Membangun kepercayaan bukanlah hal yang mudah. Sekali pun Anda sudah berusaha jujur dan menepati janji, terkadang ada sikap-sikap tertentu yang tanpa Anda sadari membuat Anda menjadi pembohong.

Jika tidak cermat, Anda akan terus terjerumus pada sikap-sikap itu. Akibatnya, Anda kehilangan kepercayaan dari orang lain tanpa Anda ketahui penyebabnya.

Untuk itu, untuk membangun kepercayaan, Anda perlu memperhatikan sikap Anda. Tanyakan pada diri Anda sendiri, adakah sikap Anda yang berpotensi membuat Anda menjadi pembohong. Adakah sikap Anda yang membuat orang lain hilang kepercayaan terhadap Anda?

Nah, dalam artikel ini, penulis akan mengajak Anda untuk mengurai 4 sikap yang tanpa sadar dapat membuat orang lain tidak mempercayai Anda.

Apa saja empat sikap itu? Yuk, mari kita simak uraiannya berikut ini.

1. Suka menggampangkan

Orang yang suka menggampangkan senantiasa menganggap remeh semua hal. Sebagai contoh, si A memiliki sikap suka menggampangkan. Saat ini, ia sedang menyicil rumah di salah satu pemukiman baru di kotanya. Ketika sang istri mengingatkannya untuk segera membayar cicilan, ia berkata, “Nanti. Gampang. Mama tidak usah khawatir. Pokoknya beres!”

Nah, sampai hari H jatuh tempo, ternyata si A belum membayarkan cicilan. Dia bahkan lupa jika hari itu hutangnya jatuh tempo.

Akibatnya, ia pun terkena denda. Dan, yang lebih parah, sang istri kehilangan kepercayaan terhadapnya.

Hiiiih, serem, ya!

Anda tidak mau, kan, hal itu terjadi pada diri Anda? Maka dari itu, untuk Anda perlu membuang sikap di atas.

Oya, ada hal yang perlu Anda ketahui tentang sikap suka menggampangkan.

Apa itu?

Orang yang suka menggampangkan biasanya suka mengumbar janji. Tetapi, ketika ditanya bagaimana cara ia merealisasikan janji itu, ia tidak bisa menjawab. Ia hanya bisa berkata, “Nanti, gampang,” atau, “Beres, dah. Pokoknya tidak usah khawatir.”

Adapun mengapa ia mengumbar janji bukan disebabkan karena ia memang pembohong. Sebenarnya, ia tidak berniat mengumbar janji. Hanya saja, ia ingin terlihat baik dan suka membantu di mata orang lain.

Nah, ketika ada orang yang meminta bantuannya, ia langsung menyanggupi untuk membantu, tanpa terlebih dulu mempertimbangkan apakah ia sanggup memberi bantuan atau tidak. Itulah mengapa, ia tidak bisa menjelaskan bagaimana cara ia merealisasikan janjinya. Ia menganggap remeh hambatan yang mungkin merintanginya memenuhi janji itu. Apa yang ia pedulikan hanyalah orang lain menaruh harapan kepadanya. Harapan itu membuatnya merasa dibutuhkan. Dan, hal itu membuatnya merasa senang.

Lantas, apa akibatnya?

Akibatnya, ketika ditagih janjinya, ia tidak dapat menepatinya. Ia bahkan lupa karena terlalu banyak janji yang ia umbar.

Bagaimana cara menghindari sikap itu?

Ketika orang lain meminta bantuan Anda, pertimbangkanlah lebih dulu apakah Anda sanggup membantunya atau tidak. Tidak perlu merasa sungkan untuk menolak permintaannya jika memang Anda tidak sanggup.

Oya, hindari menyanggupi permintaan orang lain dengan alasan Anda dapat meminta bantuan teman untuk memenuhinya.

Contoh, istri meminta Anda membetulkan keran yang mampet. Tetapi, Anda menjawab enteng, “Gampang. Nanti tinggal suruh teman Papa ke sini. Biar dia yang benerin kerannya.”

Mengapa Anda harus menghindari sikap seperti di atas? Karena, Anda tidak tahu pasti apakah teman Anda bersedia melakukan apa yang Anda janjikan kepada orang lain. Lebih jauh, sikap seperti itu merupakan sikap yang tidak bertanggung jawab. Anda yang menjanjikan, tetapi orang lain yang harus memenuhi janji itu.

2. Menjilat

Menjilat adalah memuji-muji orang lain dengan niat memperoleh balasan yang menguntungkan.

Sebagai contoh, di kantor, ada anak buah yang gemar sekali memuji Anda. Di hadapan Anda, ia selaaaalu mengatakan bahwa Anda adalah orang yang cerdas, baik, tegas, dan bla bla bla. Apabila Anda melakukan kesalahan, ia tidak pernah menegur Anda. Sebaliknya, ia membela Anda dan menyalahkan pihak lain.

Nah, apakah Anda pernah bersikap seperti itu kepada orang lain?

Jika ya, hati-hati! Secara tidak sadar, Anda mengadopsi sikap penjilat. Bagi seorang penjilat, memuji orang lain (biasanya orang yang memiliki peran penting yang dapat memengaruhi posisi si penjilat) sangat penting. Dengan memuji orang lain, ia berharap orang yang dipujinya bersedia memberikan apa pun untuknya.

membangun kepercayaan

Jadi, pujian seorang penjilat bukanlah pujian yang tulus, melainkan pujian yang penuh pamrih, pujian yang penuh kepura-puraan.

Itulah mengapa, untuk membangun kepercayaan, Anda perlu menghindari sikap menjilat. Karena, sikap menjilat merupakan sikap yang tidak jujur dan penuh kepalsuan. Orang yang tahu bahwa pujian yang Anda berikan untuknya hanyalah bentuk penjilatan niscaya anti terhadap Anda. Ia niscaya menilai Anda sebagai orang yang penuh kepalsuan dan tidak bisa dipercaya.

Lantas, bagaimana cara menghindari sikap menjilat?

Bersikap baiklah kepada orang lain sewajarnya. Apabila ada yang perlu dipuji, pujilah. Tetapi, apabila ada yang perlu ditegur, tegurlah. Tidak perlu sungkan dan takut posisi Anda terancam karena menegurnya.

Dengan menegur kesalahannya, ia tahu Anda memiliki niat baik dan tulus kepadanya.

3. Impulsif

Impulsif berarti bertindak tanpa pertimbangan, melainkan hanya berdasarkan emosi sesaat.

Contoh, teman Anda menceritakan niatnya untuk membangun sebuah usaha. Sebagai teman yang baik, Anda mendukung niat tersebut. Anda sangat senang teman Anda memiliki insiatif membuka usaha. Sangking senangnya, Anda menawarkan kerja sama dengannya, tanpa terlebih dulu mempertimbangkan apakah Anda benar-benar menginginkan kerja sama itu atau tidak.

Setelah kerja sama dimulai, Anda baru sadar ternyata Anda tidak menginginkannya. Anda lebih suka mengurus bisnis Anda sendirian, tanpa menjalin kerja sama dengan orang lain. Karena itu, Anda pun membatalkan kerja sama tersebut.

Bagi teman Anda, pembatalan tersebut tentu saja mengejutkan dan terkesan mendadak. Ia niscaya bertanya-tanya, apa yang menyebabkan Anda membatalkannya. Padahal, menurutnya, awalnya Anda sangat antusias terhadap usahanya dan karena itu tertarik bekerja sama dengannya.

Nah, seperti itulah kiranya sikap impulsif.

Apabila Anda terus-menerus bersikap impulsif, di mana awalnya Anda antusias tetapi selanjutnya Anda pesimis, maka orang lain pun lama-lama alergi dengan sikap Anda. Anda niscaya dinilai sebagai orang yang tidak bisa dipegang ucapannya.

Bagaimana cara membuang sikap itu?

Sikapilah sesuatu sewajarnya. Tidak perlu terlalu antusias dan emosional. Buatlah pertimbangan sebelum membuat keputusan.

4. Tak punya komitmen

Ada pelajaran berharga dari ucapan Pendeta Desmond Tutu mengenai penindasan:

“If you are neutral in situations of injustice, you have chosen the side of the oppressor.”

Jika Anda bersikap netral dalam situasi ketidakadilan, sejatinya Anda telah memilih berdiri di sisi sang penindas.

Seringkali, kita mendengar ajakan untuk bersikap netral, pasif, dan memaafkan tindakan penindasan satu orang/kelompok terhadap kelompok lain. Ajakan tersebut terdengar sangat bijaksana.

Tetapi, jika kita renungkan, sikap netral dan pasif itu tidaklah berarti alias kosong.

Mengapa demikian?

Bersikap netral terhadap penindas dan yang tertindas sama artinya MEMBERIKAN KESEMPATAN bagi sang penindas untuk melancarkan aksi penindasannya.

Lantas, apa hubungan hal di atas dengan kepercayaan?

Sikap netral dalam situasi ketidakadilan lahir dari sikap tak berprinsip dan tak berkomitmen. Orang yang bersikap netral dalam kondisi seperti itu berharap dengan kenetralannya, ia tidak perlu bertanggung jawab baik kepada sang penindas maupun kepada pihak yang ditindas. Kepada sang penindas, dia bisa berkata, “Saya tidak membela mereka (pihak yang Anda tindas). Jadi, jangan hardik saya.” Demikian pula, kepada pihak yang ditindas, dia pun bisa berkata, “Saya tidak memihak mereka (pihak yang menindas Anda). Jadi, jangan salahkan saya.” Ia tidak berkomitmen terhadap apa pun, tidak untuk melawan penindasan, tidak pula untuk membela penindasan. Hasilnya, ia tidak perlu bertanggung jawab atas apa pun. Sikap seperti ini sama saja dengan sikap cari aman.

Nah, apakah orang yang memiliki sikap seperti itu bisa dipercaya?

Bagaimana Anda bisa mempercayainya jika ia hanya cari aman? Ia bisa saja mengkhianati Anda manakala berdiri di sisi Anda membuat posisinya tidak aman.

Tentunya, sikap tak berkomitmen bukan hanya terbatas pada netralitas dalam kondisi ketidakadilan. Dihadapkan pada banyak pilihan, orang yang tak berkomitmen akan memilih semuanya, tetapi tanpa adanya komitmen. Dengan begitu, ia bisa sesuka hati pindah ke pilihan lainnya manakala ia merasa apa yang ia pilih saat ini membahayakan posisinya. Selain itu, dengan tidak berkomitmen, ia tidak perlu bertanggung jawab atas pilihannya. Ia bisa mengelak dari tanggung jawab.

Nah, sikap yang seperti itu, tentu saja melahirkan ketidakpercayaan. Bagaimana orang percaya ucapannya jika ia sendiri tidak berkomitmen pada ucapannya?

Lantas, bagaimana dengan Anda? Apakah Anda tipe orang yang lebih suka tidak berkomitmen?

Jika ya, mulai sekarang, buang jauh-jauh sikap itu. Sikap tak berkomitmen sejatinya hanya menunjukkan orang yang bersangkutan tidak berani bertanggung jawab atas apa yang dipilihnya. Tanpa sadar, sikap ini membuat Anda menjadi seorang pembohong dan oportunis. Awalnya, Anda berucap A, tetapi ketika orang lain memprotes ucapan Anda, Anda mengelak dan mengatakan bahwa Anda tidak pernah berkata A.

Tentu, hal itu membuat orang lain hilang kepercayaan terhadap Anda.

Bagaimana cara membuang sikap di atas? Caranya, berkomitmen, dong… Heheheheh. Sebelum berkomitmen, pertimbangkan masak-masak apa saja sisi positif dan negatif sebuah pilihan bagi Anda. Renungkan, haruskah Anda memilih berkomitmen terhadapnya atau terhadap pilihan yang lain. Resapi pilihan Anda dengan segenap jiwa. Jadikan ia sebagai jalan hidup.

 

Demikianlah 4 sikap yang harus Anda hindari untuk membangun kepercayaan. Semoga artikel di atas bermanfaat bagi Anda.

 

 

 

Rina Ulwia
 

Rina Ulwia mulai terjun ke dunia penulisan semenjak lulus pendidikan S1 di salah satu perguruan tinggi Islam di Jawa Tengah. Ketertarikannya dengan dunia tulis-menulis bermula ketika ia menjadi editor di salah satu penerbit buku pendidikan terkemuka di Indonesia. Semenjak itu, ia aktif menuangkan ide ke dalam tulisan. Perempuan yang hobi membaca buku ini menaruh minat pada semua bidang. Ia suka berdikusi mengenai berbagai topik. Dari filsafat hingga musik, dari ekonomi hingga sastra, semua ia diskusikan di sela-sela kesibukan kerja. Memiliki banyak pengalaman yang menguji aspek psikis dan psikologisnya membuat perempuan kelahiran 1985 ini menaruh perhatian besar pada dunia pengembangan diri. Ia bergabung dengan Aquarius Resources, event organizer yang bergerak di bidang reedukasi pengembangan diri sebagai creative writer. Baginya, berkecimpung di dunia pengembangan diri memberikan banyak manfaat. Selain dapat mengembangkan diri, ia juga dapat membantu orang lain lewat tulisan-tulisannya.

>