Benner-1.png

 

Anda merupakan orang yang sukses secara finansial. Karir Anda melejit, kebutuhan hidup Anda tercukupi, bahkan Anda menjadi tulang punggung bagi keluarga besar Anda.

Bukan hanya itu, Anda juga menyandang gelar akademis yang membanggakan. Di dalam lingkungan Anda, Anda dikenal sebagai orang yang cerdas, lulusan perguruan tinggi terkenal di luar negeri, kerja di perusahaan multinasional terkemuka, dan menduduki posisi penting di perusahaan itu.

Bagi orang-orang di lingkungan Anda, Anda merupakan sosok yang patut diteladani karena kehebatan Anda. Dan, Anda pun tidak memungkiri bahwa kehidupan Anda telah sempurna.

Namun demikian, sebenarnya, di dalam lubuk hati Anda yang paling dalam, Anda masihlah belum bahagia. Anda masih belum merasa hidup Anda sempurna. Anda sering dilanda stres lantaran cemas terhadap kehidupan Anda sendiri.

Sebenarnya, apa yang terjadi di dalam kehidupan Anda? Rumah tangga Anda baik-baik saja, lho. Hubungan Anda dengan pasangan bahkan bisa dibilang sangat harmonis. Keluarga besar Anda menggantungkan hidup kepada Anda. Anda menjadi pemimpin bagi mereka. Jadi, apa yang kurang?

Well, mungkin jawabannya, Anda kurang memiliki kemandirian emosional! Ini artinya, kebahagiaan hidup Anda bukan ditentukan oleh diri Anda sendiri, melainkan oleh orang lain. Anda berpikir bahwa Anda akan bahagia jika dan hanya jika Anda memiliki prestasi yang bisa Anda banggakan, pasangan hidup yang baik dan penuh kasih sayang, dan teman dan keluarga yang mengelu-elukan kesempurnaan hidup Anda.

Tidak memiliki kemandirian emosional bisa menjadi salah satu penyebab seseorang tidak bahagia dalam hidupnya. Hal ini dikarenakan, ia tidak pernah puas dengan dirinya sendiri. Ia selalu ingin terlihat sempurna di mata orang lain. Ia selalu berusaha membuat dirinya bahagia lewat penilaian orang lain terhadapnya. Saat ia menjalin hubungan dengan orang lain, misalnya hubungan percintaan, ia berpikir bahwa dengan kehadiran orang lain dalam hidupnya, ia akan bahagia.

Singkatnya, orang yang tidak memiliki kemandirian emosional menganggap bahwa tugas untuk membuatnya bahagia merupakan tugas orang lain, bukan tugasnya sendiri.

Masalahnya, nasib tidak selalu berpihak kepada kita. Terkadang, entah bagaimana kehidupan rumah tangga kita menemui kegoncangan. Tak jarang kehidupan sosial kita penuh dengan pertengkaran. Demikian juga dengan karir kita, kadang membaik, tapi tak jarang pula menurun.

Kemandirian emosional merupakan mindset sukses yang sangat diperlukan, terlebih manakala nasib tidak berpihak kepada kita. Paling tidak, ia bisa menjadi senjata bagi kita untuk tetap tegar dan bertahan.

Bagi orang yang tidak memiliki mindset sukses ini, nasib buruk merupakan bencana yang saaaaangat menyedihkan. Dengan tidak memiliki kemandirian emosional, orang yang mengalami nasib buruk akan merasa puluhan kali lebih nelangsa dari kesengsaraan yang sebenarnya. Saat nasib berpihak kepadanya saja, ia masih terus menerus merasa tidak bahagia, apalagi saat nasib tidak berpihak kepadanya?

Nah, jika benar Anda masih belum merasa bahagia padahal menurut Anda dan lingkungan Anda, kehidupan Anda sudah sempurna, luangkanlah waktu sejenak untuk membaca tulisan ini. Ada apa di dalam tulisan ini? Di dalam tulisan ini, penulis akan membahas tanda-tanda seseorang tidak memiliki mindset mandiri secara emosional. Selain itu, penulis juga akan berbagi cara memiliki mindset sukses itu. Semoga tulisan ini membantu Anda menjadi pribadi yang mandiri dan bahagia.

Tanda-Tanda Seseorang Tidak Memiliki Kemandirian Emosional

Berikut ini tanda-tanda seseorang tidak memiliki mindset mandiri secara emosional. Jika tanda-tanda ini ada pada diri Anda, kemungkinan besar Anda tidak memiliki mindset mandiri secara emosional. Anda perlu menumbuhkan midset sukses tersebut demi kebahagiaan hidup Anda.

1. Mencari pasangan hidup untuk membuat diri sendiri bahagia

Sebagaimana disebutkan di atas, orang yang tidak memiliki kemandirian emosional senantiasa menggantungkan kebahagiaannya kepada orang lain. Dalam menjalin hubungan percintaan, ketiadaan mindset ini mewujud dalam ketergantungannya terhadap pasangan.

Ia senantiasa menganggap bahwa ia tidak akan hidup bahagia manakala ia tidak memiliki pasangan hidup. Lebih-lebih, ia berpikir bahwa hidupnya akan hancur manakala ia kehilangan pasangan hidupnya. Ia senantiasa membutuhkan kasih sayang dari pasangannya, dan berpikir bahwa manakala pasangannya meninggalkannya, maka tidak ada orang yang bisa mengasihani dirinya. Ia akan menjadi orang yang tak terawat dan kurang kasih sayang.

Padahal, hubungan yang sehat adalah hubungan yang lebih banyak memberi dan sedikit menerima. Nah, bagi orang yang tidak memiliki kemandirian emosional, dalam percintaan, mereka lebih banyak menerima daripada memberi. Mereka menyandarkan kebahagiaannya kepada pasangan hidupnya.

Soundtrack kehidupan mereka adalah lagu-lagu cengeng jaman sekarang, yang selalu mendendangkan, “Aku tidak dapat hidup tanpamu.”

2. Tidak merasa nyaman dengan kesendirian

Orang yang tidak memiliki kemandirian emosional senantiasa merasa bahwa kesendirian merupakan keadaan yang menyedihkan. Manakala mereka dijauhi oleh teman atau pasangan, mereka akan merasa sangat nelangsa. Mereka merasa bahwa hidup mereka sangat menyedihkan tanpa kehadiran orang lain yang peduli terhadapnya.

3. Secara dramatis merasa terganggu dan terluka manakala orang lain tidak memenuhi egonya

Ciri-ciri lain orang yang tidak memiliki kemandirian emosional yaitu kebahagiaannya tergantung pada penilaian orang lain atau lingkungan terhadapnya. Sebagai contoh, apabila di dalam lingkungannya ia dikenal sebagai seorang jutawan, maka ia akan malu manakala ia tidak mampu memiliki apa yang tetangganya sanggup miliki. Ia juga akan malu manakala jabatannya di perusahaan kalah prestis dengan jabatan tetangganya.

Dalam lingkungan keluarga, ia senantiasa menjaga nama baik keluarganya. Manakala nama keluarganya tercoreng oleh ulah salah satu anggota keluarga, maka ia akan sangat malu menghadapi kenyataan itu. Ia akan murka dan marah terhadap anggota keluarganya. Ia juga akan stres karena terpaksa menanggung malu di hadapan lingkungan (Padahal, belum tentu anggota keluarga itu bersalah. Bisa jadi, dia hanya tidak mau mengikuti aturan dan kebudayaan lingkungan yang tidak sesuai dengan dirinya).

Orang-orang seperti ini banyak kita jumpai di dalam sinetron-sinetron yang tayang di televisi. Mereka, karena tidak memiliki kemandirian emosional, kebahagiaannya didikte oleh penilaian lingkungan, penilaian tetanggnya terhadap diri mereka.

Nah, demikian tanda-tanda orang yang tidak memiliki kemandirian emosional. Sebenarnya, masih banyak tanda-tanda lain yang mengindikasikan seseorang tidak memiliki kemandirian emosional. Tetapi, yang pasti, mereka yang tidak memiliki mindset sukses itu senantiasa menggantungkan kebahagiaannya kepada orang lain.

Perlu dipahami bahwa tidak memiliki kemandirian emosional bukan berarti kita orang yang buruk, bahwa pribadi kita tidak sempurna. Bukan. Yang penulis tekankan dalam tulisan ini yaitu bahwa kemandirian emosional merupakan salah satu mindset sukses yang perlu kita miliki. Hal ini dikarenakan, mindset itu membantu kita merubah pandangan hidup kita. Ia membantu kita menjalin hubungan yang sehat dengan orang lain serta membantu kita meraih kebahagiaan, tanpa bergantung pada orang lain.

Lantas, bagaimana dengan Anda? Apakah tanda-tanda di atas ada pada diri Anda? Jika iya, langsung saja kita simak cara menumbuhkan kemandirian emosional berikut ini.

1. Selesaikan masalah dengan mandiri

Belajarlah untuk menyelesaikan masalah Anda sendiri tanpa bantuan orang lain. Hal ini untuk melatih Anda terbiasa mengandalkan kemampuan Anda sendiri.

Jika Anda bosan, carilah cara supaya rasa bosan itu hilang. Cobalah untuk tidak mengharap bantuan orang lain untuk melenyapkan kesuntukan Anda. Jangan hubungi teman Anda untuk hang out bareng, misalnya, untuk mengusir kesuntukan Anda.

Jika hati Anda terluka, sembuhkan ia dengan cara Anda sendiri. Jangan berharap orang lain akan datang menyembuhkan sakit hati Anda, sekali pun orang itu adalah orang yang telah membuat Anda terluka.

Tanamkan di dalam diri Anda bahwa kesembuhan luka batin Anda tergantung pada diri Anda sendiri, bukan tergantung pada orang lain.

Saat Anda menyadari Anda memiliki kemampuan menyelesaikan masalah Anda sendiri, Anda akan berhenti menggantungkan kehidupan Anda kepada orang lain. Saat itu, kemandirian emosional pun mulai tumbuh di dalam diri Anda.

2. Pikul tanggung jawab

Tanamkan di dalam diri Anda bahwa orang yang paling bertanggung jawab terhadap kebahagiaan Anda adalah diri Anda sendiri. Dengan pola pikir ini, saat Anda terluka karena ulah orang lain, Anda akan lebih mudah move on alias melanjutkan hidup. Tidak terlalu lama Anda terpuruk karena luka tersebut.

Periksa kembali koleksi lagu Anda. Jika awalnya, Anda suka lagu-lagu yang bertemakan patah hati, gantilah koleksi lagu Anda dengan lagu-lagu yang bertemakan kemandirian dan kebebasan.

Percaya atau tidak, mendengarkan lagu-lagu tertentu dapat memengaruhi emosi dan perasaan Anda. Saat Anda terluka, lantas Anda mendengar lagu tentang patah hati, maka hati Anda pun akan semakin sakit. Oleh karena itu, anda membutuhkan lagu-lagu bertema kemandirian dan kemenangan untuk mengurangi rasa sakit hati itu.

Tanamkan di dalam diri Anda semboyan ini: “Biarkan anjing menggonggong. Kafilah tetap berlalu.”

Anda adalah apa adanya Anda, bukan apa yang orang lain pikir tentang Anda.

3. Bersyukur

Terkadang, kita menjadi orang yang serba kekurangan lantaran kita ingin terlihat sempurna di mata orang lain. Kita ingin menjadi orang yang cerdas dan berpendidikan tinggi, kaya raya, dan memiliki jabatan yang prestisius.

Hal ini, alih-alih memotivasi kita untuk lebih maju, seringkali justru membuat kita kurang bersyukur. Terutama manakala kita tidak pernah puas dengan apa yang kita miliki.

Mungkin, kita sudah memiliki gelar akademis yang luar biasa, tetapi gelar akademis teman atau tetangga kita ternyata jauh lebih unggul. Kita pun lantas merasa kurang sempurna.

Mungkin juga, kemampuan finansial kita sudah berada di atas rata-rata orang, tetapi melihat tetangga kita jauh lebih mapan dan berpengaruh membuat kita minder bergaul di lingkungan kita.

Semua itu membuat kita sakit hati dan tertekan, bukan? Kita akan terus menerus dihantui rasa tidak puas terhadap diri kita sendiri.

Nah, untuk melenyapkan pola pikir seperti di atas, sering-seringlah bersyukur. Syukuri apa yang sudah kita miliki. Jangan lihat ke atas, tetapi lihatlah ke bawah. Masih banyak orang yang tidak seberuntung kita.

Daripada menghabiskan waktu kita untuk menyesali “ketidaksempurnaan” kita lebih baik membantu mereka yang kekurangan.

Dengan begitu, kebahagiaan Anda tidak lagi bergantung pada ketakutan Anda akan penilaian orang lain terhadap diri Anda. Bagaimana pun penilaian orang lain terhadap diri Anda, hal itu tidak memengaruhi kebahagiaan Anda.

4. Nikmati kesendirian

Salah satu cara untuk menumbuhkan kemandirian emosional adalah berada di dalam kesendirian. Banyak orang merasa hidupnya nelangsa manakala tidak ada seorang pun yang menemaninya, yang peduli padanya.

Padahal, tidak selalu orang lain dapat menemani kita. Orang lain senantiasa datang dan pergi untuk urusan mereka sendiri. Bukan hanya orang lain yang demikian, anak kita sendiri pun, jika sudah waktunya, ia akan meninggalkan kita untuk kebahagiaan mereka sendiri.

Nah, kemandirian Anda teruji manakala Anda berada dalam kesendirian. Sendiri berarti tidak ada orang lain yang dapat menjadi sandaran hidup kita, di mana kita menggantungkan kebahagiaan kita kepadanya.

Oleh karena itu, latihlah diri Anda untuk menikmati kesendirian. Ingatlah selalu bahwa orang lain hidup bukan untuk diri Anda. Mereka lahir di dunia untuk kebahagiaan mereka sendiri. Begitu pun dengan Anda.

5. Jadilah Diri Sendiri

Terakhir, jadilah diri sendiri. Hal ini berarti, hidup Anda tidak didikte oleh orang lain, tidak pula oleh lingkungan di mana Anda hidup.

Terkadang, apa yang kita yakini tidak sesuai dengan keyakinan dan kebudayaan yang berlaku di dalam lingkungan kita. Sebagai contoh, keyakinan agama dan pandangan politik. Jika kita tumbuh di dalam keluarga yang menganut keyakinan A, maka kemungkinan besar keyakinan kita pun akan mengikuti keyakinan orangtua kita. Demikian juga dengan pandangan politik kita.

Nah, saat Anda menginjak usia dewasa, merupakan keputusan Anda sepenuhnya untuk memilih jalan hidup Anda sendiri. Ini artinya, Anda bebas memilih keyakinan Anda sendiri. Anda bebas memiliki pandangan politik Anda sendiri.

Jangan biarkan orang lain mendikte Anda dalam keyakinan-keyakinan Anda. Tanamkan pikiran bahwa keyakinan hidup Anda, jalan hidup Anda adalah sepenuhnya hak Anda, bukan hak orang lain.

Depresi atau pun stres seringkali muncul manakala kita tidak menjadi diri kita sendiri. Kita memaksakan diri untuk menjadi apa yang lingkungan atau keluarga mau. Kita hidup di dalam kepura-puraan. Selain itu, kita terus menerus menyalahkan diri kita sendiri atas keinginan-keinginan kita. Semakin kita merasa bersalah, semakin kita berpura-pura. Nah, itulah mengapa kita stres dan depresi.

Kesimpulan

Demikianlah beberapa cara yang dapat Anda terapkan untuk menumbuhkan kemandirian emosional. Seperti yang telah penulis sampaikan di atas, kemandirian emosional merupakan mindset penting yang membantu Anda menemukan kebahagiaan Anda.

Landasan dari pola pikir ini yaitu bahwa satu-satunya orang yang paling bertanggung jawab terhadap kebahagiaan kita adalah diri kita sendiri. Dengan mindset ini, kita tidak akan mudah terluka oleh perbuatan orang lain. Kita juga tidak lagi mempedulikan penilaian orang lain terhadap diri kita yang seringkali menjatuhkan harga diri kita.

Satu hal yang harus kita ingat agar mindset ini tetap melekat di dalam diri kita yaitu, orang lain terlahir di dunia bukan untuk kebahagiaan kita. Mereka lahir di dunia untuk kebahagiaan mereka sendiri. Demikian juga dengan diri kita. Kita terlahir di dunia untuk kebahagiaan kita sendiri. Masing-masing orang memiliki kebahagiaan mereka sendiri-sendiri. Jadi, jangan menggantungkan kebahagiaan kita kepada orang lain.

Nah, sekarang, sudahkah Anda memiliki kemandirian emosional? Sudahkah Anda bahagia karena diri Anda sendiri?

Baca juga:

Cara Meningkatkan Konsentrasi saat Bekerja

Stop Budaya Perfeksionis: Cara Ampuh Melejitkan Produktivitas Kerja Karyawan

3 Cara Dahsyat Melenyapkan Kebiasaan Menunda-Nunda Pekerjaan

Benner-1.png

 

Rina Ulwia
 

Rina Ulwia mulai terjun ke dunia penulisan semenjak lulus pendidikan S1 di salah satu perguruan tinggi Islam di Jawa Tengah. Ketertarikannya dengan dunia tulis-menulis bermula ketika ia menjadi editor di salah satu penerbit buku pendidikan terkemuka di Indonesia. Semenjak itu, ia aktif menuangkan ide ke dalam tulisan. Perempuan yang hobi membaca buku ini menaruh minat pada semua bidang. Ia suka berdikusi mengenai berbagai topik. Dari filsafat hingga musik, dari ekonomi hingga sastra, semua ia diskusikan di sela-sela kesibukan kerja. Memiliki banyak pengalaman yang menguji aspek psikis dan psikologisnya membuat perempuan kelahiran 1985 ini menaruh perhatian besar pada dunia pengembangan diri. Ia bergabung dengan Aquarius Resources, event organizer yang bergerak di bidang reedukasi pengembangan diri sebagai creative writer. Baginya, berkecimpung di dunia pengembangan diri memberikan banyak manfaat. Selain dapat mengembangkan diri, ia juga dapat membantu orang lain lewat tulisan-tulisannya.

  • […] yang memusatkan hidupnya pada cinta/pasangan menjadi tergantung secara emosial terhadap cinta sang pasangan. Kebahagiaan dan kesedihannya tergantung pada sikap pasangannya. […]

  • >