama sekali. Rasa bersalah itu tidak rasional.
Sebaliknya, ketika Anda melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan standar moral yang Anda ikuti, maka Anda perlu merasa bersalah. Mengapa? Karena, kesalahan itu nyata. Anda memang berbuat salah dan karenanya perlu merasa bersalah/menyesal supaya tidak melakukan kesalahan itu lagi. Selain itu, Anda perlu merasa bersalah supaya Anda sadar bahwa Anda harus mempertanggungjawabkan perbuatan Anda.
Sekarang, setelah mengetahui asal usul rasa malu, bagaimana cara menghilangkan rasa malu yang menyerang diri Anda?
Cara Menghilangkan Rasa Malu
Sebagaimana dijelaskan di atas, rasa malu berasal dari rasa bersalah yang tidak rasional. Anda merasa malu lantaran Anda merasa ada yang salah dengan diri Anda, meskipun sebenarnya Anda tidak bersalah sama sekali.
Nah, karena rasa bersalah itu tidak rasional, maka yang perlu Anda lakukan hanyalah TIDAK MEMPERCAYAI perasaan itu.
Contoh, lingkungan menuntut Anda untuk sempurna dalam bekerja. Mereka berharap Anda tidak pernah gagal dalam pekerjaan.
Suatu saat, Anda mengalami kegagalan dan hal itu membuat mereka kecewa.
Karena kekecewaan itu, Anda pun lantas merasa bersalah dan malu.
Sebenarnya, Anda tidak perlu merasa malu dan bersalah. Mengapa? Karena, Anda tidak bersalah sama sekali. Menurut standar moralitas, mengalami kegagalan bukanlah kesalahan. Anda boleh gagal. Mengalami kegagalan tidak membuat Anda menjadi seorang kriminal.
Oleh karena itu, cara menghilangkan rasa malu tersebut yaitu dengan tidak mempercayai rasa bersalah Anda. Yakinkan diri Anda bahwa Anda tidak bersalah. Yakinkan diri Anda bahwa Anda berhak untuk sesekali mengalami kegagalan. Yakinkan diri Anda bahwa Anda tidak perlu bertanggung jawab atas rasa kecewa orang lain terhadap kegagalan Anda.
[…] tersebut dengan cepat. Mendapati diri Anda bersusah-payah menguasai keterampilan itu membuat Anda malu dan akhirnya malah menyerah di tengah perjuangan […]