Benner-1.png

 

free your mindSi A dari sebulan yang lalu sakit ga sembuh-sembuh,” ujar si C.
Walah, pasti ada yang bikin, tuh,” si B menjawab.
Maksudnya? Diguna-guna, gitu?” tanya si C, sedikit tidak percaya.
Ya, gitu, dech.”
Busheeeet! Mistik amat!

Hehe, pernah menjumpai percakapan seperti itu? Ketemu orang yang pikirannya mistis banget hingga semua hal dikaitkan dengan makhluk gaib. Hmm, bukannya apa-apa, ya. Yang seperti itu mencerminkan, tuh orang malas berpikir. Yup, sangking malasnya berpikir, belum meneliti kasus, eh, tiba-tiba sudah sampai kesimpulan kalau temannya sakit gara-gara kena guna-guna. Belum juga mengadakan penyelidikan, eh, sudah nyimpulin temannya sakit kena santet!

Well, percaya ga percaya, hal gaib di dunia ini tidaklah ada. Kalau ada, hayo siapa yang ngaku pernah lihat kunti, sundel bolong, genderuwo, ato apapun yang sebangsanya? Lagipula, tidak ada gunanya juga mengurusi hal-hal gaib semacam itu. Jika memang benar ada, keberadaan mereka juga tidak akan memengaruhi kehidupan kita. Lebih baik, back to the real life. Kembali ke kehidupan nyata. Oke, friend?!

Baiklah, mengenai percakapan di atas, memang benar bukan hal gaib yang menyebabkan orang sakit, melainkan virus, bakteri, kuman, racun, kecelakaan, dan sebagainya. Yang pasti, penyebab penyakit, yach, sesuatu yang kasat mata alias bersifat fisik. Oleh karena itu, pengobatannya pun dengan cara melenyapkan sumber penyakit itu, atau menghalaunya agar jangan sampai menyerang area tubuh lainnya dengan obat-obatan, operasi, dan terapi fisik, bukan dengan membakar kemenyan, membawa sesaji, atau ritual mandi kembang tujuh rupa.

Tetapi, terkadang penyembuhan dengan obat-obatan atau operasi tidak membawa hasil yang signifikan terhadap kesembuhan si penderita. Seringkali terdapat kasus di mana penyakit yang diderita si pasien kembali muncul setelah penyembuhan dengan obat-obatan dilakukan.

Hal itu membuat para pakar kesehatan penasaran dan oleh karenanya melakukan berbagai penelitian mengenai sebab-sebab kembalinya penyakit setelah dilakukan penyembuhan dengan obat-obatan. Dan, setelah lama melakukan penelitian, ditemukan bahwa ternyata hal itu dikarenakan pasien tersebut terkena gangguan makhluk gaib!

What! Ga salah?! Katanya tadi makhluk gaib itu ga ada?! Gimana, sih?!
Eits, jangan protes dulu! Makhluk gaib ini lain. Ia bukan kunti, genderuwo, atau wewe. Makhluk gaib ini adalah pikiran, emosi, perasaan, dan stres!

Sering dengar, kan, stres karena banyak pikiran menyebabkan si A, si B sakit?

Nah, para peneliti menemukan bahwa pikiran, perasaan, dan emosi dapat menyerang fisik dan menimbulkan penyakit. Inilah yang membuat penyakit kembali menyerang sekalipun pasien sudah mendapatkan tindakan pengobatan dan sudah sembuh dari penyakit itu.

Lalu, bagaimana cara menyembuhkan pasien yang menderita penyakit karena pikiran dan stres (penyakit psikosomatis)? Karena akar penyebabnya adalah pikiran, maka penyembuhannya pun bukan sekadar dengan obat-obatan. Obat-obatan atau operasi memang dapat menyembuhkan penyakit, tetapi jika penyakit tersebut dikarenakan pikiran, maka setelah penyakit itu sembuh karena obat, ia akan kembali lagi selama pikiran masih belum seimbang.

Untung, ilmu kedokteran dewasa ini berhasil menemukan cara efektif untuk menyembuhkan penyakit akibat faktor kejiwaan. Cara efektif itu bukan ritual mandi kembang tengah malam, lho, ya, tapi dengan SELF-HEALING!Penyembuhan sendiri.

Self-healing adalah metode penyembuhan penyakit bukan dengan obat, melainkan dengan menyembuhkan dan mengeluarkan perasaan dan emosi yang terpendam di dalam tubuh. Selain itu, self-healing juga dapat dilakukan dengan hipnosis, terapi qolbu, atau menenangkan pikiran. Self-healing dilakukan oleh si penderita penyakit, dan dibantu oleh terapis.
Nah, jadi begitu ceritanya. Masih ragu? Mari kita simak penjelasan ilmiahnya.

Sistem Tubuh Manusia

Riset modern menemukan bahwa sistem tubuh manusia tidaklah seperti yang dipercaya oleh para pakar pada era sebelumnya. Pada era sebelumnya, diyakini bahwa jiwa dan tubuh senantiasa terpisah dan memiliki mekanisme kerjanya sendiri-sendiri yang tidak memengaruhi satu sama lain. Hari ini, dunia kedokteran menemukan bahwa sistem tubuh manusia merupakan jaringan elemen-elemen yang membentuk kesatuan integral, yang mekanisme kerjanya saling memengaruhi. Sistem tubuh yang seperti ini populer dengan sistem holistik.

Pada era sebelumnya, karena diyakini jiwa dan tubuh bekerja secara terpisah, maka penyakit fisik dianggap tidak berkaitan dengan jiwa. Penyakit fisik diyakini semata-mata diakibatkan oleh sebab-sebab material seperti virus, bakteri, kuman, racun, kerusakan tubuh akibat kecelakaan, dan zat-zat kimia berbahaya.

Sebaliknya, pada era modern, karena jiwa dan tubuh diyakini sebagai satu kesatuan yang saling memengaruhi, konsekuensinya, pikiran yang terganggu, emosi, dan stres dapat memengaruhi kesehatan fisik.

Lalu, apa sajakah elemen-elemen yang membentuk sistem tubuh manusia? Mereka yaitu pikiran (mind), tubuh (body), perasaan (feeling), dan jiwa (spirit).

Seperti yang diungkapkan oleh Dr. Phil Kearney dalam artikelnya yang berjudul Understanding ‘Dis-Eases’ & Deep Causes of Illness, yang termuat dalam situsnya, www.drphilkearney.com, keempat komponen tersebut do not function separately, but are actually the interdependent components of our total human system. That means that each separate element affects all of the other elements. Bahwa pikiran, tubuh, jiwa, dan perasaan tidaklah bekerja secara terpisah. Keempatnya merupakan komponen-komponen yang saling bergantung satu sama lain yang membentuk keseluruhan sistem tubuh kita.

Sebagai contoh, kerja daripada jantung tidak hanya dipengaruhi oleh impuls saraf, oksigen dan darah, dan zat-zat biokimia tertentu, tapi juga oleh pikiran, emosi, dan persepsi di dalam otak kita.

Dengan demikian, selain dipengaruhi oleh zat-zat material seperti virus, racun, bakteri, dan kuman, kesehatan tubuh senantiasa dipengaruhi oleh kondisi jiwa, pikiran, dan perasaan. Terganggunya pikiran bisa menyebabkan ikut terganggunya pula kesehatan tubuh.

Sampai di sini, mulai ada gambaran? Mari kita kupas lebih dalam lagi supaya lebih jelas.

Bagian Pikiran

subconscious mind

Mungkin selama ini kamu mengira bahwa pikiran hanya terdiri dari pikiran sadar, yaitu pikiran yang kamu gunakan sehari-hari untuk berpikir, mengadakan analisis, mengabstraksi atau menyimpulkan dan mengambil keputusan. Ternyata, nih, ternyata, pikiran kita tidak sesederhana itu. Dunia kedokteran menemukan bahwa pikiran bukan hanya berfungsi untuk mengadakan analisis dan abstraksi, tapi juga melakukan fungsi-fungsi lainnya. Agen yang mengeksekusi fungsi-fungsi tersebut tentu saja berbeda-beda, namun saling memengaruhi.

Apa sajakah agen-agen itu? Mereka adalah pikiran sadar, pikiran tidak sadar, pikiran bawah sadar, pikiran afektif, dan pikiran jiwa (soul mind). Namun, untuk mempersingkat waktu, dalam artikel ini, hanya akan dibahas tiga agen pikiran saja. Ketiga agen pikiran tersebut paling berpengaruh pada masalah kesehatan tubuh.

Pertama, pikiran sadar. Pikiran sadar bekerja pada fungsi-fungsi rasionalisasi, analisis, dan abstraksi. Nah, pikiran sadar ini yang sering kamu gunakan dalam keseharian. Ketika kamu menghitung keuntungan dan modal usaha yang kamu keluarkan, kamu bekerja dengan pikiran sadar. Sama halnya ketika kamu memutuskan untuk periksa ke dokter setelah menyadari bahwa kamu terserang demam. Keputusan itu kamu peroleh lewat mekanisme pikiran sadarmu yang mengolah data, mengabstraksi atau menyimpulkan, dan menuntunmu untuk mengambil tindakan.

Jika pikiran sadar bekerja pada fungsi rasionalisasi dan berpikir logis, pikiran tidak sadar bekerja pada fungsi refleks. Ketika kakimu terinjak paku atau duri di jalan, maka pikiran tidak sadarmu memerintahkan kaki untuk secara refleks mengangkat. Atau, ketika kamu hendak tertabrak mobil, maka pikiran tidak sadar segera merespons dengan memerintahkan tubuhmu untuk menghindar.

Selain fungsi-fungsi tersebut, pikiran tidak sadar juga bekerja pada gerakan bagian-bagian tubuh yang tidak kamu sadari dan sengaja, seperti detak jantung, aliran darah, pencernaan, pengeluaran hormon, dan pengaturan suhu tubuh.

Ketiga, pikiran bawah sadar. Pikiran bawah sadar merupakan agen yang berfungsi menyimpan memori dan emosi. Selain itu, pikiran bawah sadar juga bekerja sebagai agen pembentukan dan penyimpanan sistem kepercayaan (belief system).

Sebagaimana dijelaskan oleh penulis sekaligus hipnoterapis bersertifikat nasional dan internasional, Willy Wong dalam bukunya yang berjudul Membongkar Rahasia Hipnosis, pikiran bawah sadar adalah “…pikiran yang menerima serta-merta informasi yang telah dianalisis dan diterima oleh pikiran sadar. Pikiran bawah sadar tidak memikirkan alasan-alasan yang mendasari informasi tersebut.” Jadi, jika pikiran sadar merupakan agen yang berfungsi pada kerja pengumpulan data, membuat rasionalisasi dan analisis, maka pikiran bawah sadar berperan dalam fungsi menampung hasil analisis pikiran sadar tersebut.

Entah hasil analisis sesuai kenyataan atau tidak, pikiran bawah sadar tetap menerimanya sebagai sebuah kebenaran. Dan karena pikiran bawah sadar berperan menyimpan memori jangka panjang, konsekuensinya hasil analisis pikiran sadar yang telah diterima akan menjadi ingatan yang terus melekat. Ingatan ini bahkan menjelma menjadi sistem kepercayaan (belief system).

Fight or Flight

Nah, dari awal tulisan tadi hingga sekarang, kita sudah membahas bahwa penyakit bukan hanya ditimbulkan oleh perkara-perkara material, seperti virus dan bakteri, melainkan juga disebabkan oleh pikiran. Bagaimana pikiran menyerang kesehatan tubuh dapat dijelaskan melalui mekanisme timbulnya stres, yang melibatkan pikiran sadar, pikiran bawah sadar, dan organ serta sistem tubuh. Lalu penjelasannya seperti apa? Penjelasannya dimulai dari manusia purba.

Manusia purba memiliki mekanisme pertahanan terhadap tekanan dari luar dirinya, yaitu dengan mekanisme fight or flight, menyerang atau berlari. (Konsep fight or fligh ditemukan oleh seorang psikolog Hardvard bernama Walter Bradford Cannon. Fight or flight merupakan reaksi yang yang dimiliki oleh binatang sebagai mekanisme pertahanan terhadap ancaman dari luar. Pada perkembangannya, reaksi ini diadopsi oleh manusia. Bentuk pertahanan yang dilakukan melalui reaksi ini yaitu mengadakan serangan balik (fight) terhadap sumber ancaman, dan melarikan diri (flight) dari sumber ancaman. Pada manusia purba, flight juga dapat berupa keadaan tubuh yang diam, tidak bergerak sama sekali dan berpura-pura mati). Saat dihadapkan pada ancaman dari musuh, baik yang berupa binatang buas atau bencana alam, manusia purba merespons ancaman itu dengan melakukan serangan balik atau berlari. Dalam otak, mekanisme ini terjadi dalam sistem saraf otomatis (automatic nervous system). Sistem saraf ini terdiri dari dua bagian yang bekerja sama yaitu sistem saraf simpatis (symphatetic nervous system) dan sistem saraf parasimpatis (parasymphatetic nervous system). Sistem saraf simpatis inilah yang menimbulkan reaksi fight or flight pada manusia. Sementara itu, sistem saraf parasimpatis berperan mengembalikan individu dalam keadaan normal.

Sebenarnya, tekanan masuk ke dalam pikiran sadar sebagai informasi mentah, yang polos, tidak terkait informasi negatif atau positif. Baru setelah pikiran sadar menganalisis informasi tersebut, kesimpulan yang dihasilkan mengandung nilai, yang dapat berupa nilai positif atau negatif. Nah, saat pikiran sadar menyimpulkan bahwa informasi tersebut mengandung tekanan, maka dapat dipahami bahwa kesimpulan yang dihasilkan adalah informasi yang negatif. Dalam rangka mengatasi tekanan itu, timbullah reaksi pada saraf simpatis yang menyebabkan meningkatnya detak jantung dan tekanan darah. Hal inilah yang memicu reaksi fight or flight. Manusia purba menyerang balik sumber tekanan (binatang buas, misalnya). Saat ia memenangkan pertempuran dengan sumber tekanan, maka ancaman yang datang dari sumber tekanan tersebut melenyap. Saat tekanan melenyap, sistem saraf parasimpatis mengambil alih peran. Akibat aktivitasnya membuat tubuh menjadi rileks dan tenang. Denyut jantung kembali normal, tekanan darah stabil.

Timbulnya Penyakit karena Stres dan Emosi

Kondisinya berbeda ketika pikiran sadar individu tidak dapat menemukan solusi untuk mengatasi tekanan tersebut. Ketidakmampuan menghadapi tekanan membuat saraf simpatis terus aktif bekerja, dan memasifkan saraf parasimpatis.

Keaktifan saraf simpatis mengaktifkan amigdala, sebuah bagian dalam sistem limbik pusat saraf yang menggerakkan perilaku bawah sadar, membuat organ dan sistem tubuh bekerja semakin keras (overdrive). Nah, overdrive inilah yang pada akhirnya menimbulkan gangguan fisik pada individu bersangkutan.

Pada manusia purba, kemungkinan overdrive sangatlah tipis. Ini disebabkan, manusia purba memiliki kebebasan untuk mengekspresikan reaksi fight or flight yang dipicu oleh amigdala. Berbeda halnya dengan kondisi yang dialami oleh manusia modern.

Seiring perkembangan jaman, mekanisme fight or fligh tergantikan oleh respons yang berkebudayaan. Semakin manusia menuju jaman modern, semakin kebudayaan, peradaban, etika, logika, dan kepercayaan semakin berkembang. Atas dasar pertimbangan budaya, etika, logika, atau pun kepercayaan, manusia sudah tidak dapat lagi menggunakan mekanisme fight or flight untuk menghadapi tekanan dari luar.

Sebaliknya, tekanan harus dihadapi dengan cara-cara yang berkebudayaan atau cara-cara yang tidak menimbulkan konflik dengan lingkungan sosial. Inilah yang rupanya menjadi alasan mengapa pada orang-orang modern sering timbul penyakit kejiwaan dan psikosomatis. Sekali lagi, penyakit kejiwaan dan psikosomatis timbul sebagai akibat dari gagalnya respons berkebudayaan dalam memberikan solusi atas masalah dan tekanan yang dihadapi. Kegagalan merespons secara berbudaya ditambah ketidak-etisan mengekspresikan reaksi fight or fligh memaksa si penderita (manusia modern) menahan reaksi tersebut. Akibatnya, saraf simpatis tetap aktif bekerja. Tekanan darah dan detak jantung meningkat. Sistem dan organ tubuh bekerja dengan keras alias overdrive dan gangguan fisik pun muncul.

Agar lebih jelas, mengenai mekanisme timbulnya gangguan psikosomatis dapat digambarkan dengan contoh berikut.
Kamu menghadapi ujian semester. Pikiran sadarmu melakukan analisis, yang sampai pada kesimpulan bahwa ujian merupakan ancaman yang menekan. Ia menekan karena jika kamu gagal mengerjakannya, dosen akan memberi nilai kurang. Hal itu mengakibatkan dampak lain yang mengancam posisimu. Karena pikiran sadarmu menyimpulkan bahwa ujian adalah tekanan, maka sejak kamu menyadari kamu sedang mengerjakan ujian, saraf simpatismu bekerja, membuat tekanan darah dan detak jantungmu meningkat. Adrenalimu terpacu. Dan, kamu merasakan sensasi deg-degan.

Untuk mengatasi perasaan itu, juga agar tekanan yang mengancam posisimu lenyap, kamu harus mengadakan respons atau reaksi. Namun, reaksi yang kamu lakukan bukanlah fight atau flight. Lingkungan sosial tidak mengizinkanmu untuk mengatasi tekanan ujian lewat respons tersebut. Nah, respons yang diterima oleh lingkungan yaitu dengan kamu mengerjakan ujian itu sampai selesai.

Sampai di sini, ketegangan belum selesai. Ketika hasil ujianmu gagal, maka tekanan itu kembali muncul dan saraf simpatis kembali bekerja. Seperti pada kondisi saat kamu mengerjakan ujian, lingkungan tidak memperbolehkanmu merespons kegagalan itu dengan reaksi fight atau flight. Kamu harus mencari respons lain yang dapat diterima oleh logika, etika, dan kebudayaan yang berlaku di lingkunganmu dan yang menjadi sistem kepercayaan bawah sadarmu. Keberhasilan merespons dengan cara-cara yang diterima oleh lingkungan akan memasifkan saraf simpatis, dan sebaliknya mengaktifkan saraf parasimpatis. Dengan aktifnya saraf parasimpatis, ketegangan dalam tubuhmu mereda. Tekanan darah dan detak jantung kembali normal.

Ketika kamu gagal menemukan repons yang tepat, maka saraf simpatis tetap bekerja. Sebagai akibatnya, reaksi fight atau flight tetap muncul di dalam tubuhmu. Tetapi, karena lingkungan tidak mengizinkanmu mengekspresikan reaksi tersebut, maka tidak ada pilihan selain memendamnya. Nah, ketika kamu memendam reaksi fight atau flight ini, detak jantung dan tekanan darah terus meningkat. Sistem dan organ tubuh bekerja dengan keras (overdrive).

Apabila hal tersebut berlangsung dalam waktu yang lama, maka lama-kelamaan sistem dan organ tubuhmu akan mengalami keletihan luar biasa. Sel-sel tubuh juga tidak memiliki kesempatan untuk memperbarui diri. Akhirnya, reporduksi sistem imun pun terhambat. Nah, saat reproduksi sistem imun terhambat, tubuh rentan terhadap penyakit dan gangguan.

Self-Healing

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa inti penyebab psikosomatis (penyakit karena kondisi psikologis) yaitu TERPENDAMNYA EMOSI DAN PERASAAN. Emosi dan perasaan ini dipendam karena etika, logika, dan budaya tidak memungkinkan keduanya terkespresikan lewat mekanisme fight or flight. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa emosi dan perasaan tersebut harus dilepaskan, bukan dipendam. Nah, prinsip dasar penyembuhan self-healing terletak pada PELEPASAN EMOSI ini, entah itu dengan hipnosis, terapi qolbu, atau jenis penyembuhan lainnya.

Jika penyakit yang kamu derita tidak kunjung sembuh, tidak ada salahnya mencoba rangkaian penyembuhan self-healing.

Setidaknya, ada beberapa keuntungan yang kamu dapatkan ketika melakukan self-healing.

1. Self-healing tidak memiliki efek samping seperti obat-obatan atau operasi,
2. Dengan self-healing, selain penyakit fisik, masalah kejiwaanmu akan teratasi,
3. Dengan self-healing, kamu dapat menyugesti atau memrogram otak dengan sugesti-sugesti positif. Sugesti-sugesti positif tersebut akan membawa pengaruh besar dalam kehidupanmu.

Nah, sekarang sudah jelas, kan, mengapa self-healing? Jika masih ada yang perlu ditanyakan, atau barangkali ada saran dan kritik, silakan beri komentar

Benner-1.png

 

Rina Ulwia
 

Rina Ulwia mulai terjun ke dunia penulisan semenjak lulus pendidikan S1 di salah satu perguruan tinggi Islam di Jawa Tengah. Ketertarikannya dengan dunia tulis-menulis bermula ketika ia menjadi editor di salah satu penerbit buku pendidikan terkemuka di Indonesia. Semenjak itu, ia aktif menuangkan ide ke dalam tulisan. Perempuan yang hobi membaca buku ini menaruh minat pada semua bidang. Ia suka berdikusi mengenai berbagai topik. Dari filsafat hingga musik, dari ekonomi hingga sastra, semua ia diskusikan di sela-sela kesibukan kerja. Memiliki banyak pengalaman yang menguji aspek psikis dan psikologisnya membuat perempuan kelahiran 1985 ini menaruh perhatian besar pada dunia pengembangan diri. Ia bergabung dengan Aquarius Resources, event organizer yang bergerak di bidang reedukasi pengembangan diri sebagai creative writer. Baginya, berkecimpung di dunia pengembangan diri memberikan banyak manfaat. Selain dapat mengembangkan diri, ia juga dapat membantu orang lain lewat tulisan-tulisannya.

  • Terima kasih Mbak Rina Ulwia…. Tulisan anda bagus dan sangat penting diketahui banyak orang… Teaplah menulis agar manfaatnya bisa dikmati banyak orang… termasuk saya… Hehe… matur nuwun sanget yaa…

    Salaaam….

  • >