Anda termasuk orang yang sukses. Hidup Anda mapan, keluarga Anda harmonis, dan karir Anda gemilang. Intinya, hidup Anda haaaampir sempurna!
Namun demikian, Anda masih belum puas dengan hidup Anda. Serasa masih ada yang kurang.
Apa penyebabnya?
Anda merasa hidup Anda monoton! Tidak maju, melainkan stagnan. Itulah yang membuat Anda belum puas dengan hidup Anda.
Memang, salah satu kebutuhan pokok manusia, selain sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan adalah kebutuhan aktualisasi diri. Dan, salah satu bentuk aktualisasi diri yaitu bertumbuh, mengembangkan diri.
Dengan mengembangkan diri, manusia berubah lebih baik. Manusia juga mempelajari hal baru lewat pengembangan diri. Singkatnya, mengembangkan diri berarti manusia terus bertumbuh menjadi pribadi yang lebih berkualitas.
Bertumbuh dan berkembang membantu membuat hidup manusia lebih bahagia.
Itulah mengapa, ketika hidup Anda tidak berkembang, Anda merasa kurang bahagia. Dan, itu tandanya, Anda perlu mengembangkan diri Anda.
Tetapi, bagaimana caranya?
Artikel ini ditulis untuk menjawab pertanyaan di atas. Dalam artikel ini, penulis akan mengajak Anda untuk membongkar satu rahasia: rahasia sukses mengembangkan diri. Untuk itu, jangan ke mana-mana, simak artikel ini hingga selesai dan ambil manfaatnya.
Keluar dari Zona Nyaman untuk Mengembangkan Diri
Berbicara mengenai pengembangan diri, tak bisa tidak Anda harus menghubungkannya dengan upaya keluar dari zona nyaman. Satu-satunya cara yang dapat Anda tempuh untuk terus berkembang adalah keluar dari zona nyaman Anda.
Keluar dari zona nyaman berarti beranjak dari tempat Anda berpijak, beranjak dari posisi yang di dalamnya Anda sudah merasa nyaman ke posisi yang tidak familiar bagi Anda dan karenanya penuh ketidakpastian.
Mengapa keluar dari zona nyaman menjadi satu-satunya cara untuk mengembangkan diri?
Ketika Anda mengembangkan diri Anda, Anda beranjak dari keterampilan yang sudah Anda kuasai menuju ke keterampilan yang belum Anda kuasai. Pertumbuhan tidak akan terjadi apabila Anda masih berkutat pada keterampilan lama Anda. Itu artinya, Anda harus keluar dari zona nyaman Anda.
Keluar dari zona nyaman sama persis seperti ketika seorang anak kecil belajar berjalan. Bayangkan anak kecil yang sedang belajar berjalan. Awalnya, ia hanya bisa merangkak. Untuk bisa berjalan, ia harus berhenti merangkak dan berusaha berdiri dan melangkahkan kaki.
Zona nyaman si anak itu adalah merangkak, sedangkan berdiri dan melangkahkan kaki merupakan keterampilan yang di luar zona nyamannya. Untuk tumbuh, untuk mengembangkan skill-nya, ia harus keluar dari zona nyaman itu. Ia harus beranjak dari merangkak ke berdiri dan melangkah.
Sama seperti anak kecil, ketika Anda mengembangkan diri Anda, Anda harus beranjak keluar dari keterampilan lama Anda ke keterampilan baru yang tidak Anda kuasai sebelumnya. Ini artinya, Anda harus berani menghadapi tantangan baru.
Tantangan
Masalahnya, menghadapi tantangan baru bukanlah hal yang mudah. Banyak orang yang takut keluar dari zona nyaman karena mereka melihat tantangan di luar sana sangat berat.
Lantas, bagaimana mengatasinya?
Dalam artikel yang berjudul Keluar dari Zona Nyaman sebagai Kunci Sukses Mengembangkan Diri, penulis menjelaskan, ada dua zona di luar zona nyaman Anda. Zona yang pertama yaitu zona panik. Tantangan di dalam zona ini sungguh di luar batas kemampuan Anda.
Bayangkan Anda tidak bisa berenang dan karenanya ingin belajar keterampilan itu. Ada dua pilihan bagi Anda yakni belajar di kolam renang atau belajar di laut.
Kedalaman kolam renangnya adalah 1,5 m. Sementara itu, kedalaman lautnya adalah 10 meter.
Nah, kira-kira, di mana Anda akan berlatih renang?
Apabila Anda memilih laut dengan kedalaman di atas, artinya Anda memilih zona panik. Berlatih renang di laut dengan kedalaman itu berisiko besar bagi Anda. Bisa-bisa, Anda tenggelam!
Bagaimana agar latihan aman?
Agar latihan aman, Anda perlu masuk ke zona yang kedua, yaitu zona pembelajaran alias learning zone. Dalam contoh di atas, zona pembelajaran Anda adalah kolam renang dengan kedalaman 1,5 m.
Berlatih renang di kolam dengan kedalaman itu relatif aman bagi Anda. Tubuh Anda tidak akan tenggelam ketika belajar di kolam renang itu.
Nah, setelah menyimak conton di atas, Apa kesimpulan yang Anda dapatkan?
Ketika keluar dari zona nyaman untuk mengembangkan diri, pilihlah zona pembelajaran/ learning zone, bukan zona panik.
Mengapa?
Karena, belajar di zona panik membuat Anda frustrasi dan akhirnya menyerah. Dan, mengapa Anda frustrasi? Karena, tantangan di zona itu jaaaaaauh di luar batas kemampuan Anda. Anda tidak akan dapat menaklukkannya kecuali Anda memiliki skill yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan itu.
Sementara itu, belajar di learning zone tidak membuat Anda frustrasi. Sekalipun tantangan di zona itu asing bagi Anda, Anda masih dapat menaklukkannya karena Anda memiliki skill yang dibutuhkan untuk menaklukkan tantangan itu.
Sekarang, pertanyaannya, dari mana Anda tahu bahwa tantangan di luar zona nyaman Anda termasuk kategori learning zone, bukan panic zone/ zona panik? Bagaimana menentukan zona pembelajaran Anda?
Untuk mengetahuinya, mari beranjak ke uraian berikutnya.
Kondisi Flow dan Mengembangkan Diri
Dalam bukunya yang berjudul Flow: The Psychology of Optimal Experience, pakar psikologi Mihaly Csikszentmihalyi memaparkan ide besarnya yang sangat terkenal yaitu flow.
Apa itu flow?
Dalam buku tersebut, Csikszentmihalyi menjelaskan flow merupakan kondisi yang di dalamnya kita terlarut dalam aktivitas yang sedang kita kerjakan. Sangking hanyutnya dalam aktivitas itu, kita bahkan sampai lupa hal lainnya. Kita lupa makan, lupa pada masalah, dan tidak sadar dengan apa yang terjadi di sekitar kita.
Contoh kondisi flow yaitu saat Anda sedang bermain game. Bayangkan Anda sedang asyik bermain game yang menantang.
Di tengah permainan, sadarkah Anda jika ada orang yang berbicara kepada Anda?
Tidak, bukan?
Itu artinya, Anda sedang terlarut dalam permainan itu. Anda dalam kondisi flow.
Lalu, apa hubungannya dengan pengembangan diri?
Ketika Anda memasuki kondisi flow, Anda mencapai sebuah progres dalam proses perkembangan/ proses belajar Anda. Progres ini memberikan pemahaman kepada Anda bahwa Anda harus beranjak ke tantangan yang lebih tinggi.
Berikut ini diagram yang menggambarkan kondisi flow.
Keterangan
Challenge: tingkat tantangan
Skill: tingkat keterampilan
Anxiety: tingkat kecemasan
Boredom: tingkat kebosanan
Low: rendah
High: tinggi
Dalam diagram di atas, ada beberapa kondisi belajar sesuai tingkat tantangan dan tingkat skill-nya.
1. A1: Kondisi ketika tantangan seimbang dengan skill yang Anda kuasai untuk menghadapi tantangan tersebut. Anda memasuki flow dalam kondisi ini.
2. A2: Kondisi ketika tantangan lebih kecil dibanding skill yang Anda kuasai untuk menghadapi tantangan tersebut. Berada dalam kondisi ini membuat Anda bosan.
3. A3: Kondisi A3 yaitu kondisi ketika tantangan lebih besar dibanding skill yang Anda kuasai untuk menghadapi tantangan itu. Berada dalam kondisi ini membuat Anda cemas.
4. A4: Kondisi A4 yaitu kondisi ketika tantangan kembali seimbang dengan skill yang Anda kuasai untuk menghadapi tantangan tersebut. Anda kembali memasuki flow dalam kondisi ini.
Nah, untuk memasuki kondisi flow, untuk mencapai progres dalam belajar Anda, Anda harus melalui kondisi-kondisi di atas.
Bagaimana caranya?
Simak penjelasan berikut.
1. Boredom-Driven Growth
Untuk mengembangkan diri Anda, Anda dapat menggunakan strategi boredom-driven growth.
Caranya, dari A1 Anda beranjak ke A2 dan lalu ke A 4.
Dengan cara ini, pertama-tama, Anda mengembangkan skill Anda sampai taraf tertentu tanpa meningkatkan tantangan Anda (Anda beranjak dari A1 ke A2). Baru setelah Anda merasa sudah SANGAT LIHAI dalam skill tersebut dan bosan dengan tantangan yang ada, Anda dapat beranjak pada tantangan berikutnya (Anda beranjak dari A2 ke A4).
Di sini, rasa bosan itu menjadi pemicu Anda untuk beranjak pada tantangan baru.
Contoh, Anda tidak bisa berenang dan karenanya ingin berlatih keterampilan itu.
Boredom-driven growth dapat Anda terapkan dengan cara: Anda terlebih dulu mempelajari teknik berenang sampai benar-benar paham. Baru, setelah itu, Anda mempraktikkannya di kolam renang.
2. Anxiety-Driven Growth
Selain menggunakan strategi di atas, Anda juga dapat menggunakan strategi anxiety-driven growth.
Caranya, dari A1, Anda beranjak ke A3 dan lalu ke A 4.
Dengan cara ini, Anda memaparkan diri Anda pada tantangan yang lebih besar dibanding skill yang Anda miliki untuk menaklukkan tantangan itu (Anda beranjak dari A1 langsung ke A3).
Kondisi di atas membuat Anda cemas. Tetapi, kecemasan itu masih dalam taraf yang wajar sehingga Anda masih mampu mengatasinya. Justru, kecemasan itu mendorong Anda untuk meningkatkan skill yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan tersebut.
Setelah Anda menguasai skill-nya, Anda pun masuk ke A4 alias kondisi flow. Kondisi ini menunjukkan Anda telah mengalami progres dari titik berangkat Anda (A1).
Contoh, Anda tidak bisa berenang dan karenanya ingin berlatih keterampilan itu.
Anxiety-driven growth dapat Anda terapkan dengan cara: Anda langsung terjun ke kolam renang, tanpa terlebih dulu mempelajari teknik berenang yang benar. Anda belajar sambil berpraktik langsung.
Nah, setelah mengetahui dua strategi di atas, kira-kira, strategi yang mana yang lebih efektif?
Anxiety-Driven Growth lebih Efektif
Menurut pakar psikologi yang sekaligus filusuf Jim Stone, anxiety-driven growth lebih efektif ketimbang boredom-driven growth.
Ada dua alasan mengapa anxiety-driven growth lebih efektif dari strategi yang pertama.
1. Dengan strategi boredom-driven growth, Anda mengembangkan skill sampai taraf yang tinggi tanpa meningkatkan tantangan. Hal itu membuat Anda bosan. Terkadang, kebosanan ini dapat menodorong Anda untuk beranjak ke tantangan berikutnya. Tetapi, seringkali, yang terjadi justru sebaliknya. Kebosanan itu justru menurunkan motivasi Anda. Mengapa? Karena, Anda merasa tidak tertantang.
Sebaliknya, dengan anxiety-driven growth, Anda langsung berhadapan dengan tantangan yang tinggi tanpa skill yang memadai. Hal itu alih-alih menurunkan motivasi Anda justru meningkatkannya. Mengapa? Karena, Anda merasa tertantang.
2. Dengan boredom-driven growth, Anda belajar dua kali. Pertama, Anda belajar teknik terlebih dulu. Baru, setelah menguasai tekniknya, Anda mempraktikkannya. Ini sangat memakan waktu!
Sebaliknya, dengan anxiety-driven growth, Anda belajar cukup sekali. Anda mempelajari teknik sembari sekaligus mempraktikkannya. Dengan cara ini, Anda lebih hemat waktu.
Kesimpulan
Setelah menyimak uraian di atas, bagaimana menurut Anda? Mengembangkan diri bukanlah hal yang sulit jika Anda tahu rahasianya.
Apa rahasianya?
Keluar dari zona nyaman Anda! Dan, agar Anda tidak frustasi saat mempelajari hal baru, pilihlah zona pemebelajaran alias learning zone. Goal yang realistis berada di zona itu.
Ada dua kondisi yang termasuk dalam learning zone, yaitu anxiety-driven growth dan boredom-driven growth. Untuk hasil yang cepat dan maksimal, terapkan strategi anxiety-driven growth dalam latihan Anda. Strategi itu memacu adrenalin Anda untuk menaklukkan tantangan yang ada. Rasakan sensasi kenikmatan yang luar biasa saat Anda berlatih dengan strategi anxiety-driven growth. Sensasi itu mendorong Anda untuk terus meningkatkan skill dan tantangan Anda.
Bagaimana? Mudah, bukan?
Akhir kata, jangan ragu untuk men-share artikel ini kepada teman-teman Anda!
Sumber:
psychologytoday.com
Flow: The Psychology of Optimal Experience, karya Mihaly Csikszentmihalyi
Baca juga:
Pengembangan Diri: Cara Praktis Menjadi Sukses
6 Sikap Pendukung yang Harus Anda Miliki untuk Menguasai Skill Apapun
3 Alasan Penting Mengapa Anda Perlu Mengambil Risiko Lebih Banyak
Menghilangkan Rasa Takut terhadap Tantangan dengan Teknik Afirmasi
[…] mekanisme di atas, saat Anda sedang membaca buku, katakanlah Anda sedang membaca buku bertema pengembangan diri, maka pikiran sadar Andalah yang membaca buku tersebut. Atau, dalam kata lain, menyerap informasi […]