Kunci Sukses Melenyapkan Depresi Ini Saaaangat Luar Biasa!

Benner-4.pnj

 

angry-boss

Akhir-akhir ini, Anda sering murung dan tak bergairah. Anda, yang biasanya paaaaaling cerewet di kantor mendadak menjadi pendiam dan pemalu. Sebenarnya, apa yang terjadi pada diri Anda?

Beberapa waktu yang lalu, atasan menegur Anda bahwa Anda telah melakukan kesalahan besar dalam pekerjaan Anda.

Karena hal itulah, perilaku Anda berubah 180 derajat. Bukan hanya di kantor Anda berubah menjadi pemurung. Di rumah, Anda pun hanya duduk termenung di kursi, malas melakukan apa pun, sekali pun untuk sekadar mandi.

Saya tahu apa yang Anda rasakan. Anda merasa kecewa pada diri sendiri, bukan? Anda merasa bahwa Anda adalah orang yang kurang terampil dan ceroboh. Buktinya adalah, pekerjaan Anda yang berantakan.

Lantas, apa yang harus Anda lakukan? Tarik napas yang dalam, hembuskan perlahan, dan coba renungkan kembali apa yang menimpa diri Anda.

Seperti yang telah saya bahas pada artikel yang berjudul Kehilangan Motivasi Kerja? Jangan-Jangan Anda sedang Dilanda Depresi, menurut kajikan psikologi, perubahan perilaku, mood, dan pikiran seperti yang Anda alami merupakan gejala depresi. Dalam kasus Anda, gejala depresi muncul lantaran Anda mengalami peristiwa yang mengguncang mental Anda. Peristiwa apakah itu? Yach, peristiwa di mana atasan menegur Anda lantaran Anda melakukan kesalahan besar dalam pekerjaan Anda.

Jangan anggap sepele jika akhir-akhir ini Anda benar-benar terusik dengan peristiwa itu. Jangan diamkan pikiran-pikiran Anda bahwa Anda adalah orang yang ceroboh dan tidak terampil. Jangan pula menganggap bahwa mood dan motivasi Anda akan kembali seperti semula setelah kejadian itu.

Membiarkan pikiran-pikiran itu sama artinya memberikan mereka kesempatan untuk menghantui dan merusak diri Anda. Demikian juga, meremehkan hilangnya motivasi karena kejadian itu sama artinya memberi kesempatan kepada hal itu (hilangnya motivasi) untuk membuat Anda semakin depresi.

Anda harus segera mencari pertolongan untuk melenyapkan pikiran-pikiran itu dan untuk mengembalikan gairah dan motivasi Anda.

Nah, artikel ini ditulis khusus untuk Anda, yang ingin sembuh dari depresi dan terbebas dari perasaan serba salah. Untuk itu, jangan beranjak ke mana-mana; terus simak artikel ini dan temukan rahasia menyembuhkan depresi yang Anda alami.

Sekilas tentang Depresi

Dalam artikel yang berjudul Kehilangan Motivasi? Jangan-Jangan Anda sedang Dilanda Depresi, telah saya jelaskan apa yang dimaksud dengan depresi. Untuk mengingatkan kembali kepada Anda, dalam artikel ini, kembali saya ulas sedikit penjelasan mengenai apa itu depresi. Hal ini bertujuan untuk memudahkan Anda memahami cara-cara menyembuhkan depresi yang akan saya sampaikan, mengingat cara-cara tersebut didasarkan pada bagaimana depresi terjadi.

Mengutip apa yang dijelaskan oleh Aaron T. Beck, Bapak Terapi Kognitif, sebuah artikel berjudul Cognitive Causal Model of Depression, yang termuat di dalam situs www.1appstate.edu menyebutkan, “Depressive symptoms results when people’s attributions for external events are based on maladaptive beliefs and attitudes.” Gejala depresi muncul ketika anggapan seseorang mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi didasarkan pada keyakinan-keyakinan yang maladaptif (menyimpang).

Depresi terjadi manakala penderita menginterpretasikan peristiwa-peristiwa yang terjadi secara negatif. Pertanyaannya, mengapa ia menginterpretasikan peristiwa secara negatif? Karena peristiwa itu mengguncang mentalnya.

Peristiwa kematian anak atau pasangan hidup bisa menjadi penyebab seseorang terjangkit depresi. Akan tetapi, sebenarnya, bukan hanya peristiwa itu saja yang menyebabkannya depresi, melainkan keyakinan dan persepsi negatif mengenai kematian itu.

Dalam buku yang berjudul Manajemen Pikiran: Metode Ampuh Menata Pikiran untuk Mengatasi Depresi, Kemarahan, Kecemasan, dan Perasaan Merusak Lainnya, Dennis Greenberger dan Christine A. Padesky mengilustrasikan terjadinya depresi dengan contoh pasien mereka yang bernama Vic.

Disebutkan bahwa Vic merupakan seorang pecandu alkohol yang mengalami masa kanak-kanak yang sulit. Pendidikan orangtua yang menuntutnya menjadi yang terbaik telah membebani otak dan pikirannya. Orangtuanya selalu membandingkan prestasi akademisnya yang tak sehebat prestasi akademis sang kakak. Padahal, secara umum, prestasi Vic tetaplah sangat memuaskan. Dia hanya kalah satu level di bawah kakaknya. Tetapi, menurut anggapan diri dan keluarganya, prestasi akademis Vic sangat memalukan.

Akibat anggapan tersebut, secara tidak sadar, Vic menyimpulkan bahwa dirinya memang payah dan memalukan. Dia menganggap bahwa dirinya tidak dapat diandalkan. Ia menyalahkan dirinya sendiri.

Dan, pada ujungnya, pandangan-pandangan buruk mengenai diri sendiri ini, yang dibawanya hingga ia dewasa, menyebabkan perubahan-perubahan perilaku, fisik, emosi, dan kognitif pada diri Vic. Ia menjadi seorang pecandu alkohol, selalu cemas menghadapi situasi, dan mengalami kemunduran motivasi.

Para pakar psikologi membedakan depresi dari gangguan kejiwaan lainnya melalui gejala-gejala yang ditimbulkannya. Menurut mereka, gejala khas depresi adalah munculnya persepsi negatif mengenai diri sendiri dan persepsi (bisa positif, bisa juga negatif) mengenai orang lain dan dunia (lingkungan).

Persepsi negatif mengenai diri sendiri dapat berupa perasaan kecewa terhadap diri sendiri, anggapan bahwa diri sendiri adalah bodoh, memalukan, menyedihkan, pengecut, dan tidak berguna.

Sementara itu, persepsi mengenai orang lain yang dapat ditemukan pada penderita depresi antara lain orang lain adalah orang yang baik, cerdas, terampil, pemberani, dan memiliki peran penting di dalam kehidupan.

Terakhir, penderita depresi senantiasa memandang dunia sebagai tempat yang tidak cocok bagi mereka. Mereka menganggap bahwa dunia senantiasa menyulitkan dirinya dan tidak pernah berpihak kepadanya.

Anggapan yang Keliru

Banyak dari kita yang menganggap bahwa akar semua permasalahan adalah pikiran, dan oleh karenanya semuanya akan selesai hanya dengan merubah cara berpikir. Padahal, pada kenyataannya, masalahnya tidaklah sesederhana itu. Seringkali, kejadian-kejadian tertentu, terlebih yang traumatis, memaksa kita untuk berpikir negatif. Atau, memang pikiran negatif itu benar adanya (sesuai kenyataan).

Apa yang terjadi manakala kita menganggap bahwa akar semua permasalahan adalah pikiran? Kita akan menganggap bahwa sebenarnya tidak ada yang salah dengan peristiwa-peristiwa yang kita alami. Yang salah adalah pikiran-pikiran atau inetrpretasi kita mengenai peristiwa itu. Pada akhirnya, kita hanya akan sampai pada kesimpulan bahwa semua masalah dapat diatasi cukup dengan menerima, bersyukur, ikhlas, berpikir positif mengenai diri sendiri, dan melihat sisi positif dari apa yang menimpa kita. Kita juga akan mengabaikan fakta-fakta penting yang sejatinya bisa dijadikan sebagai sarana untuk memecahkan masalah-masalah tersebut.

Terhadap anggapan bahwa semua permasalahan berakar pada pikiran, kita bisa mengajukan pertanyaan, “Bagaimana dengan kasus penganiaan fisik yang menimbulkan penderitaan fisik pada korbannya? Apakah penderitaan itu ditimbulkan oleh pikiran dari sang korban sendiri? Apakah dengan menyarankan kepada sang korban untuk mengikhlaskan peristiwa penganiayaan itu masalah lantas selesai?”

Kita juga dapat mengajukan pertanyaan berikut: “Bagaimana halnya dengan depresi yang diakibatkan oleh tekanan ekonomi? Apakah hanya dengan menyarankan si penderita untuk merubah persepsi (contohnya, menyarankan si penderita untuk bersyukur atas apa yang menimpanya) apakah masalah lantas selesai?”

Dalam buku Manajemen Pikiran: Metode Ampuh Menata Pikiran untuk Mengatasi Depresi, Kemarahan, Kecemasan, dan Perasaan Merusak Lainnya, Greenbergen dan Padesky bahkan menjelaskan:

Meskipun mengidentifikasi dan mengubah pemikiran merupakan bagian penting…, seringkali sama pentingnya untuk membuat perubahan fisik, perilaku, atau lingkungan. Misalnya, apabila Anda telah merasa cemas untuk waktu yang lama, Anda mungkin akan menghindari hal-hal yang membuat Anda cemas. Bagian dari menghadapi rasa cemas adalah rileks (perubahan fisik) dan mengatasi bahaya yang Anda rasakan sehingga Anda berhenti menghindar (perubahan perilaku).”

Lebih jauh, Padesky dan Greenberger menjelaskan, “Untuk membantu Anda merasa lebih baik, yang juga penting adalah membuat perubahan dalam lingkungan Anda.”

Sebagai contoh, Anda diberi tanggung jawab yang sangat besar oleh atasan Anda, di mana sebenarnya, Anda tidak sanggup mengemban tugas itu sendirian. Akan tetapi, Anda tetap menerima tanggung jawab itu.

Suatu saat, Anda melakukan kesalahan besar menyangkut tanggung jawab Anda.

Pertanyaannya, apa kesan (persepsi) Anda mengenai kesalahan yang terjadi? Jika Anda menganggap bahwa semua kesalahan itu merupakan tanggung jawab Anda, maka konsekuensinya, bisa jadi Anda mengalami depresi karena kesalahan itu. Anda mulai berpikir bahwa Anda memang tidak pantas mengemban tugas tersebut; Anda berpikir Anda tidak memiliki kompetensi yang dibutuhkan untuk mengemban tanggung jawab tersebut; Anda merasa Anda tidak berguna.

Sebaliknya, jika Anda memandang (berpersepsi) bahwa bukan hanya Anda yang patut disalahkan, Anda akan mencari cara apa pun supaya ke depannya Anda tidak lagi mengulangi kesalahan itu. Dan, setelah memeriksa kesalahan Anda, Anda mendapati bahwa ternyata tanggung jawab yang diberikan kepada Anda terlalu berat. Masalahnya bukan karena Anda tidak memiliki kompetensi dalam tugas itu, melainkan Anda tidak memiliki cukup waktu untuk mengemban tanggung jawab itu sendirian. Anda membutuhkan orang lain untuk membantu Anda.

Nah, pada akhirnya, untuk mengantisipasi kesalahan itu terulang lagi, Anda pun meminta kepada atasan Anda seorang asisten yang membantu mengerjakan tugas-tugas Anda.

Di sini, perubahan persepsi (pikiran) saja tidaklah cukup (perubahan persepsi bahwa Anda 100% bersalah ke persepsi bahwa kesalahan itu bukan hanya kesalahan Anda). Berubahnya persepsi Anda harus disertai dengan bukti-bukti yang mendukung persepsi itu. Jika persepsi baru tidak didukung oleh bukti-bukti yang menguatkannya, maka persepsi itu hanya akan bertahan sementara. Selebihnya, persepsi lama (yang merusak) akan kembali muncul.

Dalam contoh kasus di atas, faktor yang mendukung persepsi Anda bahwa kesalahan bukan 100% tanggung jawab Anda adalah kenyataan bahwa setelah lingkungan dirubah (ada asisten yang membantu mengerjakan tugas-tugas Anda) ternyata Anda mampu mengemban tanggung jawab Anda tanpa kesalahan sedikit pun. Jadi, faktor pendukung persepsi Anda adalah lingkungan.

Apa jadinya manakala persepsi baru Anda tidak didukung oleh bukti di atas? Atasan Anda akan semakin menuding Anda sebagai orang yang tidak dapat menerima kesalahan dan kenyataan. Hasilnya, Anda pun akan kembali berkubang pada masalah yang sama, yang bahkan semakin parah.

Setelah membaca mulai dari penjelasan awal hingga penjelasan terakhir, apa yang dapat Anda simpulkan? Berkaitan dengan depresi, setidaknya ada dua kesimpulan umum yang dapat kita ambil dari semua penjelasan di atas, yaitu:

  1. Ada tiga unsur yang menyebabkan seseorang depresi, yaitu peristiwa, persepsi mengenai peristiwa itu dan persepsi turunannya. (Persepsi mengenai peristiwa adalah penilaian/ makna peristiwa itu sendiri, sedangkan persepsi turunan adalah persepsi yang muncul dari persepsi mengenai peristiwa).
  1. Depresi terjadi manakala kita mempersepsikan (memaknai) peristiwa itu sebagai masalah (ketidakberesan), di mana karena ketidakberesan itu, kita menganggap (muncul persepsi turunan) bahwa kitalah yang bertanggung jawab penuh atas masalah itu.

Yang perlu kita perhatikan, ada kalanya, peristiwa itu pada kenyataannya (secara objektif) memang merupakan suatu masalah yang harus diselesaikan. Sebagai contoh, peristiwa kemiskinan, pengangguran (tidak memiliki pekerjaan), penganiayaan, dan pelecehan. Pada kasus seperti ini, depresi terjadi akibat persepsi-persepsi turunan yang menyimpang.

Perlu dilakukan perubahan kondisi lingkunganeed workn untuk menyembuhkan depresi karena peristiwa-peristiwa seperti ini agar hasilnya bertahan dalam waktu yang lama atau permanen.

Ada kalanya pula, peristiwa itu sebenarnya bukanlah suatu masalah (ketidakberesan); Hanya persepsi kita saja yang menganggapnya sebagai masalah. Contohnya adalah, kasus yang dialami oleh Vic pada penjelasan di atas.

Prestasi akademis Vic sejatinya bukanlah masalah yang mendesak Vic untuk menyelesaikannya. Pandangan Vic bahwa prestasi akademisnya merupakan masalah merupakan cerminan dari mindset yang lahir dari pendidikan keluarganya. Perspesi itu merupakan persepsi yang subjektif.

Pada kasus seperti itu, depresi terjadi baik akibat persepsi subjektif yang menyimpang mengenai peristiwa yang dialami, mau pun persepsi turunan yang menyimpang berkenaan dengan peristiwa itu.

Kunci Menyembuhkan Depresi

Dari kesimpulan di atas, kita tahu bahwa kata kunci daripada depresi adalah pemikiran alias persepsi. Depresi muncul dari pemikiran-pemikiran yang menyimpang mengenai suatu peristiwa. Oleh karena itu, kunci untuk menyembuhkan depresi adalah persepsi itu sendiri.

Dalam kajikan psikologi, penyembuhan gangguan kejiwaan berdasarkan pada pemikiran-pemikiran atau persepsi disebut terapi kognitif. Selain mendatangi terapis, Anda juga dapat melakukan tindakan untuk melenyapkan depresi Anda di rumah. Berikut beberapa langkah yang dapat Anda lakukan.

1. Identifikasi peristiwa

Depresi muncul karena peristiwa tertentu yang mengguncang mental Anda. Untuk menyembuhkan depresi Anda, yang perlu Anda lakukan pertama adalah mengetahui peristiwa yang membuat Anda terguncang.

2. Identifikasi suasana hati atau perasaan

Setelah mengetahui peristiwa yang membuat Anda terguncang, selanjutnya Anda perlu mengidentifikasi secara detail perasaan atau suasana hati yang muncul sebagai reaksi dari peristiwa itu.

Sebagai contoh, peristiwa yang mengguncang Anda adalah teguran atasan bahwa Anda telah melakukan kesalahan besar. Identifikasi perasaan yang seketika muncul ketika Anda mendengar teguran tersebut. Mungkin Anda akan menemukan bahwa diri Anda merasa cemas atau takut.

3. Identifikasi pemikiran yang muncul

Setelah mengetahui perasaan atau suasana hati yang muncul berkaitan dengan peristiwa yang Anda alami, sekarang identifikasikan dan catat pemikiran yang muncul seketika Anda mengalami peristiwa itu.

Jika peristiwa yang menimpa Anda adalah teguran atasan karena Anda telah melakukan kesalahan besar, mungkin yang terbersit di dalam pikiran Anda adalah, “Saya akan dipecat”, “Posisi saya terancam”, “Saya tidak kompeten”, “Saya ceroboh”, atau bahkan Anda berpikir bahwa semua ini memang kesalahan dan tanggung jawab Anda.

4. Identifikasi pemikiran yang paling mengusik Anda

Dari sekian pemikiran yang berhasil Anda catat, tentukan satu pemikiran yang paaaaling mengusik Anda dan paaaaaling membuat Anda merasakan suasana hati atau perasaan yang kuat.

Misalnya, di antara pemikiran-pemikiran Anda yang terbersit ketika atasan menegur Anda karena Anda melakukan kesalahan, Anda dapati pemikiran bahwa Anda adalah orang yang tidak kompeten merupakan pikiran yang paaaaling mengusik diri Anda. Pemikiran itu yang paaaaling membuat hati Anda cemas.

Tandai atau lingkari pemikiran itu.

5. Identifikasi bukti-bukti yang mendukung pemikiran itu

Setelah Anda mengetahui pemikiran yang paaaaling mengusik diri Anda, lanjutkan langkah ke-5, yaitu mengidentifikasi bukti-bukti yang mendukung pemikiran itu.

Andaikanlah, Anda telah sampai pada langkah ke-4 dan menemukan bahwa pikiran yang paling mengusik Anda yaitu pemikiran bahwa Anda bukanlah orang yang kompeten. Cari bukti-bukti yang mendukung pemikiran itu. Sebagai contoh, mungkin Anda akan menemukan sejumlah bukti seperti berikut: “Saya selalu membutuhkan banyak waktu untuk mengerjakan pekerjaan saya”; “Saya sering meminta bantuan orang lain”; “Masih banyak yang harus saya pelajari dari bidang yang sekarang saya tekuni.”

Catat semua bukti-bukti itu.

6. Identifikasi bukti-bukti yang tidak mendukung pemikiran itu

Setelah menemukan bukti-bukti yang mendukung pemikiran itu, sekarang saatnya Anda mencari bukti-bukti yang tidak mendukung pemikiran itu.

Dengan contoh yang sama dengan contoh di atas, Anda mungkin akan menemukan bukti yang tidak mendukung pemikiran Anda seperti berikut: “Saya dipercaya atasan untuk mengemban tanggung jawab itu”; “Saya biasa membantu orang lain mengerjakan tugas mereka”; “Saya sering membantu atasan menjelaskan cara memecahkan suatu masalah kepada rekan saya”; “Selama saya bekerja di bidang itu, baru kali ini saya menjumpai masalah besar.”

Catat bukti-bukti ini.

7. Susun kesimpulan objektif

Setelah Anda menemukan bukti-bukti yang mendukung dan yang menyangkal pemikiran Anda, sekarang saatnya Anda menyusun kesimpulan secara objektif.

Untuk membuat kesimpulan yang objektif, hindari menambah-nambahkan pemikiran positif dalam kesimpulan Anda. Menambah-nambahkan pemikiran positif bukannya membantu Anda, tetapi jutsru membuat kesimpulan Anda tidak objektif.

Yang Anda butuhkan adalah kesimpulan atau bukti yang objektif, sekalipun bukti itu membuat Anda tetap depresi.

Memang bukan tujuan langkah ini untuk melenyapkan depresi Anda 100%. Bisa jadi, langkah ini akan melenyapkan depresi Anda secara total, tetapi jika masalah yang Anda hadapi memang merupakan masalah (ketidakberesan) yang perlu diatasi (bukan sekadar penilaian subjektif Anda saja bahwa peristiwa itu memang merupakan masalah), maka langkah ini paling banter hanya akan meringankan depresi Anda.

Anda masih harus melakukan langkah lainnya untuk melenyapkan depresi itu secara total.

Cara menyusun kesimpulan objektif yaitu, pilih salah satu bukti yang mendukung pemikiran Anda dan salah satu bukti yang menyangkal pemikiran Anda. Selanjutnya, jadikan kedua bukti itu dalam satu kalimat dengan menyambungkannya dengan kata sambung ‘dan’.

Misalnya, masih menggunakan contoh di atas, Anda memilih salah satu bukti yang mendukung pemikiran Anda, yaitu, “Saya selalu membutuhkan waktu yang banyak untuk mengerjakan pekerjaan saya.” Kemudian, Anda memilih salah satu bukti yang menyangkal pemikiran Anda yaitu, “Selama bekerja di bidang itu, baru kali ini saya mendapatkan masalah besar.”

Anda pun menyatukan kedua bukti itu dalam satu kalimat menjadi, “Saya selalu membutuhkan waktu yang banyak untuk mengerjakan pekerjaan saya dan selama saya bekerja di bidang itu, baru kali ini saya mendapatkan masalah yang besar.”

Setelah menyusun dua bukti itu ke dalam satu kalimat, kira-kira apa kesimpulan Anda? Mungkin secara objektif, Anda akan menyimpulkan, “Meskipun saya membutuhkan waktu yang banyak untuk menyelesaikan pekerjaan saya, bukan berarti saya tidak memiliki kompetensi dalam pekerjaan itu. Buktinya, selama bertahun-tahun, saya tak pernah mengalami masalah besar. Hanya sekarang saja saya mengalami masalah.”

Kesimpulan ini membantu meringankan depresi Anda.

8. Buktikan kebenaran kesimpulan itu

Sebagaimana yang telah saya singgung sebelumnya, penggantian persepsi-persepsi lama ke persepsi-persepsi baru harus didukung dengan bukti-bukti yang menguatkan kebenaran persepsi itu.

Hasil kesimpulan objektif pada langkah ke-7 sejatinya merupakan perspesi baru yang menggantikan persepsi lama Anda.

Yang patut diperhatikan, ada kemungkinan besar Anda tidak mempercayai hasil kesimpulan itu, sekali pun kesimpulan itu objektif atau sesuai dengan realitas. Hal ini dikarenakan, Anda masih terbiasa berpikir dengan persepsi lama Anda.

Nah, untuk memperkuat hasil kesimpulan itu, Anda pun harus membuktikan kebenarannya.

Jika Anda gunakan contoh di atas, Anda perlu membuktikan kebenaran kesimpulan, “Meskipun saya membutuhkan waktu yang banyak untuk menyelesaikan pekerjaan saya, bukan berarti saya tidak memiliki kompetensi dalam pekerjaan itu. Buktinya, selama bertahun-tahun, saya tak pernah mengalami masalah besar. Hanya sekarang saja saya mengalami masalah.”

Lantas, bagaimana cara membuktikan kebenarannya?

Susunlah eksperimen. Siapkan kertas untuk mencatat eksperimen Anda. Tuliskan kesimpulan objektif atau persepsi baru yang ingin anda buktikan kebenarannya.

Dalam contoh di atas, kesimpulan objektifnya adalah: “Meskipun saya membutuhkan waktu yang banyak untuk menyelesaikan pekerjaan saya, bukan berarti saya tidak memiliki kompetensi dalam pekerjaan itu. Buktinya, selama bertahun-tahun, saya tak pernah mengalami masalah besar. Hanya sekarang saja saya mengalami masalah.”

Anda perlu menguji kebenarannya saat Anda mempertanyakan kebenaran kesimpulan itu, “Ah, masa, sih, saya kompeten?”

Rencanakan tindakan yang akan Anda lakukan untuk menguji kebenaran kesimpulan itu (untuk menguji apakah anda benar-benar kompeten atau tidak).

Sebagai contoh, Anda merencanakan untuk berbicara kepada atasan Anda mengenai penyebab Anda melakukan kesalahan besar itu.

Tentukan apa saja yang akan Anda ungkapkan kepadanya. Mungkin Anda akan mengatakan bahwa Anda tidak memiliki cukup waktu untuk mengerjakan semuanya. Anda butuh seseorang untuk membantu Anda mengerjakannya.

Pertimbangkan masalah yang mungkin muncul ketika anda mengungkapkan hal itu kepada atasan Anda. Sebagai contoh, mungkin atasan Anda setuju dan mencarikan seseorang yang dapat membantu Anda. Tetapi, mungkin dia tidak bersedia membantu Anda.

Untuk mengatasi kemungkinan seperti itu, carilah solusi yang menurut Anda dapat menguntungkannya. Anda dapat menawarkan makan gratis atau mengantarkannya saat pulang kerja.

Setelah ekseprimen Anda berjalan, amati hasilnya, apakah hasilnya mengindikasikan bahwa Anda memang benar-benar berkompeten atau kah tidak. Saat hasilnya menunjukkan bahwa Anda memang berkompeten, maka hasil eksperimen itu niscaya akan menguatkan persepsi baru Anda, yaitu bahwa Anda memang berkompeten.

Nah, dari situ, tingkat depresi Anda pun berkurang.

Demikianlah kunci sukses menyembuhkan depresi yang Anda derita. Pada tulisan di atas, kunci sukses yang saya bagikan kepada Anda saya dasarkan pada buku berjudul Manajemen Pikiran: Metode Ampuh Menata Pikiran untuk Mengatasi Depresi, Kemarahan, Kecemasan, dan Perasaan Merusak Lainnya karangan Dennis Greenberger dan Christine A. Padesky.

Cara-cara di atas dapat Anda lakukan sendiri di rumah. Namun, jika setelah menerapkan cara-cara ini nyatanya Anda masih memiliki rasa serba salah, masih sering mencela diri Anda sendiri, dan Anda masih kehilangan motivasi untuk melakukan aktivitas apa pun, dalam kata lain Anda merasa Anda masih depresi, Anda dapat meminta pertolongan. Anda dapat berkonsultasi ke psikolog, psikiater, atau pun terapis untuk menyembuhkan depresi Anda.

Akhir kata, jika ada yang perlu Anda tanyakan mengenai tulisan di atas, jangan ragu untuk berkomentar.

Benner-4.pnj

 

Rina Ulwia

Rina Ulwia mulai terjun ke dunia penulisan semenjak lulus pendidikan S1 di salah satu perguruan tinggi Islam di Jawa Tengah. Ketertarikannya dengan dunia tulis-menulis bermula ketika ia menjadi editor di salah satu penerbit buku pendidikan terkemuka di Indonesia. Semenjak itu, ia aktif menuangkan ide ke dalam tulisan. Perempuan yang hobi membaca buku ini menaruh minat pada semua bidang. Ia suka berdikusi mengenai berbagai topik. Dari filsafat hingga musik, dari ekonomi hingga sastra, semua ia diskusikan di sela-sela kesibukan kerja. Memiliki banyak pengalaman yang menguji aspek psikis dan psikologisnya membuat perempuan kelahiran 1985 ini menaruh perhatian besar pada dunia pengembangan diri. Ia bergabung dengan Aquarius Resources, event organizer yang bergerak di bidang reedukasi pengembangan diri sebagai creative writer. Baginya, berkecimpung di dunia pengembangan diri memberikan banyak manfaat. Selain dapat mengembangkan diri, ia juga dapat membantu orang lain lewat tulisan-tulisannya.

Leave a Reply

Close Menu