6 Cara Membuat Perasaan Lebih Baik Di Situasi Buruk Pada Eksekutif Muda

Setiap orang yang bekerja memiliki kesempatan besar untuk bertumbuh dan berkembang menjadi yang terbaik di bidangnya. Kesempatan yang ada muncul sering kali tidak dalam bentuk yang mereka harapakan. Masalah dan situasi buruk adalah dua bentuk cara untuk mengingkatkan diri sendiri.

Sayangnya, saat mereka menghadapi salah satu atau kedua kondisi tersebut, banyak dari mereka yang menganggap sebagai satu cobaan yang berat yang menguras banyak perhatian, pemikiran dan energi untuk mengatasi kondisi tersebut. Belum lagi mereka harus mengurus masalah lain yang tidak kalah penting.

Perasaan negatif adalah tanda yang paling mencolok dan mudah kita lihat saat menghadapi kedua kondisi di atas. Tentunya, perasaan ini sangat menggangu sekali, mulai dari menurunnya produkivitas kerja, komunikasi dengan rekan kerja, penilaian yang sering kali salah terhadap sesuatu hal, mudah meledak dan masih banyak efek lain yang bisa kita dapatkan.

Jika terus berada dalam kondisi ini dalam waktu yang lama, cepat atau lambat kondisi kesehatan kita juga akan terganggu. Bukan hanya itu, merasakan perasaan negatif dalam waktu singkat juga sangat menyebalkan, bukan?

Terlepas dari efek buruk yang kita bisa dapatkan seperti yang telah dijelaskan di atas, kondisi ini tentu bisa diperbaiki jika mengetahui cara untuk mengubah emosi negatif yang dirasakan menjadi emosi positif, atau paling tidak merasa lebih baikkan lah.

Ada 6 cara yang bisa digunakan untuk mengubah suasana hati yang buruk menjadi lebih baik saat seseorang berada di situasi yang buruk. Mari kita bahas satu per satu:

businessman hand write message in note

1. Menulis

Jika Anda tidak memiliki teman untuk berbagi di situasi yang buruk atau merasa kurang percaya dengan teman yang ada di sekitar Anda, maka menulis adalah solusi yang paling tepat.

Menulis memberikan pengaruh yang sangat besar untuk “mengurai” emosi negatif menjadi lebih netral. Perasaan marah, kesal, benci, beserta dengan emosi-emosi lainnya akan lebih terasa ringain saat menulisakan semua perasaan dan pemikiran yang kita rasakan.

Kesuksesan teknik ini ditentukan oleh media tulis yang kita gunakan. Menulis secara langsung di atas kertas akan berbeda hasilnya jika mengetik di komputer atau tablet.

Kenapa harus ditulis di atas kertas?

Karena sebenarnya proses menulis adalah kerja pikiran. Bukan kerja tubuh. Saat tangan menggerakkan pena maka otak memerintakah saraf tertentu untuk bekerja menggerakan jari, mengukir dan menyambungkan garis yang terbentuk menjadi huruf dan kata.

Jadi saat otak memberi perintah ke saraf untuk menulis maka saat itu juga pikiran sedang melepaskan emosi negatif yang dirasakan. Jadi jangan heran saat semua unek-unek Anda keluar, Anda merasa lebih nyaman dan bisa melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda.

Untuk benar-benar merasakan manfaat besar dari cara ini, Anda wajib menulis saat memiliki atau dikuasai oleh emosi negatif. Bahkan sering terjadi, saat Anda menulis di atas keratas, bukan hanya suasana hati Anda yang berubah, melainkan ide atau solusi akan datang dengan sendirinya tanpa Anda sadari untuk mengatasi masalah yang ada.

2. Visualisasi

Misalkan Anda berada pada situasi yang kurang tepat, di mana atasan Anda telah menunggu hasil kerjaan Anda yang ia minta kemarin. Kondisi ini tentu akan membuat Anda was-was karena terdesak untuk menyelesaikan pekerjaan lebih cepat.

Bukannya bisa bekerja lebih cepat, bahkan pekerjaan menjadi tidak maksimal karena merasa tertekan dan panik. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan melakukan visualisai.

Memvisualisasikan pengalaman sukses Anda, pengalaman yang membuat Anda merasa senang, merasa mampu, berharga, bahagia dan perasaan positif lainnya.

Saat Anda merasakan perasaan positif ini, seketika itu perasaan cemas, panik dan takut pada atasan akan mulai tergantikan perlahan dengan emosi positif yang terikat di pengalaman masa lalu Anda.

Untuk itu, dibutuhkan niat besar dan latihan serta disiplin untuk mendapatkan efek positif dari cara ini. Satu catatan penting yang harus Anda ketahui, jangan melawan emosi negatif yang Anda rasakan. Terima dan biarkan ia berlalu dengan sendirinya.

3. “Bernafalah”

Saat berada dalam kondisi buruk, cara lain yang bisa Anda gunakan adalah dengan menarik nafas yang dalam dan panjang. Lakukan ini selama tiga kali. Saat menarik nafas, fokuslah pada nafas yang masuk dan nafas yang keluar melalui hidung Anda.

Saat Anda menarik nafas dalam-dalam, maka akan banya oksigen yang masuk ke otak. Ini sangat baik untuk menyeimbangkan sirkulasi saraf yang ada di otak. Saat otak menyeimbangkan saraf di otak, maka tubuh juga akan melakukan yang sama tanpa Anda sadari.

Perhatikan energi yang masuk ke dalam tubuh Anda melalui udara yang Anda hidup. Ini akan mengubah kondisi emosi Anda. Emosi negatif yang Anda rasakan akan lebih terasa ringan.

4. Meditasi

Meditasi menjadi satu solusi yang sangat tepat untuk menenangkan perasaan. Keberhasilan teknik ini terletak dari niat yang kuat untuk menenangkan diri. Dibutuhkan latihan dan disiplin untuk mendapatkan hasil maksimal dalam mengubah perasaan negatif yang dirasakan.

Banyak orang tidak menggunakan meditasi untuk mengubah suasa hati mereka, dikarenakan pikiran yang saling beradu jotos di dalam kepala mereka. Tentu pikiran yang membuat perasaan negatif akan selalu menang.

Tugas kita saat melakukan meditasi adalah mendengarkan suara keras yang berdengung di kepala kita. Ya, hanya mendengarkan dan menyadari. Bukan menganalisa atau terhanyut di dalamnya. Jika kita ikut terhanyut maka akan sulit mengendalikan perasaan negatif, bahkan perasaan itu juga akan semakin kuat mengikat diri kita.

Bukan hanya untuk mengubah perasaan, meditasi juga memberi manfaat lain seperti mendapatkan ide atau solusi untuk mengatasi masalah yang sedang kita hadapi.

Sudut Pandang

5. Melihat Masalah Dari Sudut Pandang Orang Lain

Kebanyakan masalah yang kita hadapi terjadi akibat persepsi kita sendiri. Kita merasa atasan atau bos sedang marah kepada kita karena tugas yang belum bisa diserahkan kepadanya, yang ia tunjukkan melalui bahasa tubuh dan raut muka yang masam.

Apa yang atasan rasakan bisa benar, bisa juga tidak. Benar jika ia merasakan dan mengungkapkannya secara langsung kepada kita atau orang lain. Uniknya, yang kita pikirkan sering kali salah.

Bisa saja ekspresi mukanya yang masam diakibatkan karena masalah lain seperti: ikan arwananya salah makan, burung kesayangnya yang dicuri orang lain, anak yang berulah di sekolah, anak yang terjebak di pergaulan yang salah dan alasan-alasan lain yang kita tidak tahu.

Dengan melihat kondisi buruk dari sudut pandang orang lain, maka ini akan sangat membantu menjaga perasaan tetap tenang.

6. Melakukan Sesuatu Yang Baru

Pikiran kita sangat suka belajar dan melakukan hal baru. Jika Anda jarang baca buku, maka saat melakukan aktivitas tersebut, pikiran akan sangat menikmati hal baru yang Anda lakukan. Meskipun secara sadar, kita tidak suka atau tertarik terhadapnya.

Jika hanya melakukan hal yang sama untuk waktu yang lama, pikiran akan merasa bosan. Saraf-saraf di otak akan melemah kemampuanya karena tidak mendapat stimulus baru dari luar.

Sering kali efek dari kondisi ini membuat seseorang mudah merasa lelah, bosan, malas yang membuat mereka mudah terjebak kepada perasaan negatif.

Belajarlah dan lakukan sesuatu hal baru yang ingin Anda lakukan. Terutama dalam membaca buku untuk kemajuan diri Anda.

Dengan membaca buku, secara tidak sadar pikiran Anda bisa belajar lebih banyak. Apalagi jika dilakukan dengan cara yang berbeda dari yang kita ketahui selama ini.

Inilah cara yang bisa Anda gunakan untuk mengubah perasaan negatif menjadi perasaan positif atau untuk merasa lebih baikan.

Pembaca, cara apa yang Anda gunakan untuk menenangkan diri. Saya ingin mendengan pendapat Anda. Silahkan berikan komentar Anda di bawah ini

produktivitas kerja karyawanan

Stop Budaya Perfeksionis: Cara Ampuh Melejitkan Produktivitas Kerja Karyawan

Sebagai seorang wirausahawan, Anda membawahi sejumlah karyawan yang bekerja di perusahaan Anda. Nah, apa kendala yang Anda hadapi terkait dengan organisasi perusahaan Anda?

Wah, tim saya kurang solid. Mereka sukar diajak bekerja sama. Inisiatif juga kurang,” begitu jawab Anda.

Apa kira-kira yang membuat mereka seperti itu?

Mereka suka ngeluh dan menyalahkan satu sama lain kalau ada masalah.”

Ooo, begitu?

Memang, budaya mengeluh dan saling menyalahkan merupakan budaya yang saaaangat destruktif. Budaya ini menghambat kreativitas dan inisiatif orang.

Saat mengeluh, orang jadi lebih berfokus pada hambatan. Dan, karena saking fokusnya pada hambatan, ia tidak bisa melihat peluang di depan matanya. Hal itu, pada gilirannya, membuatnya patah arang. Bagaimana ia bisa memecahkan masalah jika yang dilihat di depan matanya hanyalah hambatan? Begitu kira-kira penjelasannya.

Budaya Suka Mengeluh dan Penyebabnya

Akar dari kebudayaan suka mengeluh, menurut banyak orang yaitu ketidakmandirian emosional, di mana ketidakmandirian itu mendorong mereka menaruh tanggung jawab di pundak orang lain, bukan pada diri sendiri. Jadi, saat mereka melakukan kesalahan, mereka menuding orang lain sebagai pihak penanggung jawab, bukan menunjuk diri mereka sendiri.

Selain itu, ada juga yang mengatakan budaya itu berakar dari sifat kepengecutan.

Tetapi, benarkah demikian yang terjadi? Benarkah orang suka mengeluh dan menyalahkan pihak lain lantaran memiliki sifat pengecut?

Dalam sebuah artikel yang termuat di situs psychologytoday.com, Steven Stosny, pakar psikologi yang mengajar di Universitas Maryland, menjelaskan bahwa mengeluh, menyalahkan orang lain, dan memposisikan diri sebagai korban merupakan bentuk pertahanan diri. Seseorang mengeluh, menyalahkan pihak lain, dan mengasihani diri sendiri agar dapat diterima oleh lingkungan dan untuk menghindari hukuman.

Menyalahkan orang lain dan memposisikan diri sebagai victim merupakan upaya untuk menutupi kesalahan. Kita takut kalau-kalau orang lain kecewa, marah, menghukum, dan mengucilkan kita manakala mereka tahu kita berbuat salah. Maka dari itu, kita menuding pihak lain sebagai biang kerok kesalahan kita.

Bagaimana dengan Karyawan Anda?

Jika benar tujuan orang mengeluh adalah agar terhidar dari penolakan dan hukuman, lantas apakah itu artinya karyawan Anda gemar mengeluh dan menyalahkan orang lain sebagai upaya untuk menghindar dari hukuman dan penolakan?

Yup! Itu jawabannya. Karyawan Anda mengeluh, menyalahkan orang lain, dan gemar memposisikan diri sendiri sebagai victim lantaran takut kalau-kalau Anda marah dan kecewa manakala Anda tahu ia berbuat salah. Jadi, problemnya adalah probelm penolakan. Mereka takut ditolak kalau-kalau orang lain tahu mereka berbuat salah.

Perfeksionisme, Takut Salah, dan Produktivitas Kerja Karyawan

Nah, sekarang, apa yang membuat mereka takut berbuat salah?

Jawabannya, karena budaya perfeksionisme yang berlaku di perusahaan Anda.

Lho, bukannya budaya perfeksionis itu bagus? Karyawan jadi lebih tekun kerja dan lebih berhati-hati?”

Sekilas, tampak tak masuk akal mengkritik budaya perfeksionisme yang diterpakan di dalam perusahaan. Karena, setiap orang tahu bahwa perfeksionisme membawa dampak yang baik bagi kemajuan perusahaan. Menerapkan standar kesempurnaan yang tinggi mendorong karyawan untuk lebih giat mencapai tujuan.

produktivitas kerja karyawanan

Yup, memang benar, di satu sisi, perfeksionisme memotivasi karyawan untuk lebih giat bekerja. Tetapi, di sisi lain, ia dapat membawa dampak buruk bagi perusahaan Anda.

Apa dampak buruk itu?

Menurunnya produktivitas!

Mengapa bisa demikian?

Secara tak sadar, perfeksionisme membuat karyawan Anda takut untuk berbuat salah. Nah, rasa takut berbuat salah itu mendorong mereka untuk mencari kambing hitam atas kesalahan yang mereka perbuat. Selain itu, rasa takut berbuat salah mendorong mereka untuk memposisikan diri mereka sebagai korban agar dapat dimaklumi kesalahannya.

Begitu kira-kira penjelasannya.

Masa, sih? Saya masih ragu.”

Okelah kalau begitu, untuk meyakinkan Anda, mari simak dua ilustrasi berikut ini.

Ilustrasi pertama:

Bayangkan Anda menerapkan budaya perfeksionisme dalam perusaahaan Anda. Anda menetapkan standar pencapaian yang sempurna. Jika karyawan mampu mencapai yang terbaik, Anda siapkan penghargaan untuk mereka. Sebaliknya, jika mereka gagal atau berbuat salah, maka posisi mereka terancam.

Dengan budaya seperti itu, karyawan terpacu untuk bekerja keras, tekun, dan jauh lebih hati-hati. Tujuannya, untuk menghindari kesalahan dan kegagalan.

Tetapi, sekali mereka menjumpai masalah, apa yang terjadi? Yang terjadi, mereka mencari kambing hitam dan pembenaran. Dengan begitu, mereka dapat menutupi kesalahan mereka. Mereka dapat menyembunyikan kesalahan yang menimbulkan masalah.

Lalu, kalau sudah begitu? Kalau sudah begitu, kesalahan tersembunyi rapat. Tak ada yang tahu bagaimana awal mulanya hingga timbul masalah itu. Dan, jika sudah begitu, maka masalah tak teratasi. Bagaimana ia teratasi jika tak ada yang tahu penyebab masalah itu?

Yang Anda tahu, tahu-tahu masalah itu semakin rumit dan parah.

Nah, sebagaimana ilustrasi di atas, budaya perfeksionisme hanya membawa sedikit dampak positif bagi perusahaan. Karyawan terpacu bekerja lebih giat dan lebih berhati-hati untuk menghindari kesalahan. Tetapi, sekali berbuat salah, mereka akan mengacaukan semuanya. Alih-alih meningkatkan produktivitas kerja karyawan, perfeksionisme justru menurunkan produktivitas mereka.

Sekarang, coba Anda simak ilustrasi kedua, ketika Anda TIDAK menerapkan budaya perfeksionisme dalam perusahaan Anda, ketika Anda memberi kesempatan kepada karyawan Anda untuk berbuat salah dan belajar dari kesalahan.

Ilustrasi kedua:

Bayangkan Anda TIDAK menerapkan budaya perfeksionisme di perusahaan Anda. Sebaliknya, Anda memberi kesempatan kepada karyawan Anda untuk berbuat salah dan memperbaikinya.

Bayangkan, apa yang akan terjadi?

Mereka akan bekerja dengan tenang, emosi stabil, dan terhindar dari rasa tertekan, meskipun mungkin motivasi kerja mereka biasa saja. Yang terpenting, ketika melakukan kesalahan, mereka berani mengakuinya.

Itu yang terpenting.

Mengapa?

Dengan begitu, Anda tahu telah terjadi kesalahan dalam sistem Anda. Kesalahan itu bisa saja memengaruhi keseluruhan aspek di perusahaan Anda.

Nah, dengan mengetahui adanya kesalahan atau masalah, maka Anda pun dapat dengan segera memperbaiki kesalahan itu atau menyelesaikan masalah yang ada. Dengan karyawan mengakui kesahalannya, Anda tahu penyebab masalah yang timbul di dalam perusaahaan Anda (yang tak lain adalah kesalahan karyawan Anda). Dengan begitu, Anda tahu bagaimana menyelesaikan masalah itu. Anda dapat mengarahkan karyawan Anda untuk menyelesaikan masalah itu, untuk memperbaiki kesalahannya.

Dari ilsurtasi di atas, Anda tahu, bukan, bahwa menyetop budaya perfeksionisme membawa dampak positif jangka panjang bagi perusahaan Anda. Meskipun motivasi kerja karyawan tampak biasa saja, tetapi yang terpenting mereka tahu apa yang harus mereka lakukan ketika terjadi masalah atau mereka melakukan kesalahan. Dan, ketika mereka tahu apa yang harus mereka lakukan manakala mereka melakukan kesalahan atau menjumpai masalah, itu artinya kerja mereka produktif.

Jadi, sekali lagi, untuk melejitkan produktivitas kerja karyawan, Anda perlu merubah budaya di perusahaan Anda. Stop perfeksionisme. Beri kesempatan kepada karyawan untuk melakukan kesalahan dan memperbaikinya.

Baca juga:

Bagaimana Seorang Bos Membangun Kepercayaan dalam Organisasi Perusahaannya?

Penyebab Seseorang Menjadi Workaholik

Anda Seorang Workaholik? Yuk, Cari Tahu Kunci Sukses Mengatasinya

cara mengingat dengan cepat

Sering Lupa? Ini Dia Cara Mengingat dengan Cepat

A: “Masa, sih, kepakan sayap kupu-kupu di Tokyo bisa menyebabkan tornado di Amerika?”

B: “Itu ada penjelasannya. Istilahnyaaa…apa, ya? Duh, lupa. Mmm, itu lho… Iiiih, apa, ya?”

A: “Apa? Teori quantum?”

B: “Bukaaan! Itu lho… Aaarrrrh! Yang kebetulan-kebetulan itu lho.”

C: “Necessity expresses itself through accident.”

B: “Naaah, itu dia. Necessity expresses itself through accident. Keniscayaan mengekspresikan diri lewat kebetulan.”

C: “Yup! Jadi, memang sudah niscaya di saat tertentu di Amerika terjadi tornado. Tetapi, terjadinya tornado itu sekilas tampak dipicu oleh kepakan sayap kupu-kupu di Tokyo. Kalau tak ada kupu-kupu, tornadonya tetap terjadi, lewat kebetulan lainnya. Itu karena tornadonya memang niscaya terjadi.”

Tahukah Anda tentang apa percakapan di atas? Yup! Benar! Tentang butterfly effect, efek kupu-kupu. Tetapi, bukan itu yang akan kita bahas di sini. Di sini, kita akan membahas si B yang susah payah mengingat teori hubungan antara keniscayaan dan kebetulan. Dalam percakapan itu, tampak jelas si B berusaha keras mengingat teori itu, tetapi ia kewalahan.

Nah, pernahkah Anda mengalami apa yang dialami si B? Anda ingin mengungkapkan sesuatu. Anda ingin mengungkapkan apa yang sudah Anda pelajari sebelumnya. Tetapi, rasanya lidah Anda tertahan. Otak blank. Walhasil, Anda hanya bisa bilang, “Mmm, itu lho, yang itu….”

Memang, lupa merupakan penyakit yang paaaaling menjengkelkan. Bagaimana tidak? Karena lupa, Anda pun berusaha mengingat sekuat tenaga, mengerahkan seluruh pikiran. Tetapi, tetap saja, hasilnya nol. Hal itu membuat Anda gregetan. Rasanya seperti ada yang mengganjal di hati!

Mungkin, Anda akan bilang, “Haduuuuh, maklum. Sudah tua. Gampang pikun.”

Mulai sekarang, jangan biarkan diri Anda terus mempercayai hal itu. Memang, usia memengaruhi daya ingat. Tetapi, bagi Anda yang gemar belajar, gemar membaca buku, dan masih aktif berpikir, kepercayaan itu hanyalah mitos. Mitos itu tidak berlaku bagi Anda. Otak yang tua dapat kembali muda dengan terus belajar, berpikir, dan berkarya, seperti yang Anda lakukan sampai sekarang 😀

Jadi, biang kerok kepikunan Anda bukanlah usia.

Kalau bukan karena usia, lantas karena apa, dong?

Untuk mengetahuinya, mari simak penjelasan berikut.

Hubungan antara Bahasa dan Ingatan

Anda sering lupa bukan karena usia, melainkan karena bahasa! Demikian kata para pakar.

Bagaimana penjelasannya?

Seperti yang sering kita alami, terkadang, lebih nyaman mengungkapkan sesuatu dengan bahasa tertentu. Sebagai contoh, apabila Anda bertutur dengan bahasa Indonesia dan Jawa, mungkin akan lebih mantap mengungkapkan kata “tiba-tiba,” dengan “ujug-ujug, mak bedunduk”; Akan lebih nyaman mengungkapkan kata “Setiap kesuksesan membutuhkan pengorbanan” dengan “Jer basuki mowo beo”.

Demikian juga, apabila Anda seorang penutur bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, mungkin akan lebih nyaman mengungkapkan “Buah jatuh tak jauh dari pohonnya” dengan “Like father, likse son”; Akan lebih nyaman mengungkapkan “Keniscayaan mengekspresikan diri lewat kebetulan” dengan “Necessity expresses itself through accident”.

Anda setuju, bukan?

cara mengingat dengan cepat

Nah, mengingat sesuatu hampir sama dengan mengungkapkan sesuatu. TERKADANG, MEMORI TERTENTU LEBIH MUDAH DIINGAT DENGAN BAHASA TERTENTU. Misal, jika Anda penutur bahasa Indonesia dan Inggris, Anda akan lebih cepat mengingat memori-memori tertentu dalam bahasa Inggris ketimbang dalam bahasa Indonesia. Demikian sebaliknya, ada memori-memori tertentu yang lebih mudah diingat dengan bahasa Indonesia ketimbang dengan bahasa Inggris.

Kok bisa begitu?

Menurut para pakar, hal itu disebabkan karena Anda mengenal memori-memori itu dengan menggunakan bahasa tertentu. Contoh, Anda lebih mudah mengingat ungkapan “Buah jatuh tak jauh dari pohonnya” dengan peribahasa Inggris “Like father, like son”. Itu mengindikasikan, Anda sering mendengar peribahasa itu dalam bahasa Inggris, bukan dalam bahasa Indonesia. Penulis lebih mudah mengingat teori hubungan antara keniscayaan dan kebetulan dengan bahasa Indonesia karena penulis sering menjumpai orang menyebut teori itu dalam bahasa Indonesia, bukan dalam bahasa Inggris.

Hubungan antara Bahasa dan Ingatan Menurut para Pakar

Lantas, dari mana para pakar menjumpai kesimpulan di atas?

Seorang pakar dari Northwestern University Veronica Marian, bersama dengan pakar kognitif terkenal Ulrich Neisser mengadakan sebuah penelitian tentang hubungan antara bahasa dan ingatan. Dalam penelitian itu, mereka mewawancarai sejumlah partisipan yang bertutur dengan 2 bahasa dalam kesehariannya: bahasa Inggris dan bahasa Rusia.

Wawancara tersebut dibagi dalam dua sesi: sesi bahasa Inggris dan sesi bahasa Rusia.

Dalam kedua sesi wawancara itu, mereka diminta untuk menggambarkan pengalaman mereka yang berkaitan dengan musim panas, ulang tahun, dan tetangga. Selanjutnya, setelah wawancara selesai, mereka diminta untuk menyebutkan bahasa yang digunakan ketika pengalaman/peristiwa itu berlangsung.

Hasilnya, ternyata, dalam sesi wawancara dengan bahasa Inggris, mereka lebih banyak menyebutkan/mengingat pengalaman yang di dalamnya bahasa Inggris digunakan. Demikian sebaliknya, dalam sesi wawancara dengan bahasa Rusia, mereka lebih banyak menyebutkan/menginat pengalaman yang di dalamnya bahasa Rusia digunakan.

Dari penelitian itu, Marian dan Neisser menyimpulkan bahwa BAHASA TERTENTU DAPAT DIGUNAKAN UNTUK MEMANCING INGATAN TERTENTU, yakni ingatan/memori yang di dalamnya kita menggunakan/mendengar bahasa tersebut. Jadi, apabila Anda sering mendengar orang mengucapkan pribahasa “Buah jatuh tak jauh dari pohonnya” dengan bahasa Inggris “Like father, like son”, maka Anda lebih mudah mengingat peribahasa itu dengan cara memancingnya dengan bahasa Inggris. Apabila Anda sering mendengar orang membicarakan teori hubungan antara keniscayaan dan kebetulan dalam bahasa Indonesia, maka Anda lebih mudah mengingat teori itu dengan cara memancingnya dengan bahasa Indonesia.

Bahasa: Cara Mengingat dengan Cepat

Dari kesimpulan di atas, kita tahu bahwa bahasa merupakan salah satu cara mengingat dengan cepat. Apabila Anda seorang penutur 2 bahasa (atau lebih), Inggris dan Indonesia, misalnya, Anda dapat menggunakan dua bahasa itu untuk mengingat sesuatu. Atau, sekalipun Anda bukan penutur 2 bahasa (atau lebih), Anda masih dapat menggunakan bahasa sebagai cara mengingat dengan cepat. Syaratnya, Anda sering mendengar, menonton, dan membaca buku-buku bahasa lainnya, selain bahasa Indonesia.

Sekarang, bagaimana cara menggunakan bahasa untuk mengingat sesuatu?

Simak ilustrasi berikut.

Anda sedang mengobrol dengan teman Anda soal pikiran-pikiran yang menyimpang.

Teman: “Salah satu bentuk pikiran yang menyimpang itu apa?”

Anda: “Pikiran yang menyimpang? Maksudnya?”

Teman: “Pikiran yang melenceng. Itu, lho…Pikiran yang ga sesuai….”

Nah, dalam situasi itu, Anda dapat meminta teman Anda untuk menyebutkan istilah “pikiran yang menyimpang” dalam bahasa Inggris. Harapannya, dengan bahasa itu, Anda tahu apa yang dimaksudkannya dengan “pikiran menyimpang”.

Anda: “Coba Anda terjemahkan ‘pikiran yang menyimpang’ dalam bahasa Inggris.

Teman: “Distorted thinking.”

Anda: “Oalaaaah… Maksud Anda distorted thinking? Contoh distorted thinking banyak. Berpikir hitam-putih, jumping to conclusion, labelisasi, stereotip.”

Dalam percakapan itu, Anda bingung ketika teman Anda menyebut istilah “pikiran yang menyimpang”. Anda tak tahu apa maksud istilah itu. Tetapi, setelah istilah itu diterjemahkan dalam bahasa Inggris, Anda paham maksudnya. Hal itu mengindikasikan, Anda lebih sering mendengar orang menyebut istilah itu dalam bahasa Inggris ketimbang dalam bahasa Indonesia.

Bagaimana? Mudah, bukan, menggunakan bahasa untuk mengingat sesuatu? Bahasa merupakan salah satu cara mengingat sesuatu dengan mudah. Mengapa begitu? Karena, ingatan kita tentang suatu hal/peristiwa berkaitan dengan bahasa tertentu. Berita asing disiarkan dalam bahasa Inggris. Oleh karena itu, Anda lebih mudah mengingat isi berita tersebut dengan memancingnya dengan bahasa Inggris. Sebaliknya, berita dalam negeri disampaikan dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu, Anda lebih mudah mengingatnya dengan memancingnya dengan bahasa Indonesia. Kira-kira, seperti itu ilustrasinya.

Sumber: psychologytoday.com

Baca juga:

Ingin Banyak Ide Kreatif seperti Thomas Alva Edison? Ini Dia Rahasianya!

Bagaimana Mengingat Isi Bacaan dengan Mudah?

Kunci Sukses Membangun Kebiasaan Membaca Buku

ide kreatif

Ingin Banyak Ide Kreatif seperti Thomas Alva Edison? Ini Dia Rahasia!

Pernahkah Anda menjumpai masalah yang saaaangat pelik dan susah dipecahkan? Saking peliknya, rasanya kepala mau pecah! Semua cara sudah dicoba, semua ide sudah diterapkan. Tetapi, masalah itu taaaaaaak juga terpecahkan.

Huuuuuh!!! Terbayang, bukan, bagaimana rasanya menghadapi situasi sulit seperti itu? Atau, jangan-jangan, sekarang Anda sedang menghadapi masalah seperti itu. Blank. Stuck. Buntu.

Di saat seperti itu, rasanya ingin memanggil orang-orang genius untuk membantu memecahkannya.

Jangan putus asa!

Thomas Alva Edison, si genius penemu Lampu pijar, siap membantu Anda. Edison punya satu cara dahsyat untuk menemukan banyak ide. Bagaimana caranya? TIDUR!

Tetapi, ini bukan sembarang tidur. Tidur ini menjadi kebiasaan Edison setiap kali menjumpai masalah yang tak terpecahkan. Teknik melakukan tidur ini tidak seperti tidur biasa. Teknik ini disebut tidur hipnagogi alias HYPNAGOGIC NAP.

Ingin tahu caranya? Kalau begitu, yuk, kita gali dulu apa itu hypnagogic nap dan bagaimana ia bisa menghasilkan banyak ide.

Apa Itu Hypnagogic Nap?

Hypnagogic nap merupakan kondisi antara tidur dan terjaga. Anda mengalami kondisi ini beberapa menit sebelum tertidur lelap atau beberapa menit menjelang bangun tidur. Para pakar percaya bahwa dalam kondisi ini, kreativitas melejit. Daya kreatif melonjak.

Mengapa mereka percaya? Karena, bahkan ilmuan-ilmuan tersohor seperti Thomas Alva Edison, Albert Einstein, Friedrik August Kekule (ahli kimia terkenal), dan maaaasih banyak lagi menggunakan teknik ini untuk menghasilkan ide. Selain para ilmuan, para seniman seperti Salvador Dali (pelukis surrealis) dan Richard Wagner, dan Beethoven (keduanya merupakan komposer terkenal) juga menggunakan teknik ini untuk menghasilkan karya-karya yang masyhur.

Bagaimana Hypnagogic Nap Menghasilkan Ide Kreatif?

Meskipun belum mengetahui secara pasti bagaimana teknik ini membantu menghasilkan ide, para pakar memiliki hipotesis yang masuk akal:

Sesaat setelah tidur, kita memasuki kondisi hypnagogis. Nah, pada kondisi ini, prefrontal cortex (bagian otak yang bertugas untuk berpikir) menjadi pasif. Kita memasuki gelombang otak alpha atau theta. Dalam gelombang ini, kendali otak diambil alih oleh pikiran bawah sadar.

Oya, sebelumnya, perlu Anda ketahui, otak memancarkan gelombang yang berbeda sesuai dengan kondisi yang dialaminya.

Saat terjaga, berpikir keras, menulis, Anda berada dalam gelombang beta. Sesaat setelah tidur, Anda memasuki gelombang otak alpha atau gelombang theta. Anda bisa masuk gelombang alpha, lalu tembus ke gelombang theta, dan bisa naik lagi ke gelombang alpha. Terakhir, saat tertidur lelap, Anda memasuki gelombang delta.

ide kreatif

Nah, sebagaimana disebutkan sebelumnya, sesaat setelah tidur atau sesaat menjelang bangun tidur, Anda memasuki kondisi hypnagogic alias antara sadar dan tak sadar. Anda memasuki gelombang aplha atau theta. Prefrontal cortex menjadi pasif. Kendali otak diambil alih oleh pikiran bawah sadar. Daaan, saat berada di pikiran bawah sadar inilah, otak menghasilkan baaaaanyak ide kreatif.

Bagaimana pikiran bawah sadar menghasilkan ide?

Jadi begini, saat terjaga, saat dalam kondisi sadar, kita berpikir dengan pikiran rasional dan logis. Tetapi, saat kita memasuki pikiran bawah sadar, cara berpikir kita berbeda. Otak tidak lagi menggunakan logika dan rasionalitas, melainkan menggunakan asosiasi.

Bagaimana otak berpikir dengan asosiasi?

Contoh, ketika melihat seseorang yang bertingkah aneh, Anda langsung teringat Mister Bean dan tertawa-tawa sendiri.

Dalam contoh itu, ketika melihat orang yang beringkah aneh, otak Anda MENGASOSIASIKAN tingkah itu dengan Mister Bean. Dan, bukan hanya tingkah aneh yang diasosiasikan oleh otak. Mister Bean pun kembali diasosiasikan. Dengan apa Mister Bean diasosiasikan? Dengan gerak tubuh berupa tertawa terbahak-bahak.

Jadi, asosiasinya seperti ini:

Tingkah aneh: Mister Bean

Mister Bean: gerak tubuh (tertawa)

Contoh lain, Anda sedang bermain catur dengan teman. Melihat papan catur, Anda langsung teringat Presiden Jokowi.

Bagaimana melihat papan catur bisa membuat Anda teringat Pak Jokowi? Jawabannya, ketika melihat papan catur, yang kotak-kotak, otak mengasosiasikannya dengan kemeja kotak-kotak yang biasa dipakai Pak Presiden sewaktu kampanye.

Sebagaimana digambarkan dua contoh di atas, sebenarnya, dalam kondisi sadar, otak juga berpikir secara asosiatif. Otak tak pernah luput dari aktivitas asosiatif. Setiap melihat, mengecap, mendengar, merasakan, memikirkan, teringat, dan mengendus sesuatu, otak mengasosiasikan apa yang dilihat, dikecap, didengar, dirasakan, dipikirkan, diingat, atau diendus itu dengan hal lain. Dan, asosiasi yang terjadi bukan hanya dalam satu tingkat. Apa yang diasosiasikan diasosiasikan kembali dengan hal lainnya, sebagaimana Daniel Kahneman mengatakan:

An idea that has been activated does not merely evoke one other idea. It activates many ideas, which in turn activate others.”

-Daniel Kahneman, Think, Fast and Slow

Sebuah ide/hal yang sudah diaktifkan tidak hanya membangkitkan satu ide lain. Sebaliknya, ia mengaktifkan baaaaaaanyak ide, yang pada gilirannya juga mengaktifkan ide-ide lainnya.

Di halaman lain, Kahneman menjelaskan:

The word evokes memories, which evoke emotions, which in turn evoke facial expressions and other reactions, such as a general tensing up and an avoidance tendency. The facial expression and the avoidance motion intensify the feelings to which they are linked, and the feelings in turn reinforce compatible ideas. All this happens quickly and all at once, yielding a self reinforcing pattern of cognitive, emotional, and physical responses that is both diverse and integrated….”

Sebuah kata membangkitkan banyak ingatan, yang membangkitkan banyak emosi, yang pada gilirannya membangkitkan banyak ekspresi wajah dan reaksi-reaksi lainnya, seperti ketegangan dan kecenderungan untuk menghindar. Ekspresi wajah dan gerak menghindar memperkuat perasaan yang diasosiasikan dengan keduanya, dan perasaan-perasaan itu pada gilirannya memperkuat ide-ide yang cocok. Semua itu terjadi dengan cepat dan serentak, menghasilkan pola respons kognitif, emosional, dan fisik yang memperkuat dirinya sendiri, yang bermacam-macam dan terpadukan….

Jadi, saat mendengar satu kata saja, otak mengasosiasikan kata itu dengan berbagai hal lain mulai dari emosi/perasaan, ekspresi wajah, reaksi tubuh (tekanan darah meningkat, misalnya) dan sebagainya.

Misalnya, saat mendengar kata “belatung”, tiba-tiba bulu tubuh Anda berdiri, sekujur tubuh jadi gatal-gatal, dan perut mual. Dan, Anda pun jadi mringis-mringis sendiri karena geli.

Nah, kiranya, seperti itulah bagaimana asosiasi terjadi. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, saat berada dalam pikiran bawah sadar, otak bekerja dengan asosiasi. Namun demikian, sebenarnya, saat dalam kondisi sadar pun otak tak luput dari aktivitas asosiasi. Tetapi, hanya sedikit saja yang muncul ke permukaan/pikiran sadar. Hanya sedikit saja yang disadari oleh pikiran sadar.

Daniel Kahneman menulis:

“…Only a few of the activated ideas will register in consciousness; most of the work of associative thinking is silent, hidden from our conscious selves.”

Hanya sedikit ide/hal-hal yang diaktifkan akan sampai di pikiran sadar; sebagian besar mekanisme kerja asosiasi tak tampak, tersembunyi dalam pikiran bawah sadar kita.

Contohnya bagaimana? Contohnya, dalam keadaan sadar/terjaga, Anda mendengar orang berkata, “Merdeka!”, maka otak Anda langsung membuat banyak asosiasi seperti perang, bendera merah putih, bambu runcing, 17 Agustus, Belanda, bahasa Inggris, bule, Si Pitung, Robin Hood, Jalan Raya Pos, darah, zodiak Anda, Stephen Hawking, lomba panjat pinang, kera bipedal (berjalan tegak), dan sebagainya.

Tetapi, hanya beberapa saja yang sampai di pikiran sadar, seperti bendera merah putih, 17 Agustus, Belanda, lomba panjat pinang dan perang. Sementara itu, asosiasi lainnya seperti kera bipedal, Jalan Raya Pos, darah, Stephen Hawking, zodiak Anda, dan Robin Hood hanya tersimpan di pikiran bawah sadar.

Mengapa begitu? Karena pikiran sadar menganggap Stephen Hawking, zodiak Anda, kera bipedal, dan Robin Hood tak ada hubungannya dengan kata “merdeka”. Menurut pikiran sadar, tidak masuk akal menghubungkan kata “merdeka” dengan Robin Hood, Stephen Hawking, kera bipedal, dan zodiak Anda. Tetapi, tidak demikian menurut pikiran bawah sadar. Menurut pikiran bawah sadar, zodiak Anda, Robin Hood, Stephen Hawking, dan kera bipedal berhubungan dengan kata “merdeka”.

Kok bisa? Penjelasannya begini:

Saat mendengar kata “merdeka”, otak mengasosiasikannya dengan 17 Agustus. Selanjutnya, oleh otak, Agustus diasosiasikan dengan zodiak Anda, Taurus, misalnya. Taurus diasosiasikan kembali oleh otak dengan bintang. Bintang diasosiasikan dengan astronom. Astronom diasosiasikan dengan Stephen Hawking, salah seorang astronom terkemuka.

Selain itu, saat mendengar kata “merdeka”, otak Anda mengasosiasikannya dengan lomba panjat pinang. Lomba panjat pinang diasosiasikan dengan kera yang mencari makan dengan memanjat pohon. Memanjat pohon diasosiasikan dengan kera bipedal (berjalan tegak) yang sudah tak perlu memanjat untuk mencari makan.

Lalu, bagaimana kata “merdeka” berhubungan dengan Robin Hood? Kata merdeka mengingatkan Anda akan sepak terjang pahlawan legendaris Si Pitung. Oleh otak, Si Pitung diasosiasikan dengan Robin Hood karena sepak terjang keduanya hampir serupa.

Nah, ketika Anda memasuki pikiran bawah sadar, logika dan rasionalitas pikiran sadar itu pasif. Kendali sepenuhnya diambil alih oleh pikiran asosiatif. Tanpa campur tangan pikiran sadar, pikiran bawah sadar beeeeebas sebebas-bebasnya membuat asosiasi. Daaaaan, asosiasi bebas inilah yang menjadi sumber kreativitas!

Tetapi, bagaimana asosiasi bebas menjadi sumber kreativitas?

Bagaimana asosiasi bebas menjadi sumber kreativitas?

Mekanismenya begini:

Sesaat setelah tertidur, Anda memasuki kondisi hipnagogis. Anda ada di antara sadar dan tidak sadar. Anda memasuki gelombang otak alpha atau pun theta. Neo cortex Anda menjadi pasif. Kendali otak sepenuhnya didominasi oleh pikiran bawah sadar.

Pikiran logis dan rasional menjadi non-aktif, dan digantikan pikiran asosiatif. Dalam kondisi ini, pikiran bawah sadar Anda mengasosiasikan masalah yang sedang Anda hadapi sebelum tidur dengan berbagai memori yang tersimpan di dalamnya.

Contoh:

Sebelum tidur, Anda memikirkan bagaimana cara agar anak Anda tidak ngebut saat membawa mobil. Ceritanya, Anda sudah memperingatkannya untuk tidak ngebut. Tetapi, ia ngeyel dan tidak mendengarkan.

Nah, setelah pusing mencari cara supaya anak Anda berhenti ngebut, Anda pun capai dan ketiduran di kursi. Beberapa saat setelah tertidur, Anda bermimpi Anda menonton berita kriminalitas (Investigasi) di TV, darah, dan sedotan.

Belum sempat tertidur lelap, Anda terbangun oleh dering telepon di HP Anda. Saat terbangun, Anda masih ingat mimpi Anda walaupun samar-samar. Anda ingat tentang berita kriminalias (Investigasi) di TV. Anda juga masih ingat, dalam mimpi Anda, terlihat darah dan sedotan. Anda tak tahu apa arti semua itu. Oleh karena itu, Anda abaikan begitu saja. Anda kembali memikirkan masalah Anda: bagaimana cara supaya anak Anda tidak ngebut lagi.

Saat pusing berpikir, Anda pun capai dan akhirnya melamun. Tiba-tiba, Anda teringat mimpi tentang berita kriminalitas di TV. Anda ingat salah satu kasus kriminalistas di TV yang Anda tonton adalah penjualan air minum palsu, mulai dari air mineral hingga air soda. Hal itu mengingkan Anda pada sedotan dan darah dalam mimpi Anda. Menurut Anda, air soda palsu warnanya mirip darah. Dan, darah membuat Anda teringat akan darah yang muncrat ketika terjadi kecelakaan. Lalu, tiba-tiba….”Aha!” Anda punya akal membuat anak Anda berhenti ngebut. Apa itu? Anda akan menaruh sebotol air mineral di dalam mobil (tanpa tutup botol), tepatnya di jog sopir dan mengatur letaknya sedemikian sehingga saat anak Anda mengerem mobil secara mendadak air itu bisa tumpah dan mengenai tubuhnya. Dengan begitu, ia akan lebih hati-hati ketika mengemudikan mobil.

Bagaimana ide itu bisa datang? Dengan mengasosiasikan data-data yang Anda peroleh lewat mimpi, lamunan Anda, dan usaha sadar Anda. Botol air mineral terinspirasi dari mimpi tentang berita kriminalitas dan lamunan tentang kasus kriminalitas penjualan air minum palsu. Goncangan yang membuat air mineral muncrat terinspirasi dari mimpi tentang darah dan lamunan tentang darah yang muncrat saat terjadi kecelakaan. Mimpi sedotan memberikan inspirasi agar botol mineral dibiarkan terbuka tanpa tutup supaya waktu tergoncang airnya tumpah.

Jadi, asosiasinya seperti ini:

Berita kriminalitas: penjualan air minum palsu: botol air mineral

Darah: air minum palsu: botol air minum: muncratan darah ketika kecelakaan

Sedotan: botal: tutup botol, botol kaca: sampah

Akhirnya, dengan pikiran sadar Anda, Anda dapat merangkai itu menjadi ide kreatif seperti di atas.

Nah, kira-kira, seperti itulah contoh bagaimana asosiasi bebas menjadi sumber kreativitas.

Menajkubkan, bukan?!

Yup! memang menakjubkan kekuatan pikiran bawah sadar kita. memang menakjubkan cara kerja otak kita. Dari hal-hal kecil yang tampaknya sepele, kita bisa merangkai banyak ide kreatif. Tak heran jika Thomas Alva Edison memperoleh baaaaaanyak sekali ide dari kebiasaannya melakukan tidur hipnagogis.

Sekarang, giliran Anda mempraktikkan teknik itu untuk kepentingan Anda sendiri.

Bagaimana caranya? Yuk, langsung simak di bawah ini.

Menghasilkan Banyak Ide Kreatif dengan Tidur seperti Thomas Edison

Bagaimana Thomas Edison melakukan teknik hypnagogic nap untuk memperoleh ide-ide kreatif?

Dalam situs theartofmanliness, dijelaskan bahwa Thomas Alva Edison melakukan teknik itu dengan tidur dalam posisi duduk di kursi. Kedua tangannya ditopang oleh penopang. Salah satu tangannya memegang koin. Tepat di bawah kursi bagian kanan ditaruh sebuah piring.

Nah, ketika ia tertidur, badannya menjadi rileks. Koin terlepas dari pegangannya, dan terjatuh mengenai piring di bawahnya. Dan, klang! Benturan koin dan piring membuat bunyi yang keras.

Akhirnya, Edison terbangun dengan ingatan yang masih segar tentang semua hal yang ada di otaknya ketika tertidur dan saat terbangun. Dengan begitu, ia catat semua hal itu ke dalam buku catatan. Selanjutnya, ia mengolah semua data yang diperolehnya ketika tidur (mimpi, penampakan, sensasi saat tidur, pikiran yang terbersit saat terbangun) menjadi ide yang kreatif.

Lalu, bagaimana Anda mempraktikkannya? Ikuti langkah berikut ini.

ide kreatif

1. Siapkan benda-benda yang dibutukan

Siapkan terlebih dulu benda-benda yang diperlukan. Apa saja benda yang dibutuhkan?

Koin/kelereng

Piring

Kertas

Pulpen

Kursi

2. Kumpulkan data yang berkaitan dengan masalah yang ingin Anda pecahkan

Sebelum tidur, pikirkan dulu bagaimana memecahkan masalah itu. Cari sebisa mungkin solusinya. Kumpulkan semua data yang berhubungan dengan masalah itu.

Mengapa harus begitu? Supaya asosiasi yang terjadi di dalam pikiran bawah sadar Anda nantinya berkaitan dengan masalah tu. Jika tidak, asosiasi yang dihasilkan tak ada hubungannya dengan masalah Anda. dan, apabila asosiasinya tak berhubungan dengan masalah Anda, maka Anda tetap kesulitan merangkainya menjadi ide kreatif.

Sehubungan dengan ini, Poincare (matematikawan yang juga mempraktikkan teknik ini) menjelaskan:

Sudden inspirations…never happen, except after some days of voluntary effort which has appeared absolutely fruitless and whence nothing good seems to have come, where the way taken seems totally astray. These efforts then have not been as sterile as one thinks; They have set agoing the unconscious machine and without them it would not have moved and would have produce nothing.”

Solusi tak mungkin muncul kecuali setelah Anda memikirkannya berkali-kali, bahkan berhari-hari. Aetelah pikiran buntu, Anda mengira semua cara yang Anda tempuh memang tak bisa menghasilkan apa-apa. Tetapi, tidak! Cara-cara itu sebenarnya masuk ke dalam pikiran bawah sadar dan diolah di sana, dan menjadi solusi. Jadi, apabila sebelumnya Anda tidak memikirkan cara memecahkan masalah Anda, maka pikiran bawah sadar pun tak bisa menghasilkan apa-apa yang membantu Anda memecahkan masalah itu.

Jadi, sekali lagi, sebelum melakukan teknik hypnagogic nap, Anda harus memikirkan solusi masalah Anda dengan pikiran sadar Anda.

3. Duduk di kursi

Selanjutnya, apabila solusi tak kunjung datang, siapkan kursi. Duduklah dengan tenang di kursi itu.

Taruh piring di bawah kursi itu di sebelah kanan. Atur posisinya sedemikian sehingga jika nanti koin jatuh dari tangan Anda, lokasi jatuhnya tepat di tengah piring itu.

4. Pegang koin/kelereng

Sembari duduk, ambil koin atau kelereng dan pegang di antara telunjuk dan jempol Anda. buat posisi sedemikian sehingga di bawah pegangan tak ada benda apa pun (bagian tubuh Anda, misalnya) yang dapat dijadikan senderan/alas. Tujuannya, supaya ketika koin jatuh, ia langsung jatuh ke bawah tanpa ada yang menghalangi.

5. Tidur

Selanjutnya, tidurlah seperti biasa. Biarkan hingga Anda benar-benar jatuh tertidur. Saat Anda jatuh tertidur, tubuh Anda menjadi rileks. Pegangan Anda merenggang. Dan, koin dalam pegangan itu pun akhirnya terjatuh, mengenai piring di bawah kursi.

Klontang…ng..g!!!

Dan, Anda pun terbangun.

6. Tuliskan mimpi Anda

Setelah terbangun, segera catat semua yang ada dalam mimpi Anda, semua yang ada di otak Anda saat itu.

7. Rangkai mimpi itu menjadi ide kreatif

Terakhir, periksa catatan Anda. Apa saja data yang Anda peroleh? Coba hubungkan data-data itu dengan masalah yang ingin Anda pecahkan sebelumnya. Coba rangkai ide kreatif dari data-data itu. jika perlu, Anda dapat menambahkannya dengan ide Anda sendiri, dengan data-data yang Anda lihat, dengar, bayangkan, dan lamunkan.

Jadi, ide kreatif tidak datang secara instan, secara utuh, mak bedunduk begitu Anda bangun. Ide itu datang dalam bentuk teka-teki, masih abstrak, penuh misteri. Anda harus memecahkannya sendiri dengan pikiran sadar Anda. Hypnagogic nap hanya membantu Anda memperoleh data-data (mimpi, bayangan dalam otak) yang dapat menjadi petunjuk untuk memecahkan masalah Anda. Selanjutnya, Anda sendiri yang harus mengolah petunjuk itu menjadi ide kreatif.

Sehubungan dengan hal ini, Poincare mengatakan:

It never happens that the unconscious work gives us the result of a somewhat long calculation all made….all one may hope from these inspirations, fruits of unconscious work is a point of departure for such calculations.”

Kerja pikiran bawah sadar (asosiasi bebas) tidak memberikan hasil dari perhitungan yang panjang secara instan…apa yang bisa diharapkan dari asosiasi bebas adalah titik berangkat alias petunjuk-petunjuk.

Dalam penjelasan di atas, Poincare menggambarkan bagaimana hypnagogic nap membantunya menemukan rumus matematika tertentu. Tetapi, hypnagogic nap memberikan solusi bukan dalam bentuk rumus sekali jadi begitu saja, melainkan hanya memberikan data-data yang dapat digunakannya sebagai petunjuk membuat rumus/menemukan solusi. solusi/rumus tercipta dengan mengolah petunjuk-petunjuk itu dengan pikiran sadarnya, dengan berpikir seperti biasa.

Naaaaah, akhirnya, demikianlah bagaimana menghasilkan ide-ide kreatif dengan teknik hypnagogic nap. Yang perlu Anda ingat, meskipun namanya hypnagogic nap, tetapi tidak harus siang hari melakukannya. Anda dapat mempraktikkannya di malam, pagi, dan sore. Selain itu, Anda perlu melatihnya berulang kali. Mungkin, praktik pertama tidak membuahkan hasil. Begitu juga dengan praktk kedua, ketiga, keempat dan kelima. Tetapi, yakinlah Anda mampu. Thomas Alva Edison berhasil melakukannya. Einstein juga. Poincare, Salvador Dali, Beethoven, Richard Wagner, August Kekule… semmmmua menggunakan teknik yang sangat powerful ini. Dan, Anda saksikan hasil karya mereka yang FANTASTIS!

Jadi, jika mereka bisa, Anda pun juga pasti bisa!

Sumber:

Think, Fast and Slow, Daniel Kahneman

theartofmanliness.com

jeffwarren.org

scienceline.org

Baca juga:

Bagaimana Mengingat Isi Bacaan dengan Mudah?

Membaca Sambil Mendengarkan Musik? Efektifkah?

Bagaimana Cara Mengatur Fokus dengan Efektif?

 

4 Hal yang Uang Perlu Dikeluarkan Lebih Dan 4 Hal yang Uang Perlu Dikurangi

Biasanya menerima gaji di akhir atau di awal bulan adalah satu waktu yang sangat ditunggu-tunggu. Masa-masa perjuangan sebelum gajian terbayar lunas dengan hasil kerja selama hampir satu bulan bekerja.

Utang yang belum dibayar di warung, teman yang telah mengingatkan tentang uangnya bisa dibayar lunas. Dengan begitu hati akan lebih tenang dan bisa bernafas lega.

Lucunya, kondisi ini banyak terjadi bagi mereka yang tidak memiliki pengetahuan dalam mengatur keuangan. Kondisi seperti ini bisa terjadi secara berulang-ulang untuk waktu yang cukup lama.

Uang yang mereka dapatkan habis untuk membeli barang-barang yang nilainya terus turun dan hanya bersifat sementara. Jelas ini sangat merugikan untuk jaka panjang meskipun menyenangkan untuk jangka pendek.

Jika penghasilan habis hanya untuk membeli barang-barang sesaat, mengapa penghasilan yang diterima tidak disisihkan untuk hal-hal lain yang lebih bermanfaat untuk jangka panjang. Jelas itu jauh lebih bermanfaat, bernilai lebih dan bisa terus digunakan untuk jangka panjang.

Mengeluarkan uang lebih untuk belajar bahasa asing misalnya, jelas itu bisa membantu seseorang dalam meningkatkan karier atau membantu membangun hubungan baik dengan patner bisnis dengan bahasa asing yang mereka pelajari.

Untuk itu, saya ingin mengajak Anda untuk mengetahui barang-barang apa saja yang perlu Anda berikan investasi atau uang lebih dan uang yang perlu dikurangi untuk barang-barang tertentu.

Tong Sampah

4 Jenis Barang, Uang Saku Perlu Dikurangi

“It’s up to you how you waste your time and money. I’m staying here to read: life’s too short.”

Carlos Ruiz Zafón

1. Elektronik

Dengan perkembang teknologi saat sekarang ini. Semua orang berlomba-lomba untuk bisa terlihat lebih update di dunia maya. Semua berbondong-bondong untuk terus bisa hadir di dunia maya karena kesenangan dan kemudahan yang ada.

Saking mudahnya, banyak dari mereka “hidup” di dunia maya meskipun mereka sedang bekerja atau melakukan kegiatan lain.

Perusahaan-perusahaan elektronik terutama handphone melihat kondisi ini menjadi peluang besar untuk memajukan perusahaan mereka. Mereka mengeluarkan banyak prodak dengan harga yang berpariasi. Tidak heran, banyak merek handphone baru yang bermunculan.

Menghabiskan uang untuk membeli handphone terbaru hanya akan memberikan kesenangan sesaat dan lebih banyak ruginya. Uang habis, waktu dan perhatian pun tersita untuk mengurusi handphone tersebut. Akan selalu ada handphone terbaru yang lebih bagus setiap tahunnya.

Tidak berbeda dengan prodak-prodak elektronik lainnya. Pastikan terlebih dahulu kebutuhan dan alasan Anda jelas sebelum membelinya. Dengan begitu Anda tidak perlu mengerluarkan uang dengan cuma-cuma hanya untuk membeli barang elektronik terbaru. Anda bisa menggunakan uang tersebut untuk kebutuhan lain yang lebih penting.

2. Mode Fashion

Tidak perlu merasa bersalah untuk membeli barang-barang bagus dengan harga yang mahal juga. Tapi Anda perlu menahan diri untuk tidak menghabiskan sebagian besar uang Anda untuk membeli baju atau jeans mode terbaru. Apalagi saat ada promo.

Jangan terlalu banyak mengeluarkan uang untuk membeli pakaian dengan mode terbaru. Akan selalu ada mode baru. Lebih baik Anda menyimpan uang tersebut untuk sesuatu yang lebih berharga.

3. Motor

Hidup di kota besar seperti kota Jakarta pasti kurang lengkap jika tidak memiliki kendaraan. Pasti akan terasa sulit untuk berpergian ditambah dengan kondisi macat yang sudah tidak asing lagi di wajah ibu kota.

Banyak orang mengambil keputusan yang salah. Di mana ia membeli motor baru dengan harga tinggi. Akibatnya mereka mengalami masalah keuangan di awal-awal memiliki motor tersebut. Ini bukanlah solusi tepat. Mengapa tidak membeli motor bekas dengan harga yang lebih murah?

Anda bisa menyimpan sedikit uang untuk membeli motor baru atau menggunakan untuk keperluan yang lain. Pada akhirnya, motor baru atau bekas juga akan memudahkan perjalanan Anda.

4. Perhiasan

Memiliki perhiasan mewah akan menambah rasa percaya diri saat bertemu dengan orang lain. Apalagi saat ada acara penting seperti acara keluarga, reunian ataupun arisan.

Menghabiskan uang dalam jumlah besar hanya untuk membeli jam tangan bukanlah satu keputusan yang tepat jika penghasilan Anda belum sesuai dengan harga jam tangan tersebut. Akan lebih bijak jika Anda membeli perhiasan dengan harga yang lebih murah dan menggunakan sisa uang tersebut untuk sesuatu yang lebih penting.

Travelling

4 Jenis Barang, Uang Saku Perlu Diinvestasikan Lebih

1. Pendidikan

“No thief, however skillful, can rob one of knowledge, and that is why knowledge is the best and safest treasure to acquire.”

Lyman Frank Baum

Jangan terlalu berpikir keras tentang jenis pendidikan yang saya maksudkan. Pendidikan yang saya maksudkan tidak berarti Anda harus pergi belajar ke universitas apalagi ke sekolah. Melainkan hal-hal baru yang bisa mendukung kemajuan dan kesuksesan Anda.

Bisa seperti belajar bahasa asing, teknik membaca untuk mempercepat proses belajar Anda, belajar tentang pikiran dan skill-skill lain yang Anda butuhkan.

Dengan menginvestasikan uang lebih, Anda bisa memiliki skill dan pengetahuan yang bisa digunakan untuk jangka panjang dan diwariskan kepada keturunan Anda. Pastinya pendidikan yang Anda pelajari ini bisa menghantarkan kesuksesan Anda.

Jangan berpikir dua kali untuk menginvestasikan uang lebih untuk mengedukasi diri Anda sendiri. Investai ini akan kembali dengan lebih besar, sesuai investasi lebih yang Anda berikan.

2. Traveling

Traveling mungkin akan mengeluarkan biaya besar, tetapi ia bisa memberikan kenangan indah dalam hidup Anda. Pengalaman seumur hidup yang akan memberikan banyak inspirasai kepada Anda.

Motivasi untuk bekerja lebih keras, untuk mencapai semua impian Anda. Dengan tercapainya impian tersebut, Anda bisa melakukan traveling ke tempat baru yang Anda inginkan.

Ini sebagai hadiah yang layak Anda berikan pada diri Anda sendiri. Ini akan memicu diri Anda untuk bekerja lebih keras untuk mendapatkan hadiah yang sama bahkan lebih.

Anda bisa mempersiapkan perjalanan ini jauh-jauh hari. Jadi Anda bisa menyisihkan uang Anda untuk perjalanan yang lebih menyenangkan tentunya.

3. Buku

“When I have a little money, I buy books; and if I have any left, I buy food and clothes.”

Desiderius Erasmus

Wajib hukumnya bagi orang yang ingin sukses menyisihkan lebih banyak uang untuk membeli buku baru. Melalui buku, banyak sekali informasi yang bisa Anda dapatkan untuk membantu kemajuan diri Anda.

Menemukan solusi untuk mengatasi masalah Anda. Baik untuk diri sendiri ataupun di pekerjaan Anda. Serta mendapatkan ide-ide segar yang tidak pernah terpikir sebelumnya. Ini hanya bisa terjadi saat Anda banyak membaca buku.

Bacalah buku-buku yang sarat akan perkembangan diri, motivasi, membahas tentang pikiran serta buku yang berhubungan dengan pekerjaan Anda. Jika Anda malas dan tidak suka membaca, Anda bisa mendapatkan teknik untuk mengatasi masalah tersebut di sini.

4. Makanan

Jangan terlalu takut untuk mencoba makanan baru. Meskipun harganya agak mahal, itu jauh lebih baik daripada Anda menghabiskan uang untuk membeli sepatu atau tas mahal.

Mencoba makanan baru sangat cocok dilakukan saat traveling. Momen yang tepat apalagi jika dilakukan bersama teman, pasangan ataupun dengan keluarga.

Mencoba makanan daerah atau negara lain tertentu akan memberikan suasana dan pengalaman baru yang tidak bisa anda dapatkan jika tidak melakukan traveling.Dengan rasa makanan satu daerah bisa saja memicu Anda untuk membawa resep masakan tersebut dan mejadikannya bisnis di kota anda.

Inilah barang-barang yang Anda perlu keluarkan uang lebih dan barang-barang yang tidak perlu mengeluarkan uang berlebih. Ingatlah memberikan uang untuk barang-barang yang bisa bernilai tinggi dan berlaku untuk jangka panjang.

Jangan mengeluarkan uang hanya dari nilai sesaat yang anda bisa dapatkan. Tapi, keluarkan uang anda untuk manfaat jangka panjang serta nilai yang terus bertambah.

Pembaca, barang-barang apa saja yang anda beli saat memiliki uang di saku anda? Saya menunggu cerita anda.

4 Langkah Mudah Membangun Disiplin Diri yang Kuat

“In reading the lives of great men, I found that the first victory they won was over themselves… self-discipline with all of them came first”

Harry S. Truman

Satu faktor penting penentu kesuksesan seseorang adalah disiplin diri. Mustahil seseorang bisa sukses tanpa memiliki disiplin diri yang kuat. Pengusaha sukses, olahragawan besar, pemusik terkenal sampai pengusaha-pengusaha sukses untuk kelas menengah, semuanya memiliki kesamaan untuk kesuksesan yang mereka dapatkan. Disiplin diri yang kuat.

Orangtua dan guru selalu menekankan kepada kita bahwa disiplin diri itu begitu penting, tidak kalah penting seperti memiliki tujuan atau impian. Bahkan mereka berkata, tanpa disiplin diri, mustahil bagi seseorang bisa sukses dalam hidupnya.

Banyak orang yang ingin memiliki disiplin diri yang kuat tapi, mereka tidak pernah bisa mendapatkannya. Bahkan saat mereka ingin disiplin pada satu hal, justru mereka melakukan hal lain yang tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan.

Misalnya saat seseorang ingin belajar skill membaca secara online untuk membuat ia bisa belajar dan membaca lebih cepat dan mudah. Mereka begitu bersemangat dan komitmen untuk disiplin di awal. Saat belajar mereka malah asik mengerjakan hal lain di depan komputer. Beberapa hari kemudian, mereka berhenti dan meninggalkan hal tersebut.

Akbibatnya ia memberi pelajaran kepada dirinya bahwa membangun disiplin diri itu sangat sulit. Hanya orang yang memiliki tekad yang kuat saja yang bisa melakukannya.

Apakah begitu sulit membangun disiplin diri?

Sulit jika Anda tidak mengetahui cara mendisiplinkan diri. Mudah jika Anda mengetahui caranya. Berikut saya akan memberikan cara dan langkah-langakah mudah untuk membangun disiplin diri yang kuat dalam diri Anda.

Mari kita mulai bahas satu persatu:

Bersabar

1. Mulai Dengan Satu Kebiasaan

Kebanyakan disiplin diri gagal diakibatkan banyakanya hal yang ingin dicapai sekaligus. Mereka tidak memahami, bahwa disiplin diri dibangun melalui tindakan nyata. Hal tersebut membutukan waktu dan proses agar bisa memiliki kebiasaan tersebut.

Ketidaksabaran menjadi penyebab utama seseorang tidak bisa membangun disiplin diri, terutama atas apa yang mereka inginkan. Mereka langsung ingin melihat hasil nyata dari usaha yang mereka lakukukan. Mereka memiliki mental instan yang justru menghambat mereka mencapai sukses dalam hidup mereka.

Penghambat terbesar kedua adalah keyakinan akan bisa membentuk dan melakukan beberapa kebiasaan sekaligus. Misalnya, saat seseorang ingin belajar meditasi untuk menenangkan pikiran, mereka malah membuat target lain seperti Einstein Factor, melakukan teknik Effortless Success dan sifat lain yang membuat fokus dan perhatian mereka terbagi untuk melakukan kegiatan tersebut.

Membentuk disiplin diri tidak ubahnya seperti membentuk otot-otot tertentu di tubuh kita, seperti otot tangan dan perut. Dibutuhkan perhatian dan latihan secara konsisiten untuk bisa membentuknya. Tidak ada otot yang bisa didapatkan dalam satu sampai dua kali latihan.

Begitu juga dengan disiplin diri. Ia bisa dibentuk dengan sendirinya jika kita memberikan perhatian dan fokus kepada hal yang kita inginkan.

Caranya?

Berlatihlan untuk mendisiplinkan diri pada satu kebiasaan yang Anda inginkan. Apakah untuk menguasai skill membaca, mengikuti tantangan membaca atau pun melatih diri untuk bermeditasi, untuk menenangkan pikiran Anda.

Dengan berlatih dan fokus pada satu sifat atau kebiasaa, saat itu Anda memiliki satu kesempatan besar untuk melatih dan membangun disiplin diri.

Inilah cara termudah untuk melatih disiplin diri. Keberhasilan membangun disiplin diri dibuktikan dari kebiasaan baru yang terbentuk. Anda tidak perlu lagi merasa susah dan berat hati untuk melakukan kebiasaan tersebut.

Disinilah dibutuhkan kekuatan tekad yang besar, fokus dan perhatian untuk mengarahkan semua upaya dan energi yang dikeluarkan hanya untuk membentuk satu kebiasaan yang diingkan. Disinilah disiplin diri benar-benar dibentuk.

Jadi, sebelum Anda memulai, pilihlah satu sifat atau kebiasaan yang benar-benar Anda inginkan dalam diri Anda. Apapun itu. Satu sifat yang bisa mendukung Anda menjadi pribadi sukses di masa depan.

2. Komitmen Untuk Memulai

Memulai satu kebiasaan baru memang sangat sulit. Dibutuhkan waktu untuk bisa membuat kebiasaan ini benar-benar lebih mudah dilakukan. Semua ini tidak lain karena sifat pikiran. Sifat pikiran yang sulit untuk berubah.

Pikiran akan bertahan untuk melakukan apapun yang ia rasa baik untuk kita. Hanya menurut pikiran bukan menurut kita secara sadar. Bahkan saat hal itu tidak baik dalam kehidupan nyata. Itulah mengapa banyak orang sulit keluar dari zona nyaman mereka, karena pikiran mempersepsikan sebagai ancaman jika harus keluar dari zona nyaman tersebut.

Kemudahan pembentukan kebiasaan ini hanya berhasil jika komitmen Anda diwujudkan dalam bentuk nyata tindakan. Untuk membentuk disiplin diri, Anda harus mau memulai tindakan. Tidak masalah seberapa besar usaha yang Anda berikan, mulailah untuk bertindak.

3. Bangun Konsistensi Dengan Bertindak

“Ala bisa karena biasa”

Kesamaan masalah orang banyak dalam membentuk kebiasaan baru adalah, mereka tidak bisa konsisten dalam bertindak. Dengan bertindak secara konsisten, perasaan yang tadi begitu berat akan memulai menjadi lebih ringan saat membentuk disiplin diri.

Dengan bertindak, kita bisa mengukur seberapa jauh perjalanan yang telah ditempuh. Dengan tindakan semua akan terlihat lebih jelas dan dengan mudah bagi kita bisa menyusun rencana untuk melakukan tindakan dengan lebih baik.

Kunci untuk bisa bertindak secara konsisten adalah dengan mencintai dan menganggap penting apa yang kita lakukan. Ini akan membuat proses pendisiplinan diri bisa dilakukan jauh lebih mudah dan menyenangkan.

Caranya?

Jadikan kebiaan tersebut menjadi permainan untuk diri Anda. Buat target kecil yang mudah dicapai. Saat mencapai target tersebut, beri penghargaan kepada diri Anda sendiri. Bisa dengan pujuan atau memberi hadiah kepada diri sendiri. Hadiah ini bisa dalam bentuk makanan.

Cobalah berkreasi untuk menentukan target dan hadiah yang bisa Anda berikan kepada diri Anda sendiri. Itu akan membantu Anda membentuk disiplin diri dengan lebih mudah dan cepat.

Yang perlu Anda ingat adalah terus melakukan kebiasaan ini secara konsisiten. Saat tubuh Anda terlah terbiasa, diri Anda tidak akan membutuhkan hadiah itu lagi.

keep-moving

4. Siapkan, Tanam, Rawat dan Ulangi

Dengan melakukan ketiga poin di atas dengan sungguh-sungguh, Anda akan sampai pada satu titik, di mana Anda tidak membutuhkan perhatian, fokus, dan energi yang besar untuk melakukan kebiasaan baru tersebut.

Disiplin diri terbentuk dengan sendirinya dengan terbentuk satu kebiasaan baru. Anda pun bisa dengan bebas memilih dan mendisiplinkan diri pada hal lain yang Anda benar-benar butuhkan dalam hidup Anda.

Membentuk disiplin diri ini seperti menanam padi. Anda membutuhkan bibit unggul untuk disemai. Saat Anda menanamnya, Anda membutuhkan perhatian untuk merawatnya sampai bulir pada padi mulai berisi dan mengeras yang siap untuk dipanen.

Inilah cara yang bisa Anda lakukan untuk membangun disiplin diri dalam kehidupan Anda. Cara sederhana dan termudah yang saya ketahui. Perlu Anda ketahui, disiplin diri terbentuk melalui serangkaian proses, membutuhkan waktu dan upaya. Ia tidak bisa dibangun dalam sekejap mata.

Selamat mencoba dan sukses untuk Anda dalam membangun disiplin diri. Saya juga ingin mendengar cerita Anda dalam membangun disiplin diri Anda. Saya menunggu cerita Anda di bawah ini.

berani beda

Pentingnya Mengajarkan Anak untuk Berani Beda

Siapa yang paling berpengaruh bagi anak remaja Anda? Anda kah? Guru kah? Atau, teman-temannya?

Jawabannya sudah pasti, teman-temannya!

Kok bisa gitu? Karena, anak menghabiskan sebagian besar waktunya bersama teman-temannya.

Akh, ga kok. Anak saya lebih sering di rumah daripada menghabiskan waktu dengan teman-temannya,” mungkin begitu sanggah Anda. Tetapi, benarkah demikian? Yakinkah Anda?

Meskipun menghabiskan waktu di rumah, dia tetap berkomunikasi dengan teman-temannya lewat HP dan internet, lho. Jangan salah. Heheheh. Ini bukan berarti anak lebih membutuhkan teman-temannya ketimbang keluarganya sendiri. Tetapi, itu merupakan fase yang alami ketika anak beranjak remaja. Mereka membutuhkan teman yang sebaya dengan dirinya. Hanya teman sebaya yang memahami kebutuhannya sebagai seorang remaja, begitu menurut mereka. Dengan teman sebaya, anak tidak perlu sungkan, takut, dan malu untuk berbagi/curhat.

Bagi anak remaja, memiliki teman merupakan dorongan kebutuhan. Anak terdorong untuk MENGHABISKAN WAKTU DENGAN TEMAN karena kebutuhan mereka, yakni untuk SALING BERBAGI.

Nah, kebutuhan untuk berteman ini bisa membuat anak bergantung pada teman. Atau, dalam kata lain, kebutuhan untuk berteman mendorong anak untuk menyesuaikan diri dengan teman-temannya. Hanya dengan begitu, teman-temannya bisa menerimanya.

Jadi, alasan mengapa teman lebih berpengaruh daripada orangtua yaitu:

Anak butuh berbagi dengan sesama remaja

Kebutuhan itu mendorongnya untuk berteman

Tetapi, agar diterima dalam pergaulan dengan teman-temannya, ia perlu menyesuaikan diri dengan mereka.

Anak menyesuaikan diri dengan menyamakan/menyeragamkan dirinya dengan teman-temannya.

Bagaimana anak menyamakan/menyeragamkan diri? Dengan mengikuti pola pikir, prinsip, dan perilaku teman-temannya.

Dan, sejak ia mengikuti pola pikir, prinsip, dan perilaku teman-temannya, sejak itulah ia terpengaruh teman-temannya.

Nah, begitulah kira-kira kronologi bagaimana pengaruh teman lebih besar dibanding pengaruh orangtua.

Pendapat di atas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh pakar psikologi Judith Rich Harris. Dalam penelitiannya, Harris menyimpulkan bahwa dalam banyak kasus, pengaruh orangtua tergeser oleh pengaruh teman. Hal itu disebabkan karena pada masa remaja, timbul kebutuhan untuk diterima dalam pergaulan di sekolah dalam diri anak. Saat beranjak remaja, anak merasa butuh diterima oleh teman-temannya. Dan, kebutuhan itu mendorong anak untuk mengikuti, menyamakan, dan menyeragamkan dirinya dengan temannya. Akhirnya, semenjak ia menyamakan dirinya dengan temannya, sejak itulah pengaruh orangtua tergeser pengaruh teman-temannya. Ia lebih menganut temannya dibanding orangtua.

Bagaimana bentuk pengaruh itu? Contohnya, jika teman-temannya gemar bermain game, maka anak Anda ikut-ikutan suka main game. Apabila teman-temannya mengidolakan Aliando Syarief, maka anak Anda ikut mengidolakan aktor yang sedang naik daun itu. Apabila teman-temannya membaca buku Raditya Dika, maka anak Anda pun ikut menggemari buku-buku karya penulis populer tersebut. Dan, apabila grupnya memandang jomblo sebagai aib, maka anak Anda pun takut menjadi jomblo. Heheheh.

Menyesuaikan diri dengan pergaulan memang saaaaangat penting. Tetapi, terkadang, hal itu membawa dampak negatif bagi anak, terutama jika bentuk penyesuaiannya adalah MENYAMAKAN/MENYERAGAMKAN dirinya dengan teman-temannya.

Apa saja dampak negatif itu? Berkut ini uraiannya.

Minat

Apa minat anak Anda? Musik? Seni rupa? Olahraga? Atau, matematika?

Apa pun minatnya, minumnya teh botol…. Heheheh, Bercanda.

Apa pun minat anak Anda, seringkali minat itu sama dengan minat teman-temannya. Jika teman-temannya berminat pada seni musik, maka anak Anda berminat pada musik. Jika grupnya menyukai matematika, maka anak pun tertarik pada matematika.

Apa artinya itu? Artinya, anak Anda tidak memiliki minat yang mandiri, yang datang dari lubuk hatinya sendiri! Ia menyukai musik bukan lantaran ia benar-benar tertarik pada bidang itu, melainkan agar ia diterima teman-temannya. Atau, ia menyukai matematika bukan karena ia suka hitung-hitungan, tetapi supaya ia dapat menyesuaikan diri dengan teman-temannya.

Lantas, apa akibatnya? Apa dampak negatifnya?

DAMPAK NEGATIFNYA, dengan mengikuti minat teman-temannya, ia pun KEHILANGAN KESEMPATAN UNTUK MENGEJAR MINATNYA SENDIRI, minat yang berasal dari lubuk hatinya sendiri.

Mungkin, saat ini dia berminat pada bidang yang disukai teman-temannya, tetapi tidak menutup kemungkinan besok ia menyadari bahwa sebenarnya ia tidak berminat pada bidang itu. Contoh, karena teman-temannya gemar bermain gitar, ia pun gemar bermain gitar. Tetapi, beberapa tahun kemudian, dia menyadari bahwa ia tidak memiliki passion dalam bidang itu (bermain gitar). Maka, selama bertahun-tahun ia telah membuang waktu hanya untuk mengejar apa yang bukan menjadi minatnya, impiannya.

Jika sudah begitu, tak menutup kemungkinan ia akan menyesal!

Lantas, bagaimana kalau begitu? Anda perlu mengajarkan kepada anak Anda untuk berani beda dari teman-temannya. Itulah jawabannya. Yup! BERANI BEDA.

Berani beda berarti berani menggemari apa yang tidak digemari orang lain. Berani beda berarti berani menolak menyukai apa yang disukai orang lain. Dengan berani beda, anak bebas menentukan sendiri impiannya, sesuai dengan kata hatinya sendiri. Dengan begitu, ia terhindar dari penyesalan di kemudian hari.

Jati diri

Apa itu jati diri? Jati diri adalah identitas yang paaaaling mewakili diri Anda. Jati diri/identitas bisa berubah seiring waktu. Tetapi, bukan berarti Anda bisa bergonta-ganti identitas sesuka Anda. Sering bergonta-ganti jati diri/indentitas membuat Anda bingung dan kehilangan arah.

Nah, kebutuhan untuk diterima dalam pergaulan dapat membuat anak kehilangan jati diri/identitasnya. Atau dalam kata lain, bisa membuat anak kehilangan arah karena bingung dengan identitasnya.

Ilustrasinya seperti ini:

Sebagian besar murid di sekolah A mengidentifikasikan diri sebagai anak punk, misalnya. Kebetulan, anak Anda juga murid sekolah A. Dan, karena ingin diterima dalam pergaulan di sekolah itu, anak Anda pun mengidentifikasikan dirinya sebagai anak punk. Padahal, ia tidak paham apa itu budaya punk. Ia hanya ikut-ikutan temannya supaya diterima, supaya punya teman. Bahkan, sebenarnya ia tidak terlalu nyaman berdandan ala anak punk. Tetapi, demi diterima dalam pergaulan, ia tetap mengidentifikasikan dirinya sebagai anak punk.

Apa akibatnya? Akibatnya, ia bisa kehilangan arah! Yup! Ia tak yakin menjadi anak punk. Tetapi, ia juga tak yakin untuk tidak memilih punk sebagai jati diri. Itulah yang menyebabkannya kehilangan arah.

Untuk itu, Anda perlu mengajarinya untuk berani beda. Jika teman-teman di sekolahnya menganggap tren tertentu keren, ajari anak Anda untuk memiliki pandangan yang berbeda, terutama jika anak Anda memang tidak tertarik pada tren itu.

Berani beda berarti berani menentukan indentitasnya sendiri. Berani beda berarti berani menjadi kutu buku di tengah pergaulan yang mengagungkan pacaran, misalnya.

Pergaulan

Seperti dijelaskan sebelumnya, kebutuhan untuk berteman mendorong anak untuk mengikuti/menyamakan dirinya dengan teman-temannya. Tujuannya, supaya ia diterima dalam pergaulan.

Jika pergaulan teman-temannya membawa dampak positif, sih, tak masalah. Justru hal itu akan berpengaruh baik bagi anak. Tetapi, bagaimana jika pergaulan itu pergaulan yang negatif? Bagaimana jika pergaulan itu destruktif?

Contoh:

Murid laki-laki kelas 10 di sekolah A bandel-bandel. Mereka sering bolos sekolah. Murid laki-laki yang tidak mau bolos dicap sebagai anak cupu.

Kebetulan, anak Anda sekolah di sekolah itu dan duduk di kelas 10. Dan, agar tidak dicap cupu, ia pun ikut sering bolos sekolah.

berani beda

Nah, jika begitu, artinya, pergaulannya membawa dampak negatif baginya. Jika ia mengikuti/menyamakan dirinya dengan teman-temannya, maka niscaya ia terpengaruh oleh perilaku negatif teman-temannya itu.

Oleh karena itu, Anda perlu mengajarkan padanya untuk berani beda. Berani beda berarti berani menerima ejekan teman-temannya karena tak mengikuti kemauan mereka. Berani beda berarti berani bertindak positif di tengah lautan orang yang berperilaku negatif dan meremehkannya.

Prinsip

Kebutuhan untuk diterima dalam pergaulan dapat mendorong anak menanggalkan prinsipnya. Contoh, teman-temannya gemar merokok saat jam istirahat. Murid yang tidak merokok dicap sebagai murid yang cemen. Karena itu, anak Anda pun ikut-ikutan merokok demi terhindar dari cap “cemen”. Padahal, awalnya, ia memiliki prinsip “pantang merokok”.

Nah, untuk itu, Anda perlu mengajarinya untuk berani beda. Yup, berani beda dari teman-temannya.

Berani beda menyelamatkan anak Anda dari sikap menanggalkan prinsip.

Kepekaan

Mengikuti/menyamakan diri dengan teman bisa membuat anak Anda tidak peka terhadap perasaan orang lain.

Kok bisa?

Ilustrasinya begini:

Di sekolah, terdapat kelompok anak yang gemar merokok. Kelompok itu terkenal suka berbuat onar, persis di sinetron-sinetron. Nah, salah satu ajakan kelompok itu adalah mengajak murid laki-laki untuk merokok. Mereka yang menolak dicap sebagai anak cemen.

Nah, karena takut dicap cemen, anak Anda pun ikut-ikutan merokok. Selain itu, dengan ikut merokok, ia merasa menjadi bagian dari kelompok itu. Akhirnya, merasa menjadi bagian dari kelompok itu, anak Anda lantas bertindak semena-mena terhadap anak yang menolak merokok, misalnya. Merasa menjadi bagian dari kelompok itu, anak Anda pun ikut-ikutan mencap mereka yang menolak merokok sebagai anak cemen.

Dalam ilustrasi di atas, bentuk ketidakpekaannya terhadap perasaan orang lain yaitu ia mencap mereka yang menolak merokok sebagai anak cemen.

Untuk itu, Anda perlu mengajarinya untuk berani beda. Saat anak Anda berbeda dari mayoritas, ia menjadi lebih peka terhadap perasaan sesama kelompok minoritas/kelompok yang berbeda dari mayoritas orang.

Pikiran

Selain menanggalkan prinsip, mengikuti teman juga bisa membuat anak takut berpikir mandiri dan bebas. Ia niscaya mengiyakan semua perkatakan dan pemikiran teman-temannya, sekalipun dalam hati ia menolak perkataan itu. Ia tidak berani mengungkapkan pendapatnya sendiri.

Bahkan, dalam taraf yang parah, ia menggantungkan keputusan pada teman-temannya dan tak berani membuat keputusan sendiri.

Contoh:

Anak terlibat dalam kepengurusan OSIS. Tetapi, karena dorongan untuk diterima di lingkungan OSIS, ia tak berani menolak pendapat temannya.

Suatu hari, OSIS di sekolahnya hendak mengadakan acara. Sebelumnya, pengurus OSIS mengadakan diskusi terkait acara tersebut. Sebenarnya, anak Anda memiliki ide yang lebih cemerlang dari ide teman-temannya. Tetapi, karena takut ditolak, ia pun lantas memendam ide itu dan sebaliknya, ia menyetujui ide teman-temannya. Padahal, sebenarnya, menurutnya ide mereka tidak efektif.

Nah, dalam contoh di atas, tindakan anak Anda (memendam idenya dan menyetujui ide temannya yang buruk) destruktif bagi dirinya sendiri. Tindakan itu dapat membuatnya tidak mandiri dalam berpikir. Tindakan itu membuatnya bergantung pada pikiran orang lain.

Jadi, Apa Pentingnya Mengajarkan Anak Berani Beda?

Merupakan hal yang wajar ketika anak remaja merasa membutuhkan teman yang sebaya dengannya. Merupakan hal yang wajar pula jika ia lebih menghabiskan banyak waktu bersama teman dibanding bersama keluarga. Sekali pun di rumah, ia tetap tak bisa lepas dari komunikasi dengan teman-temannya. Hal itu membuktikan bahwa ia memang membutuhkan mereka.

Kebutuhan untuk berteman seringkali mendorong anak untuk beradaptasi dalam pergaulan. Dan, salah satu bentuk adaptasinya yaitu dengan menyamakan/mengikuti prinsip, pola pikir, dan perilaku teman-temannya.

Sayangnya, menyamakan/mengikuti perilaku, pola pikir, dan prinsip orang lain membawa banyak dampak negatif bagi anak, seperti telah dijelaskan di atas. Di antaranya yakni anak kehilangan prinsip, kehilangan kesempatan untuk mengejar mimpinya sendiri, tidak peka terhadap perasaan orang lain, bergantung pada orang lain, dan terjerumus pada pergaulan yang destruktif.

Oleh karena itu, sebagai orangtua, Anda perlu mengajarinya untuk berhenti mengikuti teman-temannya. Anda perlu mengajarkannya untuk berani beda. Dengan berani beda, anak Anda menemukan jati diri, prinsip, dan mampu berpikir bebas. Ia tidak menjadi robot yang dikendalikan oleh pergaulannya.

Tetapi, tentu saja, di balik keberanian untuk tampil beda ada sebuah risiko besar, yaitu penolakan sosial. Agar anak tidak tertekan ketika memilih untuk berbeda dari teman-temannya, ia harus bisa menghadapi penolakan itu.

Dalam artikel selanjutnya, penulis akan sajikan cara menghadapi penolakan sosial ketika anak bertindak berbeda dari teman-temannya.

Sumber: secureteen.com

Baca juga:

Figur Seperti Apa yang Patut Dijadikan Role Model bagi Anak Anda?

Apa Bekal Terpenting bagi Masa Depan Anak Anda?

Cara Mudah Menumbuhkan Minat Baca pada Anak

 

 

8 Mitos Tentang Produktivitas yang Sangat Populer

Produktivitas menjadi pusat perhatian bagi mereka yang bekerja. Semua hasil kerja diukur dari produktivitas, seberapa besar ia bisa memberikan kontribusi kepada perusahaan tempat ia bekerja.

Masih banyak orang yang bekerja menjadi korban dari mitos-mitos produktivitas karena informasi yang salah mengenai produktivitas itu sendiri.

Berikut ada 8 mitos tentang produktivitas yang banyak dipercayai oleh para pekerja, terutama pekerja kantoran :

1. 8 Jam Tidur Harus Menjadi Kewajiban

Banyak orang yang masih percaya bahwa tidur 8 jam adalah satu kebutuhan, terutama tubuh untuk mengembalikan keseimbangannya.

Akibatnya mitos ini menjadi alasan kunci bagi para pekerja yang merasa lelah, capek dan mengantuk. Apakah orang yang merasa lelah, capek sampai malas akibat dari tubuh yang kurang waktu untuk istirahat?

Kebenaranya, tubuh setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda untuk mengembalikan keseimbangnya.

Tidur 8 jam adalah mitos. Ada orang yang membutuhkan tidur lebih dari 8 jam, ada juga orang yang kurang dari 8 jam. Semua tergantung dari kebiasaan seseorang.

Bisa jadi seseorang yang merasa cepat lelah, mengantuk dan bosan karena tidak menyukai pekerjaanyanya. Apakah Anda mengalami hal yang serupa?

Multitasking

2. Multitasking Sangat Membantu Memudahkan Pekerjaan

Banyak orang percaya bahwa multitasking sangat efektif di sela kesibukan yang sangat padat. Seseorang bisa membalas pesan sambil bekerja di komputer, ada yang makan sambil mengecek status orang lain, ada lagi yang meeting sambil chat dengan teman di sosial media.

Saat ini setiap orang dituntut untuk bisa multitasking. Apakah multitasking benar-benar efektif? Apakah multitasking memberikan hasil yang sama jika seseorang fokus mengerjakan satu hal dalam satu waktu?

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Stanford University menunjukkan bahwa orang yang melakukan multitasking mengurangi kemampuan menyimpan informasi, masalah perhatian dan sulit untuk beralih dari satu tugas ke tugas lain dibandingkan orang yang fokus pada satu hal dalam satu waktu.

3. Produktif Hanya Bisa di Kantor

Budaya kerja profesional sekarang membuktikan bahwa untuk produktif tidak hanya bisa dilakukan di kantor. Banyak kasus membuktikan bahwa mereka yang bekerja di rumah atau di luar kantor juga bisa menghasilakan produktivitas yang sama bahkan lebih dengan mereka yang bekerja di kantor.

Saat sekarang ini banyak perusahaan yang bergerak dalam jasa pelayanan yang memberikan kemudahan bagi pelanggan mereka dengan menyediakan tenaga kerja lepas. Ini justru menguntungkan banyak pihak karena kemudahan yang mereka bisa dapatkan. Bahkan penghasilan pekerja lepas bisa lebih tinggi dari mereka yang kerja di kantor karena adanya target pencapaian yang harus bida mereka capai

Bahkan banyak pelancong dari luar negri adalah mereka yang bekerja paruh waktu. Mereka bisa berlibur sambil bekerja. Ini didukung oleh biaya hidup yang jauh lebih murah di Indonesia dibandingkan negara mereka.

Mereka juga memiliki kebebesan untuk berkreasi dan mengatur jam kerja sendiri. Jadi, apakah Anda tertarik menjadi pekerja lepas?

4. Membuat Tempat Kerja Rapi, Serapi Mungkin

Masih banyak orang yang percaya bahwa untuk meningkatkan produktivitas sangat dipengaruhi oleh kerapian tempat kerja. Tempat kerja yang rapi akan membantu meningkatkan mood seseorang untuk bekerja. Bahkan sangat mempengaruhi seseorang untuk mendapatkan ide-ide segar untuk pekerjaannya.

Tidak semua orang bisa produktif meskipun tempat kerja ditata serapi mungkin. Semua tergantung dari kepribadian seseorang. Ada orang yang sangat membutuhkan kerapian, keteraturan sampai kebersaihan. Tempat yang tidak rapi bisa menjadi sumber stres bagi mereka.

Untuk kepribadian tertentu tidak terlalu membutuhkan kerapian untuk bekerja. Bahkan mereka bisa bekerja dengan santai dan tenang dengan penataan tempat kerja yang berantakan. Pernah bertemu dengan orang seperti ini? Saya salah satunya. hehehehe

5. Melamun Menurunkan Produktivitas

Masih sangat banyak orang yang menganggap melamun sebagai kegiatan yang sangat merugikan dan hanya membuang-buang waktu saja.

Apalagi jika melamun dilakukan di kantor. Pastinya rekan kerja akan menilai bahwa orang tersebut sedang memiliki masalah atau tidak memiliki kerjaan. Apakah benar demikian?

Menghayal memiliki manfaat besar yang tidak diketahui banyak orang. Banyak hasil karya besar yang ada saat ini berasal dari hayalan yang kelihatan tidak masuk akal.

Jika Anda merasa bosan, lebih baik Anda berhayal daripada melakukan kegitan lain yang tidak bermanfaat seperti surfing di internet.

6. Banyak Waktu = Banyak Pekerjaan yang Bisa Diselesaikan

Masih banyak yang beranggapan dengan memberikan waktu yang banyak akan menyelesaikan lebih banyak pekerjaan. Apakah benar seperti itu?

Ini adalah mitos klasik yang masih banyak dipercaya orang banyak. Pada kenyataanya orang yang memberikan banyak waktu bekerja akan mengalami penurunan produktivitas dan meningkatkanya stres.

Satu isu produktivitas yang dipublikasikan oleh majalah The Economist tahun 2013 menjelaskan bahwa jam kerja yang lebih singkat memiliki produktivitas yang lebih tinggi daripada mereka yang memiliki jam kerja yang lebih tinggi. Data yang diteliti dan dikumpulkan dari tahun 1990 sampai 2012.

Santai Sejenak

7. Untuk Produktif, Jangan Istirahat di Jam Kerja

Masih banyak dari mereka yang bekerja merasa sungkan untuk meluangkan waktu istirahat di jam kerja. Ini disebabkan karena budaya kerja yang diturunkan pada zaman industri.

Saat seseorang istirahat, maka rekan kerja yang lain yang memandang sinis, apalagi jika dilihat oleh atasan. Pasti tatapan mata si atas atau bos sangat tajam dan menjatuhkan mental. Si pekerja akan cepat-cepat kembali kembali ke mejanya dan mulai bekerja, paling tidak berpura-pura untuk bekerja. Pernah mengalami hal seperti ini?

Melungkan waktu untuk istirahat sangat penting untuk menjaga keseimbangan tubuh. Apalagi jika pekerjaan tersebut menuntut pemikiran dan analisa yang dalam. Jika tidak meluangkan waktu untuk istirahat, akan sulit mendapatkan ide-ide segar seperti yang diingkan.

Luangkan waktu minimal 10-15 menit untuk istirahat. Dengan catatan bekerja 1-2 jam. Saat istirahat, lakukan kegiatan yang tidak memporsir kerja otak. Seperti tidur sesaat, olehraga ringan, membuat teh atau kopi atau ngobrol ria dengan rekan kerja lainnya.

Jika Anda ngobrol, ingat waktu. Jangan sampai Anda kebablasan dan melupakan pekerjaan Anda. Ingatlah selalu bahwa pikiran yang tenang akan memunculkan banyak ide yang Anda butuhkan dalam pekerjaan Anda.

8. Semakin Lama Mengabdi pada Perusahaan, Jabatan Pasti Naik dengan Sendirinya

Masih percaya akan mitos ini?

Mitos ini hanya berlaku pada zaman industri bukan pada zaman informasi saat sekarang ini. Jika Anda masih percaya pada mitos ini, sadarilah bahwa karier Anda tidak akan naik seperti yang Anda inginkan. Karena banyak orang baru yang bisa merebut posisi yang Anda inginkan.

Tolak ukur yang digunakan untuk mempromosikan seseorang saat ini adalah produktivitas dan kontribusi yang ia berikan ke perusahaan. Bukan seberapa lama ia mengabdi pada perusahaan.

Selain itu kepemimpinan yang kuat serta kemampuan dalam mengatur pekerjaan dan bawahan juga sangat diprioritaskan untuk promosi satu jabatan.

Ini menunjukkan bahwa untuk sukses secara karier tidak diukur lagi dengan usia. Bahkan banyak yang menjabati posisi penting di satu perusahaan masih memiliki usia yang sangat muda. Kisaran 30-40 tahun. Ini sangat berbeda pada zaman industri tentunya.

Apa yang membuat seseorang bisa mencapai karier yang bagus di usia muda?

Mereka adalah orang mau belajar hal baru. Media termudah yang mereka bisa dapatkan adalah dengan membaca buku, mengikuti seminar dan menginvestasikan waktu dan uang untuk mengikuti pelatihan. Buku-buku yang sesuai dengan bidang pekerjaan mereka tentunya.

Ini juga menjelaskan mengapa orang sukses bisa mempertahakan kesuksesan mereka untuk waktu yang sangat lama. Bahkan mereka bisa menghadapi perubahan zaman dengan sangat percaya diri.

Mereka terus berlajar mengikuti perusahan zaman dan informasi. Mereka memiliki skill membaca yang mendukung mereka belajar lebih cepat dari orang biasa.

Anda juga bisa, jika Anda mau belajar untuk meningkatkan diri. Untuk menjadi pribadi yang lebih cepat belajar, Anda hanya perlu mengusai satu skill ini.

Pembaca, dari 8 mitos yang diungkapkan di atas, seberapa banyak mitos yang Anda percayai dan apa dampaknya pada produktivitas Anda? Saya tunggu cerita Anda.

role model

Figur Seperti Apa yang Patut Dijadikan Role Model bagi Anak Anda?

Siapa idola anak Anda? Aliando Syarief? Lady Gaga? Steve Jobs? Atau, Hitler? (Waduh, serem!)

Siapa pun dia, yang pasti anak Anda memiliki idola, bukan? Nah, selain diidolakan sebagai tokoh yang dikagumi, idola juga menjadi role model bagi anak Anda. Sebagai role model, idola diikuti perilaku, hobi, ketidaksukaan, model rambut, hingga model bajunya. Jika idolanya suka menyanyi, maka anak Anda juga suka menyanyi. Jika idolanya suka membaca buku, maka anak pun ikut suka membaca buku. Jika idolanya suka merokok, maka anak Anda juga suka merokok. Begitulah anak Anda meniru idolanya sebagai role model.

Tetapi, mengapa anak memiliki tokoh idola dan menjadikannya sebagai role model? Ada beberapa faktor yang mendorongnya.

Pertama, kebutuhan memiliki role model muncul dari kebutuhan untuk bertahan hidup. Kita, manusia, bisa bertahan hidup, salah satunya dengan cara mencontoh perilaku mereka yang berhasil bertahan hidup. Ini merupakan mekanisme pertahanan diri yang diwarisi dari nenek moyang kita, manusia purba. Bukan hanya manusia, semua spesies di bumi ini, bertahan hidup, salah satunya dengan mencontoh perilaku spesies lain yang berhasil bertahan hidup.

role model

Nah, sama dengan nenek moyangnya, motif yang mendorong anak Anda untuk mencontoh idolanya adalah kebutuhan untuk bertahan hidup: Menyesuaikan diri dengan lingkungan, diterima oleh pergaulan sosial, dan memenangkan persaingan.

Maka tak heran jika idola anak Anda adalah mereka yang berhasil dalam hidup, mereka yang disukai khalayak, dan mereka yang tampak hebat di permukaan. Anak Anda tidak mungkin mengidolakan orang yang tidak sukses, tidak “hebat”, dan tidak disukai orang.

Faktor kedua, anak Anda yang sedang tumbuh menjadi remaja berada pada tahap PEMBENTUKAN IDENTITAS. Atau, dalam bahasa kerennya, sedang dalam tahap MENCARI JATI DIRI. Ia mulai mencari-cari figur yang cocok dengan identitas/jati dirinya. Ia mencoba mengidentifikasikan diri dengan figur ini itu, mencari figur yang paling cocok dengan kepribadiannya.

Tentu saja, dalam memilih figur, ia tak luput dipengaruhi oleh bias. Contoh, teman-temannya menyukai figur A. Oleh karena itu, ia pun mengidentifikasikan diri dengan figur A agar diterima oleh teman-temannya. Bias juga datang dari media. Jika media memberitakan A sebagai figur yang hebat, maka anak Anda pun mengidentifikasikan diri dengan A, agar sama-sama hebatnya dengan si A.

Maka, tak heran jika pada masa remajanya, ia memiliki banyak tokoh idola yang sekaligus menjadi role model, mulai dari tokoh terkenal, yang disukai teman-temannya, dan yang tampak hebat.

Terlepas dari motif yang mendorong anak memiliki role model, yang harus diperhatikan orangtua adalah SIAPA yang dipilih oleh anak menjadi role model. Hal ini penting karena anak mencontoh tingkah laku mereka. Jangan sampai ia salah memilih role model.

Tetapi, siapa role model yang cocok untuk anak Anda? Figur yang seperti apa yang dapat menjadi teladan yang baik baginya?

Siapa pun mereka, yang pasti harus memiliki kualitas yang baik. Setidaknya, mereka memiliki karakter pekerja keras, cerdas, kreatif, mandiri, berpikiran bebas dan terbuka, pantang menyerah, dan memiliki moral yang tinggi (baik, jujur, rendah hati, adil, setia, berprinsip, dan sebagainya).

Selain itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Apa saja itu? Yuk, langsung kita simak penjelasannya berikut ini.

Film, Musik, Buku, dan Public Figure

Anda perlu memperhatikan tontonan dan bacaan anak. Hindari tontonan dan buku yang hanya menghadirkan kekerasan, pelecehan, pergaulan bebas, dan diskriminasi. Perhatikan pula musik favorit anak Anda. Perhatikan liriknya. Hindari lagu dengan tema cinta-cintaan anak muda yang cengeng dan destruktif. Mengapa? Karena, lagu-lagu itu dapat mengalihkan fokus mereka. Mereka menjadi mudah rapuh hanya karena urusan cinta.

Selain itu, perhatikan pula public figure yang diidolakan anak. Periksa karakter, perilaku, dan kebiasaan mereka. Jika memang perilaku, karakter, dan kebiasaan mereka berpotensi membawa pengaruh buruk bagi anak Anda, maka Anda harus bisa mengalihkan perhatiannya dari tokoh-tokoh idolanya itu. Bagaimana caranya? Perkenalkan ia pada figur-figur yang memiliki kualitas yang tinggi: cerdas, memiliki peran bagi perubahan dunia, berpikir besar, tekun, berpegang teguh pada prinsip. Misalnya, Seteve jobs, Mahatma Gandhi, Albert Einstein, James Watt, Thomas Alva Edison, dan sebagainya.

Pergaulan

Siapa yang paaaaaaling berpengaruh bagi anak Anda? Andakah? Public figure kah? Atau, pergaulan/teman-temannya?

Saat anak beranjak remaja, pengaruh orangtua tergeser oleh teman-temannya. Anak lebih menganut teman-temannya ketimbang orangtua. Mengapa? Karena, anak ingin diterima oleh lingkungan pergaulannya. Ia menghabiskan sebagian besar waktunya bersama teman-temannya. Oleh karena itu, ia merasa butuh diterima dalam pergaulan dengan teman-temannya.

Nah, bagaimana jadinya jika teman-temannya mengidolakan sosok tertentu, si A, misalnya? Maka, anak Anda pun ikut mengidolakan sosok itu demi diterima oleh teman-temannya. Demikian juga, jika grupnya mengidolakan sosok B, maka anak Anda niscaya ikut mengidolakan si B agar dapat diterima grupnya.

Sejauh role model yang dianut grupnya membawa pengaruh yang baik bagi anak Anda, Anda tidak perlu risau dengan pergaulannya. Apa yang menjadi masalah yaitu, role model yang dianut grupnya membawa pengaruh buruk bagi anak Anda.

Jika itu yang terjadi, maka Anda harus menjauhkan anak Anda dari pergaulannya. Sepintas, tindakan ini terkesan pilih-pilih. Yup! Memang, dalam pergaulan, anak perlu selektif dalam berteman. Pergaulan yang positif membawa pengaruh positif bagi anak Anda. Sebaliknya, pergaulan yang negatif membawa pengaruh negatif pula baginya.

Role Model Ideal: Superman atau…?

Siapa role model yang ideal? Manusia super yang hanya dalam khayalan atau manusia dalam kehidupan nyata?

Sepintas, sulit membayangkan anak Anda, yang sudah remaja, mengidolakan sosok manusia super seperti Superman, Ultraman, atau Spiderman. Anak sudah bisa membedakan mana sosok khayalan dan sosok yang nyata. Tetapi, tak tertutup kemungkinan ia masih mengidolakan sosok khayalan, sekalipun dalam bentuk yang lebih “realistis” (tidak bisa terbang tetapi memiliki kecerdasan super, misalnya). Ia mengindolakan sosok fiktif super jenius, misalnya, yang walaupun tanpa pendidikan sama sekali mampu menciptakan teknologi canggih. Atau, ia mengidolakan sosok super jenius yang mampu menyelamatkan dunia berkat tindakannya yang cerdas.

Nah, bagaimana jika anak Anda menjadikan sosok fiktif seperti itu (super jenius yang mampu menyelamatkan dunia berkat tindakannya) sebagai role model? Yang pasti, Anda harus waspada! Mengapa? Bagaimana pun juga sosok seperti itu hanya ada dalam khayalan. Jika anak Anda menjadikan sosok khayalan sebagai role model, maka yang dikhawatirkan, ia justru frustasi ketika tidak mampu mencontoh idolanya. Dan, bagaimana pun juga anak Anda memang tidak akan dapat mencontoh idolanya itu 100%.

Bagaimana tidak? Ia, manusia biasa, berusaha mencontoh sosok idolanya, yang hanya ada dalam fiksi. Maka, sudah barang tentu, anak Anda tak mungkin bisa menyamainya. Nah, melihat kenyataan itu, anak bukannya termotivasi tetapi justru frustasi karena tak bisa mencontoh idolanya.

Lantas, idealnya, role model itu yang bagaimana? Idealnya, role model adalah sosok yang memang ada dalam dunia nyata. Jika ia mengidolakan sosok jenius, maka Anda perlu mengarahkannya agar mengidolakan ilmuan-ilmuan dalam kehidupan nyata. Sekalipun jenius, para ilmuan itu tetap berusaha keras dalam mencapai kesuksesan. Kesuksesan mereka bukan datang “mak bedunduk”, tetapi merupakan hasil dari proses yang panjang.

Nah, sebenarnya, yang perlu dicontoh dari role model adalah proses dan usahanya dalam mencapai kesuksesan, bukan bentuk kesuksesannya.

Bakat, Minat, dan Kondisi

Selain sosok yang nyata, idealnya, role model juga memiliki skill, minat, bakat, dan kondisi yang sama dengan anak Anda. Sebagai contoh, jika anak Anda berminat dan berbakat dalam matematika, maka role model ideal baginya adalah para tokoh matematika yang berpengaruh di dunia. Jika ia memiliki minat baca yang tinggi, role model yang cocok baginya adalah tokoh-tokoh dunia yang terkenal gemar membaca. Jika ia bercita-cita menjadi musisi, maka role model ideal baginya adalah musisi terkenal, yang tentunya, selain pandai memainkan instrumen musik juga memiliki kualitas yang baik (jujur, tekun, setia kawan, baik, rendah hati, berprinsip).

Tak Ada yang Sempurna

Terakhir, siapa pun sosok role model anak Anda, yang pasti dia bukanlah orang yang sempurna. Anak Anda harus tahu kenyataan ini dan bisa menerimanya dengan lapang dada. Heheheh.

Dengan menyadari bahwa sosok role model-nya bukan manusia yang sempurna, ia tidak kecewa manakala mendapati sosok idolanya itu melakukan perbuatan yang mengecewakan. Selain itu, ia mampu memilah-milah perilaku idolanya yang patut dicontoh dan yang harus dijauhi.

Anak tidak boleh mencontoh perilaku idolanya 100%. Apa yang harus dicontoh anak dari role model-nya? Perilakunya yang konstruktif, yang menuntunnya pada kesuksesan. Sebaliknya, perilaku apa yang harus dijauhi anak dari role model-nya? Perilaku yang destruktif, diskriminatif, dan tidak sesuai nilai moral.

Contoh, konon katanya, Seteve Jobs dan Bill Gates pernah mengonsumsi narkoba. Nah, meskipun mencontoh tokoh-tokoh itu, anak Anda tidak boleh meniru mereka mengonsumsi narkoba. Anda perlu menjelaskan kepadanya bahwa kedua tokoh itu sukses bukan lantaran narkoba.

Role model merupakan faktor yang penting bagi pembentukan jati diri anak. Role model membantunya menemukan identitas yang paling cocok untuknya. Ia juga menginspirasi anak untuk berjuang lebih keras dalam mencapai kesuksesan. Ia menunjukkan jalan yang tepat, yang harus ditempuh anak untuk menjadi yang terbaik. Tetapi, jika anak salah memilih role model, akibatnya bisa fatal: Ia akan mengikuti teladan yang keliru, memilih jalan yang salah, dan membentuk identitas yang negatif. Untuk itu, Anda harus waspada. Tunjukkan pada anak role model yang positif, yang membantunya mencapai kesuksesan.

Bagaimana? Anda setuju, bukan?

Baca juga:

Cara Mudah Menumbuhkan Minat Baca pada Anak

Apa Bekal Terpenting bagi Masa Depan Anak Anda?

Anak Malas Belajar? Apa Penyebab dan Solusinya?

 

11 Hal Yang Dilakukan Orang Produktif 15, Menit Sebelum Mulai Bekerja

Percayakah Anda bahwa 15 menit pertama menentukan “mood” Anda dalam bekerja?

Jika Anda memulai bekerja dengan perasaan gundah dan terburu-buru untuk menyelesaikan pekerjaan yang diminta oleh atasan, kemungkinan besar hari Anda akan buruk.

Akan berbeda jadinya jika Anda memulai hari dengan perasaan tenang, mempersiapkan segala sesuatunya dengan santai dan terbebas dari “ancaman” dari laur. Seperti atasan yang meminta hasil kerjaan sampai sulit mendapatkan tempat parkir kendaraan Anda.

15 menit pertama bekerja ternyata memberikan pengaruh yang sangat besar, terutama dalam membantu mendapatkan mood bekerja yang baik. Mood inilah yang akan membantu Anda melewati hari dengan penuh gairah.

Cara ini ternyata banyak digunakan oleh pekerja yang memiliki produktivitas tinggi. Berikut 11 hal yang dilakukan orang produktif sebelum memulai bekerja :

obama_walking_meeting

1. Datang 15 Menit Sebelum Masuk Kerja

Datang 15 menit lebih awal sebelum memulai kerja membuat mereka memiliki waktu senggang untuk mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan untuk menunjang produktivitas mereka. Mereka memiliki waktu untuk menenangkan diri, mempersiapkan computer, berkeliling kantor ataupun hanya bertegur sapa dengan rekan kerja lainnya.

Bisa Anda bayangkan bagaimana hari Anda jika dilakukan dengan perasaan terburu-buru daripada diawali dengan perasaan tenang dan santai.

2. Membuat Meja Rapi dan Bersih

Kebersihan dan kerapian memberikan pengaruh yang sangat besar dalam menjaga mood seseorang dalam bekerja. Orang produktif sangat memahami akan hal ini.

Mereka akan menata meja dengan rapi dan menyusun dokumen serta barang-barang kecil lainnya ditempatnya. Dengan begitu mereka bisa bekerja dengan lebih efektif dan saat membutuhkan barang atau kertas tertentu, dengan mudah mereka bisa dapatkan.

Bisa Anda bayangkan bagaimana lelahnya jika harus mencari-cari sebuah catatan atau dokumen jika tidak disimpan ditempatnya? Apalagi jika atasan atau bos yang meminta dengan sedikit tergesa-gesa. Mood pasti akan berubah seketika, bukan?

3. Meninjau Kembali Apa yang Belum Selesai Di Hari Sebelumnya

Sebelum memulai bekerja, orang produktif akan meluangkan waktu mereka untuk meninjau kembali pekerjaan yang belum selesai di hari sebelumnya. Ini sangat penting apalagi saat mereka selesai liburan di akhir pekan.

Mengetahui pekerjaan yang belum diselesaikan akan membantu mereka menyusun list kerja sesuai prioritas kebutuhannya. Dengan begitu akan membantu mereka menghindari kejaran deadline dari atasan ataupun devisi lain secara tiba-tiba.

4. Membuat List Kerja

Semua orang produktif pasti memiliki daftar list kerja. Mereka tidak terbiasa bekerja hanya dengan mengingat-ingat apa yang harus dikerjakan.

Bukan rahasia jika mereka begitu produktif. Karena bisa menyelesaikan banyak pekerjaan yang dilimpahkan kepadanya. Tentunya semua tidak lepas dari list kerja yang mereka buat.

Jika Anda ingin produktif, Anda harus melakukan poin ini. Buatlah daftar list kerja sebelum Anda menyelesaikan pekerjaan itu. Urutkan pekerjaan itu sesuai dengan deadline dan kebutuhannya.

5. Hanya Mengecek Email Saat Benar-benar Dibutuhkan

Orang produktif sangat menghargai waktu yang mereka miliki saat bekerja. Mereka akan fokus bekerja saat jam kerja dan mereka akan pulang lebih cepat daripada orang-orang yang tidak produktif. Mereka fokus pada daftar list kerja yang telah dibuat.

Mereka menghindari mengecek email jika tidak benar-benar membutuhkannya. Mereka sadar dengan mengecek email akan menyita waktu mereka. Apalagi jika harus mengecek status serta chat dengan teman di sosial media.

6. Mengatur Handphone Berada Dalam Mode Getar

Orang produktif menyadari akan efek sampaing dari handphone yang mereka gunakan. Bukan hanya sekedar menyita waktu tetapi juga mengganggu fokus mereka dalam bekerja.

Mereka tidak akan mau terikat oleh handphone jika tidak benar-benar membutuhkannya. Bagi mereka jam kerja harus benar-benar diefektifkan agar bisa menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.

Mereka sangat tidak suka meluangkan waktu lembur hanya untuk mengurusi hal yang mereka yakini bisa diselesaikan hari itu juga. Itu hanya akan menambah tingkat stres mereka.

7. Melakukan Visualisasi Untuk Hasil Kerja yang Mereka Inginkan

Setelah selesai membuat list kerja, orang produktif akan membayangkan atau memvisualisasikan hasil kerja yang mereka inginkan di akhir kerja.

Mereka menyempatkan sedikit waktu untuk melihat hasil akhir dan inilah yang membuat mereka begitu fokus menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan tidak akan mudah terganggu dengan hal lain di luar diri mereka.

Pernah mencobanya saat akan bekerja? Poin ini layak untuk dicoba.

Meditasi

8. Menikmati Momen Saat Ini

Setelah mereka memvisualisasikan apa yang ingin dicapai hari ini, mereka akan menikmati momen saat ini dengan menarik nafas yang panjang. Bahkan mereka akan tersenyum dan mengucapkan afirmasi singkat kepada diri sendiri.

Kegiatan ini akan meningkatkan motivasi dan semangat dalam menjalani hari mereka di kantor.

Menarik nafas dalam akan membawa banyak oksigen ke dalam otak yang membuat otak bisa berpikir lebih jernih. Bahkan banyak orang sukses seperti Oprah Winfrey dan Arianna Huffington sering kali bermeditasi di pagi hari sebelum memulai kerja.

9. Melakukan Sedikit Gerakan Fisik

Orang produktif mengetahui bahwa mereka akan duduk dalam waktu yang lama di depan komputer. Mereka menyadari, cepat atau lambat dengan kondisi kerja seperti itu akan mempengaruhi kesehatan mereka.

Mereka akan melakukan sedikit gerakan fisik untuk mengerakan otot-otot yang kaku. Berjalan berkeliling kantor adalah cara yang sering kali mereka lakukan.

10. Menyediakan Kebutuhan Diri Sendiri Sebelum Kebutuhan Orang Lain

Orang produktif sangat mengetahui pentingnya mengisi kebutuhan diri sendiri sebelum membantu atau melayani orang lain. Ini ditunjukkan dari hal-hal yang telah kita bahas di atas dan ritual-ritual lain yang bersifat lebih pribadi.

Orang produktif tidak berusaha untuk menjadi pahlawan dengan melayani orang lain sebelum diri mereka sendiri. Ini bukan sikap ketidakpedulian mereka kepada orang lain, melainkan satu sifat yang pantas kita tiru.

Dengan merasa diri terpenuhi (baca: mental) akan lebih mudah dan iklas kita membantu orang lain, sesuai dengan kemampuan kita membantu mereka.

11. Berterimakasih Kepada Pekerjaan dan Tantangan yang Mereka Masih Miliki

Orang produktif tidak akan melewatkan pagi mereka tanpa mengucapkan rasa syukur atas pekerjaan dan kesempatan untuk menjadi pribadi yang lebih baik melalui pekerjaan mereka. Apakah Anda melakukan poin ini? Ayo jujur…

Inilah tips yang bisa Anda lakukan untuk meningkatkan produktivitas kerja Anda melalui 15 menit pertama sebelum memulai kerja di pagi hari.

Pembaca apa yang Anda lakukan sebelum memulai kerja dan bagaimana perasaan Anda selama melakukan rutinitas tersebut?

1 13 14 15 16 17 53