Kunci Sukses Menghadapi Penolakan Sosial

Benner-4.pnj

 

Apa masalah yang saat ini sedang Anda hadapi? Keluarga dan lingkungan menolak Anda? Jati diri Anda tidak dapat diterima oleh lingkungan sosial? Dan, hingga saat ini Anda menyembunyikan siapa diri Anda sebenarnya dari keluarga dan lingkungan karena takut akan penolakan. Anda takut, kalau-kalau, mereka menjauhi dan menyalahkan diri Anda apabila mereka mengetahui jati diri Anda yang sebenarnya.

Dalam ranah psikologi, masalah seperti itu dinamakan penolakan sosial. Penolakan sosial terjadi manakala jati diri seseorang tidak dapat diterima oleh lingkungan lantaran perbedaan keyakinan, pandangan hidup, tujuan, orientasi seksual, etnisitas, ras, dan sebagainya.

Well, menyakitkan memang saat jati diri kita tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh keluarga dan lingkungan kita. Menyakitkan saat menyadari bahwa siapa diri kita ternyata buruk di mata orang lain. Dan, yang lebih menyakitkan lagi yaitu saat kita memaksa diri menjadi apa yang bukan diri kita demi diterima oleh lingkungan.

Dalam banyak kasus, penolakan sosial bahkan membuat orang yang mengalaminya menderita depresi. Hal ini tentu saja tidak mengejutkan. Alasannya, penolakan sosial membuat orang yang mengalaminya berpikir bahwa dirinya memang buruk dan harus berubah agar dapat diterima oleh lingkungan. Padahal, berubah menjadi apa yang bukan diri kita bukanlah perkara yang mudah. Bagi orang yang mengalami penolakan sosial, masalahnya bukan hanya lingkungan yang menolak, tetapi juga konflik batin dengan dirinya sendiri.

Lantas, bagaimana cara menghadapi situasi yang tidak mengenakkan itu? Bagaimana jika jati diri Anda tidak dapat diterima oleh lingkungan dan keluarga? Haruskah Anda berubah agar bisa diterima oleh lingkungan?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas bukanlah hal yang mudah. Seringkali, orang yang mengalami penolakan sosial berjuang dan bergulat dengan dirinya sendiri sepanjang hidup. Penolakan membuatnya terus menerus berpikir dan memandang rendah dirinya sendiri. Di saat yang sama, ia tidak mampu terus-menerus berpura-pura menjadi orang lain.

Nah, dalam artikel ini, penulis ingin berbagi sedikit pandangan tentang cara menghadapi penolakan sosial. Semoga tulisan ini dapat membantu Anda, yang sedang dilanda masalah pelik itu.

Untuk itu, simak terus artikel ini hingga selesai.

Sekarang, mari kita mulai dengan penyebab penolakan sosial.

Mengapa Penolakan Sosial Terjadi?

Di depan, penulis sudah menjelaskan bahwa penolakan sosial terjadi manakala jati diri seseorang tidak dapat diterima oleh lingkungan sosial. Pertanyaannya, mengapa jati dirinya tidak dapat diterima? Jawabannya, karena ia (yang mengalami penolakan sosial) berbeda dari yang lain.

Perbedaan itu dapat berupa perbedaan pandangan dan tujuan hidup, perbedaan keyakinan, strata sosial, perbedaan orientasi seksual, dan lain sebagainya.

Penolakan sosial terjadi jika lingkungan tidak mampu menerima perbedaan itu dengan keterbukaan. Lingkungan menganggap ada yang salah dengan ia yang berbeda dari yang lain.

Selain itu, penolakan sosial juga berarti KETAKUTAN seseorang akan stigma, pengucilan, dan bullying yang dilakukan oleh lingkungan terhadapnya jikalau lingkungan tahu siapa dia sebenarnya. Dan, karena ketakutan itu, ia pun menarik diri dari lingkungan, mengalami tekanan, stres, depresi, atau pun rendah diri.

Dalam pengertian ini, belum pasti apakah lingkungan akan menolak keberadaannya ataukah tidak saat mereka mengetahui jati dirinya yang sebenarnya. Yang terjadi, ia, yang identitas dan jati dirinya berbeda dari yang lain, menganggap bahwa sudah pasti lingkungan akan menolaknya jika mereka mengetahui siapa dia sebenarnya.

Siapa yang Salah?

Jika lingkungan menganggap ada yang salah dengan ia yang berbeda dari yang lain, lantas benarkah anggapan itu? Jawabannya, bisa jadi iya, benar; bisa jadi pula, tidak benar. Seringkali, dasar yang menyebabkan lingkungan enggan menerima perbedaan adalah pandangan hidup, tujuan, dan keyakinan.

Lingkungan berpandangan hidup A, sementara Anda, sebagai salah satu anggota lingkungan itu, berpandangan hidup B, misalnya. Padahal, menurut pandangan A (yang dianut oleh lingkungan), mereka yang berpandangan lain selain pandangan A adalah salah.

Contoh lainnya, lingkungan (keluarga, misalnya) menginginkan agar Anda menjadi A, sedangkan Anda sendiri ingin menjadi B. Padahal, menurut lingkungan, menjadi B merupakan penyimpangan yang wajib dihindari.

Saat dasar yang digunakan untuk menolak orang lain adalah pandangan hidup atau keyakinan, maka tentu penolakan itu pada dasarnya tidak dapat dibenarkan. Ini dikarenakan, keyakinan dan pandangan hidup yang dianut oleh lingkungan didasarkan pada masing-masing perspektif. Perspektif yang dianut oleh lingkungan Anda belum tentu sama dengan perspektif Anda. Padahal, benar atau salahnya sesuatu tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya.

Boleh jadi, dari sudut pandang yang dianut lingkungan Anda, menjadi A adalah salah. Padahal, menurut sudut pandang Anda, menjadi A mencerminkan jati diri Anda, mencerminkan siapa diri Anda yang sebenarnya.

Nah, menghadapi penolakan sosial lantaran pandangan hidup yang seperti itu, Anda tidak perlu berubah menjadi seperti mereka. Bukan salah Anda jika Anda memiliki pandangan hidup dan keyakinan yang berbeda dari apa yang diyakini oleh lingkungan.

Pertanyaannya, bagaimana jika pandangan hidup dan keyakinan yang dianut oleh lingkungan didasarkan pada nalar yang objektif? Hmmm, setiap lingkungan senantiasa mengkalim bahwa keyakinan dan pandangan hidup yang mereka anut sesuai dengan nalar yang objektif. Tetapi, sekali pun pandangan hidup itu didasarkan pada nalar yang objektif, tetap saja penolakan mereka terhadap Anda tidak dapat dibenarkan. Ini terutama sekali jika jati diri Anda, yang dianggap menyimpang oleh lingkungan, tidak merugikan orang lain.

Beda halnya jika “penyimpangan” itu merugikan orang lain. Maka Anda perlu merenung kembali mengenai siapa diri Anda yang sebenarnya.

Solusinya?

Lingkungan yang mendukung

Cara yang paling efektif untuk menghadapi penolakan sosial, tentu saja, mencari dukungan, bergaul dengan lingkungan yang dapat menerima Anda apa adanya.

Di mana Anda dapat menemukan lingkungan yang mendukung dan menerima Anda apa adanya? Jawabannya, di lingkungan yang menganut pandangan hidup dan keyakinan seperti yang Anda yakini.

Tidak perlu berkecil hati jika Anda tidak diterima di lingkungan tempat Anda tinggal. Masih banyak lingkungan yang dapat menerima Anda apa adanya. Di luar sana, masih banyak orang yang tidak mempermasalahkan asal usul dan identitas orang lain. Anda dapat berteman dengan orang-orang seperti itu.

Tetapi, Anda perlu mencatat, selama lingkungan itu membawa dampak positif bagi Anda, maka selama itu Anda bisa bergaul dengan mereka. Jikalau pada kenyataannya lingkungan itu hanya membawa dampak negatif, maka Anda perlu mencari lingkungan lain yang serupa. Maksudnya, Anda dapat mencari lingkungan lain yang tidak mempermasalahkan identitas dan jati diri Anda.

Menjadi diri sendiri

Penulis yakin, siapa pun orangnya yang pernah mengalami penolakan sosial senantiasa mencari-cari pembenaran dan kebenaran atas pilihan hidupnya. Nah, karena hal inilah, seringkali mereka (orang yang mengalami penolakan sosial) mengalami tekanan karena setiap hari disibukkan dengan pergulatan dengan batin mereka sendiri.

Saat mencari kebenaran, lingkungan menilai mereka hanya mencari pembenaran. Hal ini membuat mereka (yang mengalami penolakan sosial) menyalahkan diri mereka sendiri, menganggap bahwa hati mereka dipenuhi oleh ego sehingga tidak dapat melihat kebenaran.

Lebih parah lagi, mereka tidak bisa membedakan antara mencari pembenaran dan mencari kebenaran. Hal ini membuat mereka semakin tertekan karena merasa serba salah.

Lantas, bagaimana cara menghadapi keadaan seperti ini? Di atas, penulis sudah menjelaskan bahwa dasar yang digunakan untuk menolak orang lain adalah keyakinan dan pandangan hidup. Padahal, keyakinan dan pandangan hidup tidak memuat kebenaran atau pun kesalahan. Benar atau salahnya suatu keyakinan didasarkan pada perspektif masing-masing. Tidak ada yang berhak untuk memaksakan perspektifnya sebagai perspektif yang wajib diikuti oleh siapa pun. Inilah kenyataannya.

Nah, dengan menyadari kenyataan di atas, maka, Anda, yang sedang menghadapi penolakan sosial tidak perlu mencari pembenaran atau pun kebenaran. Sejatinya, dengan memeluk keyakinan dan pandangan hidup Anda, Anda sudah menemukan kebenaran, yaitu kebenaran yang sesuai dengan sudut pandang Anda sendiri.

Jadi, tidak perlu mencarinya ke mana-mana. Jadilah diri Anda sendiri dengan keyakinan dan kebenaran hidup Anda.

Dengan menerima kebenaran diri Anda sendiri, paling tidak Anda berdamai dengan diri Anda sendiri. Dan, berdamai dengan diri sendiri merupakan salah satu cara yang efektif untuk menghilangkan tekanan dan depresi yang Anda derita.

Tanya dan jelaskan

Seperti yang sudah penulis jelaskan sebelumnya, penolakan sosial bisa berarti ketakutan seseorang akan stigma, pengucilan, dan bullying yang dilakukan oleh lingkungan terhadapnya jikalau mereka tahu siapa ia sebenarnya. Ini artinya, lingkungan belumlah mengetahui jati dirinya yang sebenarnya. Jadi, penolakan sosial dalam kasus seperti ini terjadi lantaran orang yang berbeda (dari lingkungan) mempersepsikan dan menebak-nebak bahwa lingkungan akan menolaknya manakala mereka tahu jati dirinya yang sebenarnya.

Padahal, belum tentu lingkungan menolaknya saat mereka tahu siapa sebenarnya dirinya.

Tetapi, bagaimana pun juga, ketakutan ini wajar karena merupakan bentuk pertahanan diri. Yang tidak wajar adalah jikalau rasa takut itu membuatnya menarik diri dari kehidupan sosial, menjadikannya orang yang rendah diri dan inferior, serta selalu memandang diri sendiri rendah.

Nah, untuk mengatasi rasa takut itu, biasanya, orang yang berbeda dari yang lain memiliki cara yang cukup unik tapi ampuh. Cara apakah itu? Caranya yaitu “memancing”. Hehehe. Yup! Ia memancing orang-orang di lingkungannya dengan bertanya kepada mereka bagaimana seandainya jika seseorang di lingkungannya memiliki keyakinan, pandangan, atau jalan hidup yang berbeda dengan keyakinan dan jalan hidup yang mereka jalani.

Dari jawaban yang diberikan oleh orang-orang di lingkungan itu, ia tahu apakah lingkungan akan menolaknya ataukah tidak.

Jika lingkungan menjawab bahwa bagi mereka, perbedaan bukanlah masalah, maka jawaban itu akan melenyapkan rasa takut akan penolakan sosial yang dialaminya. Tetapi, masalah muncul ketika orang-orang di lingkungannya menjawab bahwa perbedaan merupakan masalah yang besar bagi mereka. Jawaban ini tentu saja akan membuat rasa takut akan penolakan sosial semakin menjadi-jadi.

Nah, jika seperti itu kejadiannya, maka tanyakan kepada mereka alasan mereka tidak bisa menerima perbedaan itu. Ajak mereka berdiskusi mengenai perbedaan.

Dari situ, Anda bisa menjelaskan keyakinan dan pandangan hidup Anda kepada mereka. Siapa tahu, setelah Anda menjelaskannya, pikiran mereka pun terbuka terhadap perbedaan.

Yang perlu dicatat, saat Anda bertanya dan berdiskusi dengan mereka, Anda tidak perlu mengakui bahwa diri Anda berbeda dari mereka. Terutama, jika Anda belum siap dengan reaksi mereka. Anda cukup berpura-pura bahwa Anda penasaran dan ingin tahu pandangan orang-orang di lingkungan Anda mengenai perbedaan.

Agar tidak terlalu mencolok dan agar mereka tidak curiga, mulailah percakapan dengan mengangkat isu-isu diskriminasi yang sekarang marak bermunculan. Setelah diksusi mengalir, baru Anda singgung mengenai perbedaan antara diri Anda dengan mereka. Sekali lagi, ingat! Anda tidak perlu mengakui jati diri Anda yang sebenarnya dan buatlah percakapan sedemikian sehingga tidak memojokkan diri Anda.

Dekati

Menerima perbedaan tidak harus berarti menerima pandangan dan keyakinan orang lain sebagai keyakinan yang benar dan perlu diikuti. Masing-masing orang memiliki starndar kebenarannya sendiri-sendiri, begitu juga dengan Anda. Jadi, tidak perlu Anda mengharapkan lingkungan mengakui, menerima, dan mengikuti keyakinan Anda yang berbeda dengan keyakinan mereka.

Terkadang, keyakinan yang berbeda dapat diterima bukan lantaran muatan kebenaran yang terkandung di dalamnya, melainkan lantaran perilaku penganutnya yang baik.

Oleh karena itulah, agar dapat diterima oleh lingkungan, Anda perlu berbuat baik kepada mereka.

Tunjukkan bahwa jalan hidup yang Anda pilih memberikan manfaat kepada orang lain. Tunjukkan bahwa jalan hidup yang Anda pilih membawa dampak positif bagi diri Anda dan orang lain.

Jadilah orang yang bertanggung jawab terhadap pilihan hidup Anda sendiri. Jika mampu, jadilah pribadi yang dapat diandalkan.

Saat lingkungan mengandalkan diri Anda, maka niscaya mereka tidak akan berani menolak Anda saat mereka tahu Anda berbeda dari mereka.

Akui

Jika Anda sudah tidak mampu lagi berpura-pura menjadi apa yang bukan diri Anda, akuilah jati diri Anda di hadapan orang-orang yang Anda percayai. Jika mungkin (Anda siap dengan risikonya), akui siapa diri Anda sebenarnya di hadapan lingkungan Anda.

Tetapi, memberitahukan secara luas tentang jati diri Anda yang sebenarnya sejatinya tidak diperlukan. Biarlah hanya orang-orang yang dekat dengan Anda yang tahu jati diri Anda sebenarnya. Orang lain tidak perlu tahu. Mengapa? Karena hal itu tidaklah penting. Kemungkinan besar, lingkungan justru akan menganggap Anda hanya mencari perhatian manakala Anda membeberkan jati diri Anda yang sebenarnya kepada mereka.

Jika mereka menolak orang-orang seperti Anda, biarkan penolakan itu. Yang terpenting, orang-orang terdekat Anda bisa menerima diri Anda apa adanya. Jika lingkungan tidak mempermasalahkan orang-orang seperti Anda, biarkan pula. Bersikap seolah-olah tidak ada yang berbeda antara Anda dengan mereka seringkali menjadi sikap yang paling Aman. Anda tidak perlu menjadi pusat perhatian dan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.

Perlu Anda ingat, jangan paksakan diri Anda untuk mengadakan pengakuan. Pertimbangkan dulu matang-matang risiko yang bakal Anda hadapi ketika lingkungan atau orang-orang terdekat Anda mengetahui siapa Anda sebenarnya. Anda harus mengukur kekuatan diri Anda sebelum mengadakan pengakuan. Jika ternyata anda belum cukup kuat, maka tunda dulu pengakuan itu.

Lantas, apa sajakah faktor yang harus Anda pertimbangkan untuk mengukur kekuatan Anda? Faktor-faktor itu antara lain kemandirian finansial, kemandirian emosi, intelektual, dan dukungan.

Ukurlah kekuatan diri Anda berdasarkan faktor-faktor itu. Posisi Anda kuat manakala Anda mandiri secara finansial. Anda tidak menggantungkan hidup kepada keluarga atau orang lain. Jadi, jika keluarga memaksa Anda menjadi apa yang mereka mau, Anda dapat menolak. Mereka tidak berhak memaksakan kehendak mereka kepada Anda saat Anda tidak menggantungkan hidup kepada mereka.

Selain itu, Anda pun harus mandiri secara emosional. Artinya, Anda tidak menggantungkan kebahagiaan Anda kepada orang lain.

Saat Anda mandiri secara emosional, dikucilkan oleh orang lain tidaklah menjadi masalah pelik bagi Anda.

Anda pun juga harus memiliki kemandirian intelektual. Artinya, Anda mampu memberikan argumen dan alasan yang jelas mengapa Anda memilih jalan hidup Anda.

Kemandirian intelektual penting manakala Anda ingin mengadakan pengakuan mengingat lingkungan niscaya membombardir Anda dengan serentetan pertanyaan dan hujatan atas pilihan hidup Anda.

Nah, dengan argumen dan alasan yang jelas, setidaknya mereka bisa menghormati pilihan hidup Anda.

Terakhir, sekali pun Anda sudah mandiri secara emosional, posisi Anda akan semakin kuat ketika ada kelompok yang mendukung Anda. Dukungan sangat diperlukan ketika Anda mengalami pengucilan atau pun bullying.

Demikianlah kira-kira kunci sukses menghadapi penolakan sosial yang dapat penulis bagikan kepada Anda. Semoga cara-cara tersebut dapat Anda aplikasikan dengan sukses sehingga Anda tidak perlu lagi menghadapi mimpi buruk penolakan sosial.

Akhir kata, selamat mencoba cara-cara tersebut dan jangan lupa untuk memberikan komentar.

Benner-4.pnj

 

Rina Ulwia

Rina Ulwia mulai terjun ke dunia penulisan semenjak lulus pendidikan S1 di salah satu perguruan tinggi Islam di Jawa Tengah. Ketertarikannya dengan dunia tulis-menulis bermula ketika ia menjadi editor di salah satu penerbit buku pendidikan terkemuka di Indonesia. Semenjak itu, ia aktif menuangkan ide ke dalam tulisan. Perempuan yang hobi membaca buku ini menaruh minat pada semua bidang. Ia suka berdikusi mengenai berbagai topik. Dari filsafat hingga musik, dari ekonomi hingga sastra, semua ia diskusikan di sela-sela kesibukan kerja. Memiliki banyak pengalaman yang menguji aspek psikis dan psikologisnya membuat perempuan kelahiran 1985 ini menaruh perhatian besar pada dunia pengembangan diri. Ia bergabung dengan Aquarius Resources, event organizer yang bergerak di bidang reedukasi pengembangan diri sebagai creative writer. Baginya, berkecimpung di dunia pengembangan diri memberikan banyak manfaat. Selain dapat mengembangkan diri, ia juga dapat membantu orang lain lewat tulisan-tulisannya.

This Post Has 3 Comments

  1. Sebelum nya terima kasih atas pengetahuan yg diberikan lewat tulisan di atas.

    Saya seorang wanita usia 19 tahun, sejak dulu saya selalu memiliki satu masalah yg selalu saya hindari dan tidak pernah bisa saya atasi.
    Saya selalu takut untuk menunjukan diri saya yg sebenarnya kpd orang-orang disekitar saya, bahkan terhadap sahabat dekat saya.
    Saya tumbuh di lingkungan yg sangat sederhana secara ekonomi dan masih dengan pola pikir yg sedikit kuno. Saya selalu merasa bahwa diri saya tidak dapat menerima kenyataan tentang kondisi ekonomi dan keluarga saya. Sering kali saya mengasihani diri saya sendiri, merendahkan diri , bahkan setiap kali saya memiliki mimpi, selalu saya menyadari bahwa itu hanya sebuah “impian”.
    Setiap kali sahabat / org lain berusaha mengenal saya seutuhnya, saya selalu menghindari hal itu, karna saya takut bahwa mereka akan menjauhi saya / mengejek saya setelah tahu kondisi saya yg sebenarnya. Saya selalu berusaha menutupi latar belakang ekonomi dan keluarga saya.
    Saya selalu ingin berubah, saya ingin jujur terhadap semua org, saya ingin menjadi apa adanya. Tetapi saya selalu ketakutan saat ingin memulai nya.
    Melalui tulisan ini saya ingin berbagi cerita dgn admin, dengan harapan bisa menemukan bantuan dan solusi yg dpt membantu saya mengubah diri saya.
    terima kasih.

    1. Sebelumnya, terima kasih atas komentarnya. Mungkin, Saudara Kristiany dapat memulainya dengan pertama-tama menerima kondisi Saudara, belajar untuk menerima diri sendiri apa adanya, baik menerima semua kekurangan dan kelebihan yang Saudara miliki. Bagaimana caranya agar bisa menerima diri sendiri? Maklumi diri Saudara. Kondisi ekonomi yang sederhana bukanlah salah Saudara. Bukan pula salah orangtua Saudara. Ada banyak faktor yang menyebabkan kondisi tersebut. Mungkin, faktor-faktor itu memang di luar kendali orangtua Saudara. Dalam hidup, kita memiliki dua hal, yakni takdir dan nasib. Takdir adalah apa yang sudah terjadi dan tidak dapat diubah. Contoh, terlahir sebagai anak pasangan Bapak-Ibu A, B, atau C. Contoh lain, terlahir sebagai perempuan atau laki-laki, terlahir sebagai anak dari keluarga sederhana. kita tidak dapat mengubah kenyataan bahwa kita lahir sebagai laki-laki atau perempuan. Kita juga tidak dapat mengelak kenyataan bahwa kita lahir dari keluarga sederhana, misalnya, dari pasangan Bapak dan Ibu A. Nah, menyadari bahwa takdir ini tidak bisa diubah bisa membuat kita lebih maklum terhadap kondisi kita, membuat kita bisa lebih menerima siapa diri kita apa adanya.

      Nah, barulah, setelah Saudara bisa menerima diri Saudara apa adanya, Saudara dapat bercerita kepada teman-teman Saudara. Penerimaan diri ini dapat menjadi senjata yang menguatkan Saudara kalau-kalau teman-teman Saudara ternyata tidak dapat menerima diri Saudara apa adanya. Logikanya, bagaimana Saudara akan merasa kuat saat menghadapi penolakan sosial jika Saudara sendiri tidak bisa menerima diri sendiri apa adanya? Jadi, kunci utama untuk bisa diterima dalam lingkungan sosial adalah penerimaan diri. Dengan Saudara menerima diri Saudara apa adanya, Saudara tidak lagi malu, takut, dan minder untuk mengungkap kondisi Saudara yang sebenarnya kepada teman-teman Saudara.

      Ada hal bisa Saudara jadikan pegangan ketika mengalami penolakan sosial. Apa itu? Bahwa Saudara tidaklah bersalah dan bertanggung jawab atas perasaan orang lain. Jika ada orang yang benci dan tidak bisa menerima keadaan Saudara, itu bukan salah Saudara, melainkan salahnya sendiri. Dialah yang bertanggung jawab atas perasaan benci dan tidak suka itu, bukan Saudara.

      Mudah-mudahan, jawaban di atas dapat membantu Saudara menghadapi problem penerimaan sosial.

  2. Saya pria berusia 36 tahun. Saya ingin menceritakan masa lalu saya. Sejak kecil saya anak yg paling bandel dari 3 saudara. Pada usia 8 tahun, keluarga pindah rumah. Saat kls 4 sd (10 thn), saya tidak naik kelas. Sempat menangis 3 hari penuh. Setelah itu, semuanya terlihat jelas. Dulu saya kira hidup senang, ternyata sebaliknya. Rumah baru, ternyata ngontrak. Hutang pada toko sudah menumpuk. Untuk uang sekolah juga tidak bisa dibayar setiap bulannya. Sejak itu saya berubah jadi pendiam.
    Dengan teman rumah, saya baru aktif kalau bermain bersama. Ketika berkumpul, sementara yang lain asyik ngobrol, saya hanya mendengarkan saja. Saya baru ngobrol kalau hanya berdua atau bertiga saja. Pada kelas 3 smp (16 tahun). Saya ribut dengan 1 teman baik sekolah. Saya mengajak 1 teman baik lainnya untuk menjauhi, malah saya yang dijauhi mereka berdua. Sampai pada kelas 1 sma, saya memanggil seorang teman sekolah di kerumunan teman, tapi tidak dijawab. Sejak itu saya mulai menyendiri. Saya hanya ngobrol dengan teman sebangku saja, tetapi ketika waktu istirahat sekolah, sementara yang lain keluar meninggalkan kelas, saya berdiam diri di kursi. Dengan teman rumah saya hanya datang ke 1 tetangga sebelah.
    Pada tahun 2004 (23 tahun), karena emosi berlebih, menyebabkan sakit pada perut saya hingga sekarang. Kram pada perut, juga sesak nafas. Sejak itu, ketika bertatap muka dengan orang, karena trauma masa lalu ditambah perut yang sakit, membuat saya langsung buang muka.
    Sekarang orang di lingkungan sekitar rumah terlihat tidak suka dengan saya. Ejekan dan hinaan sering saya dengar. Juga saudara jauh dari ayah menjauhi saya. Mereka memang tidak tahu kalau saya menahan sakit di perut. Juga ada orang “berpengaruh” di tempat ibadah yang juga dokter, saya temui berkali-kali, tetapi terlihat jelas ketidaksukaannya dengan bentakan dan marah. Ketika saya mengikuti kegiatan yang dibawakannya, karena saya yang sudah menyendiri ini di tengah orang banyak, prilaku “aneh” saya yang juga menahan sakit ditanggapinya dengan meminta saya tidak ikut lagi. Walaupun dia sudah meminta maaf melalui acara di radio yang biasa saya dengar dan website karena pengusiran ini, masih terlihat jelas ketidaksukaannya. Saya memilih untuk tidak datang lagi ke tempat ibadah itu karena dalam kondisi saya saat ini, pasti akan ditanggapinya secara negatif.
    Saat ini saya tidak bekerja. Saya hanya menghabiskan waktu di atas ranjang menahan tangis dan rasa sakit juga sesak nafas yang sudah 13 tahun ini. Saya takut berkomunikasi dengan orang, juga sering buang muka. Bagaimana solusinya ? Terima kasih.

Leave a Reply

Close Menu